eQuator – Banyak orang menganggap kerja di perusahaan kontraktor itu bergengsi dan banyak duitnya. Begitupun apoteker, lantaran penghasilannya menjanjikan. Tetapi Triana Susilawati tak peduli, dia pun move on.
Mordiadi, Singkawang
Untuk urusan perut semua orang mau bekerja dalam kadar kerja keras maupun santai. Tapi bagi Triana Susilawati, bekerja itu harus dihayati, dikuasai dan dicintai seperti dia kini memproduksi roti.
Lihatlah, wajahnya kerap berkeringat mengadon tepung dan memanggang roti dan bolu. Dia dan sejumlah karyawannya bersemangat untuk melihat hasil akhir dari racikannya.
“Dulu saya bekerja dengan orang sebagai kontraktor dan apoteker di Kota Pontianak. Sekarang saya lebih memilih untuk membuka usaha sendiri di Singkawang, berjualan roti,” tutur Triana Susilawati kepada Rakyat Kalbar di kediamannya Gg Amal II No.19, Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Roban, Singkawang Tengah, Rabu (4/11).
Bergumul dengan bisnis roti dilakukannya sejak 2009. Padahal, buka rahasia kalau dia mengaku tidak memiliki keahlian dasar sama sekali untuk membuat roti, dan itu sangat kesulitan tujuh tahun silam. “Awalnya saya coba beberapa kali membuat roti, tetapi sering gagal. Ada hasilnya yang keras, tidak enak dan macam-macam,” ungkap Susi, begitu dia biasa disapa.
Kendati sering gagal, tidak membuat alumnus SMA Negeri 1 Singkawang ini patah semangat. Hingga akhirnya jadilah roti yang empuk dan sangat nikmat. “Awalnya saya menggunakan saringan untuk menanak nasi, dan oven punya orangtua saya,” kata ibu lima anak ini.
Setelah berhasil membuat roti yang dirasanya nikmat dengan peralatan sederhana, perempuan berjilbab yang pernah mengikuti pelatihan administrasi perkantoran ini pun mulai coba membuat roti untuk dijual. Berawal dari bahan baku sekitar 2 kilogram. “Saya kirim SMS (pesan singkat) ke seluruh teman, mau tidak membeli roti buatan saya,” ujar Susi.
Beberapa teman mencicipi akhirnya ada yang memesan roti bikinan tangannya. Lama kelamaan semakin ramai teman-teman yang berminat hingga akhirnya menjadi langganan tetapnya. “Uang hasil penjualan awal itu, saya jadikan modal lagi untuk membeli bahan bakunya,” katanya.
Setelah selera teman-temannya terpenuhi, Susi pun mencoba untuk mengkomersialkan rotinya itu ke warung-warung di sekitar tempat tinggalnya. “Bahan baku yang saya gunakan pun saya tambah lagi menjadi 4 kilogram,” katanya.
Ternyata warung yang menerima penitipan roti tambah permintaan lantaran warga banyak yang meminati. Akhirnya Susi yang mulanya bos rangkap karyawan alias kerja sendirian, mulai kewalahan memenuhi permintaan. “Saya pun minta bantu kakak ipar, menambah loyang-loyang,” ujarnya.
Sekitar enam bulan berjalan, Susi pun mampu beli oven yang lebih besar dan bagus untuk memanggang roti lebih banyak, dan tidak lagi hnya mengandalkan oven orangtuanya.
Buulan demi bulan hingga jalan setahun, usaha roti Susi terus berkembang. Langganan tak hanya teman dan warung-warung sekitar rumahnya di Kota Singkawang. Sayapnya melebar ke Selakau, Pemangkat, Setapuk, bahkan hingga Tebas dan Jawai, Kabupaten Sambas.
Jumlah karyawan pun terus bertambah. Dari yang hanya dibantu kakak ipar, menjadi sebelas orang dengan sembilan karyawan memproduksi roti dan dua orang membuat bolu. “Sekarang ada delapan oven,” ungkap Susi mengembangkan senyum.
Ada tiga jenis roti andalan produksi Susi, yakni bolu, roti manis dan burger. Kini terigu yang dibutuhkan melejit hingga 100 kg, gula pasir 50 kg dan telur 30 kg per hari. Dengan bahan baku sebanyak itu, Susi mampu menghasilkan sekitar 2.000 bolu, 2.roti dan 700 burger per hari. Semua itu pesanan pelanggannya. Saking larisnya pembeli perlu order dulu baik datang langsung ke rumahnya atau via telepon 081345673243.
“Bisa datang langsung untuk memesan roti,” kata putri almarhum Bujang Suwinto dan Hj Fia Hafizah ini sedikit promosi. Padahal semua kalangan menyukainya lantaran harga yang terbilang murah, dari Rp400 hingga Rp1.500 per roti.
Pelanggannya mulai dari masyarakat bawah di Kota Singkawang dan sekitarnya hingga istri Wakil Wali Kota, Ny Agustina Abdul Mutalib, yang juga Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kota Singkawang. “Maulid kemarin beliau memesan hingga 850 roti,” ungkap Susi.
Kalau dulu sebutannya roti buatan anak Pak Bujang Suwinto, sejak 2014 Industri Rumah Tangga (IRT) milik Susi ini sudah diberi nama, Roti Muthi.
Susi pun telah mengantongi Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Dinas Kesehatan Kota Singkawang, serta Izin Gangguan dari Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Singkawang.
Di tengah pesatnya perkembangan usaha dan kini tengah teriknya situasi ekonomi, Susi kini dihadapkan pada kendala permodalan, terutama untuk membuat tempat usahanya lebih luas. Ruangan produksi roti sudah sangat sempit.
Kendati belum pernah mendapatkan sentuhan bantuan dari pemerintah, Susi sudah bersyukur, lantaran dengan usahanya saat ini, selain dapat membuka lowongan pekerjaanya, dia juga bisa membiayai pendidikan kelima anaknya.
Anak pertamanya kuliah di STAIN Jawa Timur, kedua di Pondok Pesantren Bangil, yang ketiga SMA, yang keempat SMP dan terakhir di SD Muhammadiyah Singkawang.
Di balik usaha rumahannya, ternyata Susi memendam impian besar yang ingin diwujudkan. “Saya ingin menghidupkan kembali usaha orangtua saya yang terhenti sejak 15 tahun lalu, yakni usaha pembuatan kecap, manis, asin dan taucho,” ungkapnya.
Usaha orangtuanya itu terhenti, lantaran tidak memiliki alat pengering kacang kedelai. “Saya ingin mempunyai alat pengering kacang kedelai itu, karena sekarang ini susah untuk pengeringannya, mengingat pemukiman semakin padat,” tutup Susi. (*)