-ads-
Home Rakyat Kalbar Sanggau Sepuluh Kecamatan Tertular, Lima Terancam, Sayang Anjing atau Keluarga?

Sepuluh Kecamatan Tertular, Lima Terancam, Sayang Anjing atau Keluarga?

RAKOR. Wakil Bupati Sanggau Yohanes Ontot memimpin Rakor pencegahan dan pengendalian rabies di aula kantor Bupati Sanggau, Selasa (6/9). KIRAM AKBAR

eQuator.co.id – Sanggau-RK. Berdasarkan data tahun 2016, dari 15 kecamatan se-Kabupaten Sanggau, sepuluh kecamatan dinyatakan tertular rabies (virus anjing gila). Sementara lima kecamatan lainnya terancam.

Sepuluh kecamatan tersebut, Mukok, Jangkang, Entikong, Kembayan, Bonti, Hulu, Parindu, Tayan Hilir, Meliau dan Kapuas. Sementara lima kecamatan yang terancam, Sekayam, Noyan, Beduai, Balai dan Toba. Fakta tersebut disampaikan Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan (Distankanak) Sanggau, H. John Hendri saat menjadi pembicara pada pelaksanaan rapat koordinasi (Rakor) Pencegahan dan Pengendalian Rabies yang dilaksanakan di lantai 1 Kantor Bupati Sanggau, Selasa (6/9).

John Hendri menyampaikan, sejak ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), menyusul empat warga Sanggau meninggal akibat Hewan Penular Rabies (HPR), Distankanak bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Sanggau terus melakukan berbagai upaya pencegahan. Diantaranya melakukan vaksinasi terhadap HPR di enam kecamatan. Rinciannya, Kecamatan Kapuas 713 ekor HPR, Mukok 418 HPR, Kecamatan Jangkang 337, Kecamatan Entikong 300 HPR, Kecamatan Toba 120 HPR dan Kecamatan Parindu 86 HPR. Total HPR yang divaksin sebanyak 1.974 ekor.

-ads-

Distankanak juga membentuk produk hukum. Diantaranya Keputusan Bupati Sanggau Nomor 338  tahun 2016 tentang Pembentukan Rabies Center di Kecamatan Mukok. Keputusan Bupati Sanggau Nomor 361 tahun 2016 tentang penetapan KLB penyakit rabies di Kabupaten Sanggau. Instruksi Bupati Sanggau Nomor 01 tahun 2016 tentang Pencegahan Penyakit Rabies di Kabupaten Sanggau dan Keputusan Bupati Sanggau Nomor 379 tahun 2016 tentang Penetapan Status Tanggap Darurat Pengendalian dan Penanggulangan KLB di Kabupaten Sanggau. “Kami juga melakukan koordinasi lintas sektoral,” kata John Hendri.

Untuk dukungan sumber daya manusia yang ada, lanjut John, di antaranya ada dua dokter hewan, sembilan petugas paramedis dan 14 tenaga non teknis dengan total 25 SDM.

“Untuk upaya pencegahan dan pengendalian, kami mendapat dukungan dana APBD kabupaten, mengadakan berbagai kegiatan termasuk membeli vaksin rabies sebanyak 60 ampul dan APBD provinsi dengan ketersediaan sebanyak 2.600 vaksin rabies dan enam box spuit,” jelas John.

John mengaku ada beberapa kendala yang dihadapi pihaknya di lapangan, yaitu terbatasnya SDM yang memahami penyakit rabies. Belum optimalnya sosialisasi, terbatasnya ketersediaan Vaksin Anjing Rabies (VAR) untuk manusia. Kemudian rendahnya kesadaran masyarakat pemilik HPR melaporkan kasus gigitan, terbatasanya jumlah petugas dan terbatasnya sarana pendukung penanganan rabies.

Kepala Dinas Kesehatan Sanggau, dr. Jones Siagian, M.Qih menjelaskan, rabies adalah penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat, disebabkan virus rabies. Ada beberapa tanda-tanda yang menderita rabies, yaitu demam, sakit kepala, mual disertai muntah-muntah, agitasi, kegelisahan, kebingungan, hiperaktif, sulit menelan, air liur berlebihan, takut pada air dan cahaya, serta suara yang keras, halusinasi, insomnia dan kelumpuhan. Ada beberapa cara penular rabies, yaitu melalui gigitan anjing, kucing dan kera.

“Namun prosentase gigitan kucing dan kera kecil, sekitar dua persen. Sementara pada anjing sekitar 98 persen,” bebernya. Bagaimana mencegah rabies?

“Nah, tidak ada cara lain yang harus kita lakukan, hindari terkena gigitan HPR. Hanya itu salah satu caranya,” tegas Jones.

Jones juga menjelaskan apa yang harus dilakukan, apabila terkena gigitan HPR. “Cuci luka dengan sabun atau deterjen pada air mengalir selama 10-15 menit. Hindari tindakan invasif seperti menyikat luka dan lain-lain, karena bisa menyebabkan virus semakin menyebar. Setelah luka dicuci, berikan antiseptik dan tindakan selanjutnya adalah segera membawa orang yang terkena gigitan ke Puskesmas terdekat,” bebernya.

Direktur RSUD Sanggau, dr. Edy Suprabowo menjelaskan, hingga akhir September sudah menangani sembilan pasien dengan kasus gigitan rabies. Dari sembilan itu, empat di antaranya meninggal.

“Karena kalau rabies ini jika sudah menyerang sistem saraf, sudah tidak ada obatnya lagi,” kata Edy.

Keempat pasien yang dinyatakan meninggal tersebut dua orang berasal dari Kecamatan Mukok dua lainnya dari Kecamatan Jangkang.

“Pasien ini sampai di RSUD, dengan gejala gangguan sistem sarafnya sudah tidak bisa disembuhkan. Memang tidak ada obatnya seperti empat pasien dari Mukok dan Jangkang yang dinyatakan meninggal. Sementara yang lima kasus lainnya dan sembuh, itu mereka belum memiiliki gejala yang mengarah kepada serangan sistem saraf,” jelasnya. Pasien yang mengalami gigitan HPR rata-rata menjalani perawatan di RSUD selama 3-4 hari.

Wakil Bupati Sanggau, Yohanes Ontot meminta para Camat segera mengambil langkah, guna memutus mata rantai penyebaran HPR di wilayahnya masing-masing. “Jangan sampai anjing itu menggigit orang. Kalian lebih sayang anjing atau keluarga? Karena bisa sajakan keluarga kita yang kena gigit,” ingatnya.

Laporan: Kiram Akbar

Exit mobile version