eQuator – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberi peringatan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Peringatan tersebut terkait surat domisili yang diprediksi akan banyak dikeluarkan jelang pilkada serentak 9 Desember nanti.
“Saya menyampaikan agar KPU dan Bawaslu berhati-hati menyikapi surat domisili itu. Jangan kemudian membolehkan (penggunaan surat domisili),” kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh‎ kepada wartawan di Jakarta, Senin (23/11).
Zudan menegaskan surat domisili yang dikeluarkan pihak kecamatan dapat membuat seseorang yang bukan warga asli setempat bisa menggunakan hak suaranya dalam pilkada di tempat ia tinggal. Sehingga, ada potensi manipulasi hak pilih dengan surat domisili itu.
“Sejauh ini Kemendagri sudah menerima laporan bahwa ada lebih dari 1.500 permintaan penerbitan surat domisili untuk digunakan saat pemilihan di pilkada. Padahal dalam aturannya surat domisili tidak bisa dijadikan surat keterangan memperoleh hak pilih,” kata Zudan.
Menurut Zudan, salah satu dampak jika surat keterangan domisili dianggap sah sebagai hak memberikan suara berpotensi menimbulkan kericuhan.
“Tidak perlu putaran kedua untuk menentukan siapakah calon pemenang. Sehingga, jika selisih suara diakibatkan pemilih dengan surat domisili terjadi, maka kericuhan tak bisa dihindari,” kata Zudan.
Untuk menangkalnya, Kemedagri sudah menekankan akan pentingnya koordinasi dengan instansi Dukcapil di daerah. Tujuannya, agar pemilik suara yang ingin mengklaim surat keterangan suara, mengisi formulir F 101.
Dengan formulir tersebut, lanjut Zudan, maka data dari pemohon bersangkutan bisa dicek dalam program Dukcapil. Dari proses itu nantinya data asli mereka akan segera terungkap.(Rmol).