eQuator.co.id – Putussibau-RK. Namanya Hulu Kapuas, sudah pasti daerah paling ujung timur Kalbar. Sudahlah pedalaman, terpencil pula. Banyak yang menolak ditugaskan di daerah ini. Tetapi tidak bagi perempuan kelahiran Pontianak, Nispawati.
“Saya sudah 15 tahun di Matalunai ini. Saya belum pernah mengajukan pindah tugas ke tempat lain. Baik di daerah Kapuas Hulu lainnya, maupun pindah ke kampung halaman saya di Pontianak,” tutur Nispawati kepada Rakyat Kalbar, Selasa (23/2).
Nispawati mengabdi sebagai guru di SD Negeri 10, Dusun Matalunai, Desa Beringin Jaya, Kecamatan Putussibau Selatan, Kabupaten Kapuas Hulu. Tempat tugas Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menunggu masa pensiunnya ini, tidak bisa dijangkau melalui jalur darat.
Alih-alih mengajukan pindah tempat tugas, perempuan berkerudung ini malah memilih untuk memboyong keluarganya ke Matalunai. Dia mengaku betah mengajar di daerah pedalaman dan terpencil di Kalbar ini.
Kendati tempat tugasnya ini merupakan daerah Islam minoritas, agama yang dianutnya, Nispawati tetap merasa nyaman. Dia dapat dengan mudah beradaptasi dengan masyarakat setempat.
Kini, Nispawati sudah sering sakit-sakitan dan menunggu masa purnatugasnya sebagai guru PNS. “Sudah tiga tahun ini saya mengusulkan tunjangan guru terpencil, tetapi tak dapat-dapat,” ungkapnya.
Memrihatinkan. Kendati bertugas di Hulu Kapuas, Nispawati tidak mendapatkan tunjangan guru pedalaman, terpencil dan perbatasan, seperti guru-guru lainnya. Sejak 2013 dia mengupayakannya. Tetapi tidak kunjung membuahkan hasil. Pada 2016 ini diusahakannya lagi. “Tunjangan guru terpencil hanya Matalunai yang tidak dapat,” sesalnya.
Menurut Nispawati, salah satu penyebab dirinya tidak mendapatkan tunjangan guru terpencil adalah Data Pokok Pendidikan (Dapodik) di Dinas Pendidikan. Tetapi dinas tidak bisa menunjukkan masalahnnya. “Saya mengurusnya sampai ke Pontianak. Tetapi tidak jelas juga,” tuturnya.
Perempuan sederhana ini juga selalu kesulitan untuk mengurus administrasi di Dinas Pendidikan Kapuas Hulu yang letaknya di Ibukota Kabupaten, Putussibau. Apalagi ongkos Matalunai-Putussibau mencapai jutaan rupiah menggunakan speeboat.
“Di sini (Matalunai, red) sulit untuk berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan. Transportasinya jauh, yang ada hanya jalur sungai yakni menggunakan speedboat,” tutup Nispawati.
Laporan: Andreas
Editor: Mordiadi