Kondisi velodrome di sebelah selatan Komplek GOR Sultan Syarif Abdurrahman (SSA) Pontianak semakin tak tentu rudu (buruk). Dibangun dengan dana miliaran rupiah, kesan mubazir terlihat jelas saat memasuki stadion balap sepeda tersebut.
Fikri Akbar, Pontianak
Bangunan yang berbentuk oval ini terlihat kusam, sepi, dan menyeramkan. Rumput panjang dimana-mana, tulang-belulang besi lintasan menyembul keluar, dan pagar pembatas lintasan sudah keropos bahkan sebagian lainnya sudah ada yang copot.
Di seberang pintu masuk, di jalur lintasan yang menjadi mimpi ribuan pembalap sepeda bisa berprestasi di sana, malah didapati sepasang kekasih tengah asik bersantai. Sayup-sayup, sesekali terdengar canda dari keduanya.
Tak berapa lama, mereka terlihat semakin mesra, Sang Pejantan terlihat berbaring di paha bidadarinya sambil menikmati matahari sore. Selasa (5/1) sore, velodrome ini milik mereka berdua.
Tiba-tiba, seseorang berambut mohawk dengan anting tersemat di telinga kanan datang menghampiri awak koran ini. Dari penampakannya, mungkin berusia sekitar 13-15 tahun, usia jamak anak sekolahan.
Ia menyapa, meminjam korek api untuk menyulut sebatang rokok yang terkepit diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya. Setelah rokoknya menyala, dia pun berlalu menuju beberapa orang anak seusianya —bahkan ada yang terlihat lebih muda— yang duduk di sebelah kanan lintasan. Mereka teriak-teriak sambil bermain gitar.
Secara umum, aset Kalimantan Barat itu sungguh memprihatinkan. Mimpi Kalbar membangun stadion balap sepeda kelas olimpiade jauh api dari panggang. Velodrome ini bahkan belum sekalipun terpakai sejak dibangun tahun 2007 silam.
“Saya sangat menyayangkan,” kata Erwin Anwar, bekas atlet balap sepeda kelas road and track Kalbar era 1980-an.
Pria berusia 66 tahun tersebut sangat berharap aset pemerintah itu dapat diperhatikan. “Apa kita tega mau membiarkan itu (velodrome di SSA,red) jadi monumen yang ndak jelas begitu. Sementara pembalap sepeda Kalbar punya prestasi, yang sangat terbaik di Kalbar ini dibandingkan seluruh cabang olahraga lainnya,” tutur Erwin, nadanya prihatin.
Memang, satu-satunya cabang olahraga di Kalbar yang atletnya pernah ikut olimpiade hanya balap sepeda. Erwin mengatakan, kebijakan pemerintah kala membangun velodrome itu menginginkan pembangunan terlaksana langsung di bawah Pengurus Provinsi Ikatan Sepeda Seluruh Indonesia (ISSI) Kalbar.
Namun, di tengah pembangunan berjalan, BPK RI menemukan kejanggalan dari sisi teknis bangunan. Pembangunan pun dihentikan, masuk proses hukum. Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: 14/Pid.Sus/TP.Korupsi/2011/PN.PTKTahun 2012 telah dikeluarkan, yang berujung pada eksekusi tersangka korupsi pembangunan velodrome pada Rabu malam, 23 April 2015.
“Alangkah eloknya, oke ini sudah inkrah, sudah ada kekuatan hukum tetapnya, ya kita kelolalah yang sudah dibangun ini dengan baik. Siapa tau muncul lagi atlet-atlet seperti dulu, yang bahkan kita belum punya velodrome saja bisa sampai ke olimpiade, masa’ sekarang tidak bisa,” papar mantan pelatih balap sepeda Kalbar tahun 1987-2000 itu.
Menurut dia, satu-satunya yang masih berkondisi baik dari keseluruhan bangunan itu hanya pondasinya saja. Sementara, lintasan dan safety zone-nya tidak layak pakai. Harus dibongkar, dibangun ulang kalau benar hendak digunakan.
“Kesalahan awal di konstruksinya. Mulai dari lintasan, penulangannya harus dua lapis, inikan hanya satu lapis, waktu dilewati melentur. Jadi, semakin sering dilintasi akan terjadi retak rambut dan keropos. Lama-lama bubuk semennya habis, nampak tulangannya. Tulang itu karena hanya satu lapis, kena hujan panas berkarat, tidak bisa dipakai juga,” ungkap Erwin.
Sejauh ini, pria yang saat ini juga menjabat Sekretaris Umum KONI Kalbar mengaku sudah beberapa kali meminta pemerintah melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) agar velodrome dapat difungsikan. Dengan catatan, ya itu tadi, selain pondasi, keseluruhan bangunan velodrome direnovasi total.
“Ambil langkah bijaksana. Saya yakin orang-orang teknik pun akan berpikiran sama dengan saya, hanya pondasi bisa dipakai. Selebihnya kita buang,” jelasnya.
Lebih lanjut, hemat dia, jika semakin lama dibiarkan, lambat laun akan semakin banyak biaya renovasinya. Selain itu, velodrome yang terbengkalai ini sangat rentan disalahgunakan. “Itu juga yang kita khawatirkan, nanti yang (pakai) Narkoba ke sana, pacaran ke sana, rusak,” tutup Erwin. (*)