eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Kasus pembakaran bendera tauhid yang dilakukan beberapa oknum salah satu Ormas Islam di Garut, Jawa Barat membuat Indonesia bergejolak. Terjadi demo dimana-mana mengecam perbuatan tersebut.
Menyikapi kasus pembakaran tersebut, pihak istana Kadriah Kesultanan Pontianak mengundang para tokoh agama, masyarakat, Ormas dan pihak keamanan, Rabu (24/10) malam. Pertemuan di Istana Kadriah tersebut bertujuan menjaga kondusivitas Kota Pontianak. Jangan sampai kejadian tersebut menimbulkan keresahan di Kota Pontianak yang sudah aman dan damai. “Makanya dari itu saya mengundang para para tokoh, ormas, alim ulama, ustadz, bertujuan untuk menjaga kondusivitas Kota Pontianak ini,” kata Sultan Pontianak, Syarif Machmud Melvin Alkadrie.
Sultan berharap, pihak keamanan dapat menegakkan keadilan. Kemudian dari hasil pertemuan tersebut, Aliansi Umat Islam Kalbar Bersatu bakal menggelar aksi damai pada Jumat (26/10). Aksi sebagai bentuk pembelaan terhadap kalimah tauhid.
Terpisah, Departemen Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat PC GP Ansor Kabupaten Sambas, Ali Akhbar mengatakan, tragedi pembakaran bendera HTI yang bersimbol tauhid oleh oknum Banser dengan tindakan spontanitas secara sepihak merupakan kekeliruan. Karena tindakan tersebut tanpa dikoordinasikan terlebih dahulu kepada aparat keamanan. “Seharusnya atribut HTI yang bersimbol tauhid tersebut diserahkan dan diamankan atau diserahkan kepada aparat keamanan,” katanya, Kamis (25/10).
Ali menilai, pembakaran tersebut kurang etis. Sebab dipublikasikan melalui video, sehingga menyulut demonstrasi berbagai pihak. “Tapi di sisi lain saya juga tidak setuju dengan sikap para demonstran, karena terlihat seolah yang dipersalahkan ialah Banser. Bukan justru oknum Banser,” ujarnya. “Terjadinya demonstrasi tersebut beralasan membela simbol tauhid atas dugaan defamation Banser terhadap bendera yang belambangkan tauhid,” timpal Ali.
Menurutnya, dalam sejarah Islam, pertama tidak adanya keharaman hukum pembakaran Mushaf Alquran, Mushaf Ubay Ibn Ka’ab, Abdullah Ibn Mas’ud, Zaid Ibn Tsabit pada masa khalifah Utsman Ibn Affan. Atas perintah Utsman agar tidak terjadi keragaman bacaan, yang akhirnya kini dikenal sebagai Rasm Utsmani.
Kedua pada perang siffin antara kelompok Muawiyah dengan kelompok Imam Ali ibn Abi Thalib dengan menancapkan Alquran di atas tombak sebagai tameng perdamaian. Ketiga, Pembakaran mesjid atas perintah Rasulullah, Al-Taubah 107-108.
“Tapi menurut pribadi terkait pembakaran tersebut, jika didalami lagi hal ini bukan merupakan penistaan jika tujuannya ialah untuk menjaga nilai kesakralan. Tapi akan berubah menjadi penistaan jika tujuannya ialah untuk melecehkan nilai kesakralan,” pungkasnya.
Laporan: Maulidi Murni, Sairi
Editor: Arman Hairiadi