eQuator.co.id – Pontianak-RK. Polemik ganti rugi lahan tak menyurutkan semangat Pemprov Kalbar mensupport pembangunan pelabuhan internasional Tanjungpura di Kabupaten Mempawah. Sebab, diyakini, dengan adanya pelabuhan tersebut, ketika Ibukota Indonesia pindah ke Pulau Kalimantan, Kalbar bakal jadi yang paling strategis.
Itu sebabnya, Gubernur Sutarmidji terus memacu progres pembangunan pelabuhan itu. Agar bisa digunakan secepatnya.
“Kalau sudah beroperasi, saya pastikan tidak akan ada masalah,” tutur Midji, karib Sutarmidji disapa, Jumat (12/7).
Mantan Walikota Pontianak dua periode itu memastikan, pihaknya mem-back-up semaksimal mungkin proses pembangunan pelabuhan internasional tersebut. “Kalau ada hambatan, kita akan mediasi, kita membantu kalau terjadi hambatan,” tegasnya.
Pelabuhan internasional yang dibangun di wilayah Kijing Kabupaten Mempawah itu nantinya, menurut Midji, akan diberi nama pelabuhan Tanjungpura. Saat beroperasi nanti, ia menerangkan, pelabuhan internasional tersebut tentu akan menemui masalah dan tantangan. Baik dari dalam maupun dari luar.
Sebab, ia tak memungkiri bahwa ada pihak-pihak tertentu yang tak menginginkan kehadiran pelabuhan internasional di wilayah Kalbar. “Yang dari luar, semuanya tidak menghendaki pelabuhan internasional itu maju,” beber Midji.
Karena itu, ia meminta seluruh masyarakat Kalbar agar mendukung sepenuhnya pembangunan internasional tersebut. Dalam jangka panjang, pelabuhan internasional Tanjungpura akan berdampak luar biasa positif bagi kemajuan Kalimantan Barat.
“Kalau Ibukota Negara pindah di Pulau Kalimantan, pelabuhan yang paling strategis alur keluar masuk barang lokal maupun internasional adalah Provinsi Kalbar,” ungkapnya.
Nah, untuk memunjang pengoperasian pelabuhan internasional nanti, Midji meminta Pemerintah Kabupaten Mempawah menyiapkan fasilitas-fasilitas. Diantaranya air bersih.
PINDAH IBU KOTA, PERLU RP 466 TRILIUN
Setakat ini, lokasi pemindahan Ibukota tinggal menyisakan dua provinsi untuk dipilih salah satu. Yakni Kaltim atau Kalteng. Sedangkan pemerintah telah mengestimasikan biaya pembangunan Ibu Kota baru sebesar Rp 466 triliun. Namun pembiayaan itu tak sepenuhnya ditanggung APBN. Melainkan dengan beberapa skema.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, ada beberapa rencana pembangunan yang direncanakan. Pertama, pembangunan gedung legislatif, eksekutif dan yudikatif memerlukan dana sebesar Rp 32,7 triliun.
Pembiayaannya diestimasikan bakal menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). “Kecuali pembangunan Istana Negara dan bangunan TNI/Polri, akan dilakukan dengan menggunakan APBN,” bebernya.
Kemudian rumah dinas untuk aparatur sipil negara (ASN), sarana kesehatan, lembaga pemasyarakatan (LP), juga akan menggunakan skema KPBU. Sementara sarana pendidikan dan kesehatan sebesar Rp 265,1 triliun dapat menggunakan dana dari swasta dengan menggunakan skema kerja sama pemanfaatan sarana.
Pembangunan fasilitas lain yang juga menggunakan KPBU antara lain jalan, fasilitas listrik, telekomunikasi, air minum, drainase, pengolah limbah dan sarana olahraga sebesar Rp 160,2 triliun. Sementara penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) akan menggunakan APBN. “Untuk biaya pengadaan lahan sebesar Rp 8 triliun, pemerintah juga akan menggunakan APBN,” ucapnya.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil mengatakan, pihaknya telah mengetahui bahwa ada aksi spekulasi harga tanah di Kaltim dan Kalteng.
Untuk itu, dia akan mencegah pihak swasta di lokasi calon Ibu Kota baru untuk menjual tanah secara bebas. “Kami akan freeze (membekukan). Siapa pun tidak boleh menjual tanah kepada siapa pun, kecuali kepada otoritas atau BUMN. Itu untuk tanah individu,” katanya.
MENGURANGI GAP PEMBANGUNAN
Esensi dari wacana pemindahan Ibu Kota negara yang diembuskan pemerintah pusat dalam rangka mempersempit jurang atau gap pembangunan antara kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia. Dalam konteks ini yakni antara pulau di luar Jawa dan Pulau Jawa itu sendiri.
Di mata pengamat ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Aji Sofyan Efendi, pembangunan di kawasan barat Indonesia selalu diidentikkan dengan ketersediaan infrastruktur yang serba bagus dan maju. Punya sarana dan prasarana yang serba lengkap.
Sebaliknya, pembangunan infrastruktur di kawasan timur Indonesia dipresentasikan dengan ketertinggalan. Baik dari sisi pembangunan infrastruktur, ekonomi, maupun sumber daya manusia (SDM) masih tertinggal.
“Faktanya memang menunjukkan yang demikian. Pembangunannya tidak sebagus yang ada di Pulau Jawa. Sarana dan prasarana sosialnya lebih terbelakang kalau harus bercermin dengan yang ada di Jawa,” kata dia kepada Kaltim Post (Jawa Pos Group) belum lama ini.
Langkah pemerintah pusat mendorong pemindahan pusat pemerintahan Indonesia di luar Pulau Jawa adalah kebijakan yang sangat strategis. Terlepas apakah nanti ibu kota negara itu akan dipindah di Kalteng atau Kaltim.
“Pemindahan itu akan mendorong peningkatan pembangunan di kawasan timur Indonesia. Kalau itu dilakukan di Kaltim, maka akan membawa dampak sosial, budaya, dan ekonomi. Pemindahan itu untuk mencegah kecemburuan sosial dari daerah tertinggal,” jelasnya.
Di sisi lain, pemindahan ibu kota negara itu akan semakin menguatkan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena Indonesia bukan hanya semata berada di Pulau Jawa. Tetapi meliputi pulau-pulaunya di Tanah Air.
“Pemindahan ibu kota negara sudah pernah dilakukan di beberapa negara di kawasan Asia. Misalnya Tiongkok dan Malaysia. Kalau pemindahan itu dilakukan di Kaltim, maka dapat dipastikan akselerasi pembangunan infrastruktur akan semakin cepat,” kata dia.
Diwartakan sebelumnya, kans Kaltim jadi Ibu Kota negara kian kuat. Selain Kalteng yang jadi pesaing. Penentuan ibu kota negara merujuk pada beberapa kriteria. Di antaranya, lokasi yang strategis. Secara geografis berada di tengah wilayah Indonesia untuk merepresentasikan keadilan dan mendorong percepatan pengembangan wilayah kawasan timur Indonesia (KTI).
Dari kajian Bappenas, terdapat sejumlah keunggulan Kaltim. Di antaranya, provinsi ini dekat dengan dua bandara besar. Yakni, Bandara Internasional Sepinggan di Balikpapan dan Bandara APT Pranoto di Samarinda. Di samping itu terdapat Jalan Tol Balikpapan-Samarinda. Juga dekat dengan Pelabuhan Semayang Balikpapan.
Selain itu, Kaltim dinilai lebih sedikit kelemahannya ketimbang Kalteng. Di Kalteng, lokasinya jauh dari pelabuhan laut, perlu waktu 6 jam. Lalu ketersediaan sumber daya air sangat terbatas, hanya tersedia air sungai.
Di sisi lain, Bupati Katingan, Provinsi Kalteng, Sakariyas menyampaikan, sekitar 80 persen lokasi ibu kota negara bisa dipastikan di Kalteng (Katingan, Gunung Mas, dan Palangka Raya). “Di wilayah Kabupaten Gunung Mas itu akan dibangun istana negara, perkantoran pemerintah, DPR RI, dan perkantoran lainnya. Sedangkan Katingan akan dibangun perumahan, bandar udara, dan pelabuhan laut,” kata Sakariyas, Rabu (10/7).
Dikatakannya, akan banyak yang pindah menjadi warga Kalteng terutama ASN yang jumlahnya sekitar 1.500.000 pegawai yang selama ini bertugas di pemerintah pusat. “Ini yang terdaftar jika ASN, belum lagi warga lainnya yang tidak terdaftar,” ujar bupati.
Sementara itu, Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin menerima kunjungan kerja (kunker) Komisi V DPR RI meninjau wisata waterfront city di Flamboyan Bawah, pile slab di Bukit Rawi. Selain itu, juga diadakan pertemuan di Kantor Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya.
Fairid memaparkan, Kota Palangka Raya masih memiliki wilayah yang cukup luas. Dari seluruh wilayah yang ada di Kota Palangka Raya, hanya 2,24 persen kawasan yang sudah terbangun. Bahkan, Kota Palangka Raya masih tercatat sebagai kota dengan penduduk yang sedikit.
“Untuk itu, Kota Palangka Raya masih memiliki tempat yang cukup bagi pendatang. Bahkan masyarakat Kalteng, khususnya Kota Palangka Raya, terbuka terhadap pendatang,” katanya saat menyampaikan paparan di Ruang Rapat Peteng Karuhei, Kantor Pemko Palangka Raya, Kamis (11/7).
Dijelaskannya, rencana tata ruang wilayah kota (RTRWK) telah diselesaikan pada bulan Mei lalu. Ada beberapa keunggulan Kalteng. Salah satunya yakni wisata air hitam yang ada di Kelurahan Kereng Bangkirei.
“Hanya ada dua negara yang memiliki air hitam, yakni Indonesia tepatnya di Kota Palangka Raya dan di Brazil. Tentu ini menjadi salah satu kebanggaan bagi Kota Palangka Raya,” jelasnya.
Ketua rombongan anggota Komisi V DPR RI Ibnu Munzir menyebutkan, setelah mendengarkan paparan Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin, pihaknya menilai bahwa Kota Palangka Raya memiliki potensi sebagai wilayah pemindahan ibu kota pemerintahan. Karena itu, mulai dari sekarang harus segera disiapkan dan dipikirkan.
“Kami sudah meninjau langsung jalan nasional dan wisata waterfront city. Gagasan Pemko Palangka Raya cukup menarik,” singkatnya.
Kabar pemindahan ibu kota sudah dipastikan ke Kalteng, juga ditanggapi Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkim) Kalteng Ir Leonard S Ampung.
“Pembangunan lokasi ibu kota nanti menjadi kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), yang langsung ditangani pemerintah pusat,” katanya kepada Kalteng Pos (Jawa Pos Group) di ruang kerjanya, Kamis (11/7).
Menurut Leo, pemerintah provinsi hanya menyiapkan rencana lokasi. Anggaran APBN yang disiapkan pun sedikit, karena banyak yang akan dibangun oleh swasta.
“Rencana pembebasan (lahan) masih belum. Perlu koordinasi dengan instansi terkait, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Kehutanan (Dishut), Dinas Perkebunan (Disbun), dan sejumlah perangkat daerah lainnya,” terangnya.
Ditambahkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalteng, H Shalahuddin, rencana pembangunan infrastruktur pada lokasi ibu kota akan menggunakan pendanaan dari pusat. “Pemerintah daerah hanya menyediakan lahan, sambil menunggu keputusan Presiden RI Joko Widodo akan penetapan calon ibu kota,” tuturnya.
Laporan: Abdul Halikurrahman, Kaltim Post/Kalteng Pos/JPG
Editor: Mohamad iQbaL