-ads-
Home Rakyat Kalbar Tak Mau Kalbar Dihuni LGBT

Tak Mau Kalbar Dihuni LGBT

Diskusi Siswa Dan Alumnus dari berbagai perguruan tinggi membahas tentang LGBT di Graha Pena Kalbar

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Mahasiswa Pontianak menolak kehadiran kaum Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender (LGBT). Mereka meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar aktif menyuarakan penolakan LGBT.
“LGBT merupakan fenomena sosial yang sangat mengerikan,” ucap M Agustiar Akbar, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (Fisipol), Untan, kala berdiskusi bersama Rakyat Kalbar di Graha Pena, Sabtu (26/3).
Akbar berpendapat, LGBT merupakan perbuatan menyimpang dari norma-norma sosial maupun agama. Perilaku tak terpuji itu juga sudah keluar dari kodrat manusia.
“Lihat saja sekarang perempuan sama perempuan dan laki-laki sama laki-laki. Itu sudah jelas LGBT sudah menyimpang dari norma sosial,” tegasnya.
Menurutnya, agama apapun pasti melarang perilaku kaum LGBT. “Binatang saja tidak ada yang suka sesama jenis. Pasti jantan mau sama betina,” celetuknya.
Persoalan LGBT dianggap sangat rumit diatasi. Kaum LGBT menganggap bebas hingga tidak ada batasnya. “Seperti yang terjadi sekarang, ada menggolongkan diri masing-masing sesuai keinginan mereka,” ungkap Akbar.
Mahasiswa semester IV ini tidak mau fenomena LGBT merusak tatanan kehidupan sosial di Kalbar. Terlebih di lingkungan kampus. “Bagaimana dampak LGBT bagi kaum muda. Saya kira perlu diperhatikan, karena kaum muda adalah generasi penerus bangsa,” ucapnya.
Akbar berpandangan, jika kaum muda sudah terkena penyakit LGBT. Maka perlu mendapat perhatian khusus, baik itu dari keluarga, kalangan pelajar, mahasiswa maupun pemerintah.
“Pihak terkait mesti punya peran, supaya yang namanya LGBT ini bisa diatasi. Sekarang kita mesti mencari tahu, apa sih penyebabnya dan kenapa LGBT marak terjadi. Saya kira ada faktornya, bukan tanpa alasan,” jelas Akbar.
Akbar tidak mau LGBT menyebar luas ke belantara Kalbar. “Jangan sampai yang namanya penyakit LGBT ini menyebar ke mana-mana,” pesannya.
Akbar bercerita, LGBT saat ini sudah sampai ke pelosok kampungnya di Timur Kalbar. “Orang kampung sudah tahu yang namanya LGBT. Namun belum paham apakah postif atau negatif,” bebernya.
LGBT, kata Akbar, cenderung mempunyai sifat yang aneh. Laki-laki bergaya perempuan dan perempuan bergaya laki-laki. “Di kampung saya itu ada. Kan ini merupakan fenomena sosial,” sesalnya.
Sebagai pemuda sehat dan normal, Akbar tidak mau teman-temannya di dera penyakit tersebut. “Saya pernah ingatkan teman secara pendekatan, perlahan-lahan dan tahapan. Namun dia berpandangan lain, dia itu membenarkan apa yang dia lakukan, menurutnya itu tidak salah,” ungkapnya.
“Jadi tugas saya sekarang, bagaimana bisa menyadarkan dia, kalau perbuatan atau gaya hidupnya seperti itu sebenarnya keliru atau salah, tidak sesuai dengan yang sudah dikodratkan oleh Tuhan,” timpalnya.
Sementara mahasiswa Fakultas Hukum, Untan, Rudiansyah punya pendapat berbeda. Ia mengatakan, LGBT bukanlah virus atau penyakit. “Bukan juga penyakit yang bisa menular. Tapi ini masalah orientasi seks,” ucapnya lantang.
Pria asal Kabupaten Kubu Raya ini mengaku, telah bergabung di tim penelitian LGBT. Bersama psikologi, Duta HIV Kalbar, pusat informasi konseling dari BKKBN dan penilitian Fakultas Hukum tentang LGBT.
“Berbicara masalah orientasi seks, LGBT ini susah untuk dideteksi. Siapa yang bisa mendeteksi orientasi seks seseorang? Itu sangat bersifat private. Jadi kesimpulannya, sangat susah mendeteksi LGBT,” serunya.
Rudi—sapaan akrabnya—mengatakan, seseorang tidak bisa dikatakan sebagai LGBT, melihat dari gaya bicara atau perilaku. “Belum tentu perempuan yang berperilaku tomboi itu adalah lesbi. Dan pria yang kemayu-mayuan belum tentu seoarang gay,” tandasnya.
“Malah selama ini pria sixpex dan berwajah ganteng, bahkan sangat kekar, justru masuk kategori gay,” sambung Rudi.
Untuk sekarang ini, Rudi pesimis LGBT bisa dihalau. Cara mengatasinya paling susah, karena ini masalah orientasi seks manusia. “Kalau mau dibuat undang-undang atau peraturan pun, belum tentu mereka bisa jera. Bukan berarti mereka dihukum lalu tidak melakukan hal itu lagi,” katanya.
Menurutnya, sampai sekarang DPR RI belum berani punya ide, membuat peraturan di Indonesia untuk mengatasi LGBT.
“Saya tetap berkesimpulan LGBT itu masalah orientasi seks. Sampai sekarang orang-orang belum bisa mencari, kalau di lihat secara kasat mata mungkin iya. Tapi kita tidak boleh menjust seseorang,” ungkap Rudi.
Pengalaman buruk diduga menjadi penyebab seseorang terserang LGBT. “Misalnya cowok diberlalukan kasar sama keluarganya, atau diarahkan seperti ke wanita-wanitaan,” kata Rudi.
Siti Mustiani, mahasiswi STMIK Pontianak berharap, LGBT jangan sampai merusak anak muda sebagai penerus bangsa. Ia menilai, pendidikan sangat penting untuk mencegah LGBT.
“Mulai cegah dari ruang lingkup keluarga. Karena perhatian orangtua, sanak saudara bisa mencegah terjadinya LGBT. Pergaulan anak mesti diperhatikan,” sarannya.
Mahasiswa Politeknik Negeri Pontianak (Polnep), Mahdi menilai, LGBT punya dampak negatif yang sangat banyak. “LGBT sangat buruk dan berpengaruh negatif untuk generasi muda Indonesia dan Kalbar,” urainya.
Ia menegaskan, perlu ada tanggapan khusus dari Pemerintah Provinsi Kalbar. “Bila perlu buat pengumuman dan bersosialisasi mencegah serta menolak LGBT. Jangan sampai pemerintah hanya ngomong-ngomong saja, tapi tidak ada bukti nyata. Itu sama bualnya,” tegasnya.
Menurut mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan ini, pemerintah bisa mengadakan penyuluhan soal bahaya LGBT. “Itu sangat baik supaya masyarakat kita tahu. Pemerintah harus langsung turun tangan untuk memberikan solusi kepada masyarakat,” pintanya.
Misalnya, ada tim khusus untuk menyuluh ke daerah-daerah Kalbar. “Intinya bagaimana masyarakat mengetahui LGBT, menginformasikan LGBT itu tidak baik serta dapat merusak pemuda-pemuda yang ada di Kalbar,” saran dia.
Kalau bisa, ada pembahasan khusus di sekolah soal LGBT. “Adakan jam khusus untuk memberi materi kepada pelajar. Pemerintah jangan hanya berbicara LGBT tidak baik, kalau tidak ada tindakan sama saja omong belaka,” sesalnya.
Mahdi menyatakan menolak LGBT. Dia berharap, jangan sampai merebah luas di Kalbar. “Saya tidak mau Kalbar dihuni LGBT, bisa hancur nanti. Mungkin ada rehabilitasi LGBT. Agar tidak mengulangi hal yang sama dan tidak merusak diri sendiri,” katanya.

Laporan: Deska Irnansyafara
Editor: Hamka Saptono

Exit mobile version