eQuator.co.id – Jakarta-RK. Kajian terkait status hukum permainan game online tengah dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Lembaga yang berisi kumpulan ulama lintas organisasi itu bahkan tidak hanya mengkaji PUBG yang ramai dibicarakan, melainkan semua game yang dinilai memberikan efek negatif.
“Iya kita akan list supaya lebih lengkap,” kata Wakil Sekjen MUI Amirsyah Tambunan di Kantor Wakil Presiden (Wapres), Jakarta, kemarin (25/3).
Dia menjelaskan, secara umum, kualitas game tidak bisa disamaratakan. Di satu sisi, ada game yang positif yang memiliki nilai edukasi seperti logika maupun pengembangan ilmu pengetahuan. Namun di sisi lain, ada juga game yang mengandung konten negatif seperti kekerasan, pornografi, ataupun menciptakan ketergantungan akut.
“Ini harus ditolak sesungguhnya,” imbuhnya.
Amir menuturkan, saat ini pihaknya tengah meminta masukan dari bergagai pihak sebelum mengeluarkan fatwa terkait game online. Termasuk di antaranya ahli kesehatan dan psikologi. Sebab, game tidak hanya dilihat dari dampak sosialnya, melainkan juga efek terhadap penggunanya.
Secara substansi, kata dia, jika game sudah membuat penggunanya ketergantungan dan berakibat melalaikan tugas-tugas kesehariannya, maka bisa dinyatakan tidak baik. Sebab, sudah terbukti mendatangkan kerugian. “Sesungguhnya ya lebih banyak mudharat,” tuturnya.
Oleh karenanya, Amir menilai fatwa MUI harus segera diterbitkan. Harapannya, dengan fatwa tersebut masyarakat memiliki pencerahan dalam mendidik anak-anaknya.
Lantas, kapan fatwa ditergetkan bisa dirilis? Amir menyebut kajian membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Dia menargetkan, pada bulan depan sudah bisa disampaikan ke publik. “Bahkan lebih cepat lebih baik kan. Supaya orang tidak bingung. Tidak ada keraguan, justru harus ada kepastian. Untuk apa? Untuk kemaslahatan, utama anak-anak muda kita,” ungkapnya.
Ketua Bidang Hubungan MUI Muhyiddin Junaidi menambahkan, dalam islam, permainan atau olahraga yang mengasah kecerdasan dibolehkan. Namun jika banyak mudharatnya, maka otomatis dilarang.
“Apabila mudaratnya, negatifnya lebih banyak, maka itu kita anggap bertentangan,” pungkasnya. (Jawapos/JPG)