eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar diingatkan agar optimal namun tetap mengedepankan kehati-hatian dalam menggunakan APBD 2019. Termasuk pula serapan realisasinya yang juga harus maksimal sesuai peruntukannya.
“Kalau kami kaji dan nilai, masih belum maksimal dikarenakan berbagai faktor. Makanya kita ingatkan lagi,” ujar H Suriansyah, Wakil Ketua DPRD Kalbar, Senin (12/8).
Menurut Suriansyah, meski APBD 2019 lebih kurang 4 bukan berjalan, di mana masih terhadap beberapa bulan lagi dalam merealisasikannya, namun pengawas dan mengingatkan tetap dilakukan pihak legislatif dalam pengawasannya.
Politisi Partai Gerindra ini tahu dan paham betul bagaimana pola kerja eksekutif dalam merealisasikan anggaran. Di mana biasanya serapan anggaran rendah memang asalnya dari kinerja Organisasi Perangkat daerah (OPD). Seperti diketahui pada anggaran awal tahun, sebagian kinerja OPD terlihat santai.
“SKPD baru turun dan mulai bekerja, terutama terkait proyek infrastruktur yakni pada triwulan dua. Seperti proyek infrastruktur, persiapan tender malahan tidak dilakukan awal. Harusnya dilakukan pada awal atau pertengahan tahun,” paparnya.
Ketika masuk triwulan kedua, tambah Surianysah barulah sedikit bergerak. Makanya, anggaran fisik baru dapat terlaksana pada triwulan ketiga. “Ketika DPRD evaluasi setiap tahun sering begitu. Pola ini akan kami coba rubah bersama kepala daerah dan SKPD,” katanya.
Penyebab lain, sambung dia, sangat mungkin masih belum maksimalnya rendahnya serapan anggaran karena keterlambatan proses administrasi keuangan.
Seperti diketahui untuk dana APBN dari pusat ternyata masih banyak aturan belum diperinci dan diperjelas. Begitu juga mengenai petunjuk teknisnya masih simpang siur. “Ini hanya soal sinergi saja. Pihak mengeluarkan uang APBN dengan DPPKAD dan pelaksana harus sejalan dulu,” tuturnya.
Suriansyah menyebut penyebab berikut dan menjadi momok ialah ketegasan hukum terkait program proyek infrastruktur di lapangan. Di mana banyak kontraktor ketakutan karena aparat hukum yang masuk dan melakukan pemeriksaan sebelum maupun ketika proyek berjalan. “Persoalan seperti begini tidak harus ditakuti seandainya bekerja sesuai prosedur dan jalur,” tegasnya.
Sesuai jalur, dimaksudkan Suriansyah bahwa ketika pekerjaan berjalan maka bekerjalah secara baik sesuai petunjuk. Sangat kecil pihak OPD atau pelaksana dapar terjerat hukum. Resikonya juga akan sangat kecil sekali.
“Pertanyaannya adalah ketika pekerjaan tidak dilakukan secara baik, tentu ada resiko hukum menunggu. Itu yang harus dihindari. Saya pikir kontraktor dan SKPD paham itu,” tambahnya.
Suriannsyah meminta jangan sampai karena adanya resiko hukum lalu dijadikan alasan penyerapan APBD belum maksimal. Ia justru memandang belum maksimalnya serapan anggaran di pemprov secara efektif sering berulang setiap tahunnya.
“Sebelumnya pekerjaan tak maksimal apabila sudah masuk ke triwulan tiga atau empat. Sering serapan anggaran triwulan dua berada di bawah 30 persen. Triwulan tiga 50 persen. Triwulan ke empat barulah bisa masuk sekitar 95 atau 100 persen,” jelasnya.
Suriansyah berharap kepada kepala daerah menerapkan sistem reward dan funisment kepada OPD dan kepala kantor terkait serapan anggaran. Setiap OPD harus berani mengambil resiko untuk proses pencapaian serapan anggaran. Jangan sampai dana rakyat tidak terserap secara menyeluruh.
“Bisa saja dibuat pencapaian serapan anggaran. Misalnya saja triwulan pertama 25 persen, triwulan dua sekitar 50 persen, triwulan tiga 75 persen dan triwulan empat 95 sampai 100 persen. Kenapa harus ditegaskan. Sebab roda pembangunan terhambat, pertumbuhan ekonomi daerah ikut terhambat. Dana rakyat hubungannya dengan masyarakat banyak,” tutup Suriansyah.
Reporter: Gusnadi
Redaktur: Andry Soe