-ads-
Home Features Sebelum Taklukkan Bukit Raya, Latihan 13 Jam Nonstop Dulu

Sebelum Taklukkan Bukit Raya, Latihan 13 Jam Nonstop Dulu

Khansa, Pendaki Cilik Berjuang Tuntaskan Seven Summit Indonesia (1)

BANGGA: Khansa Syahlaa ketika berada di Puncak Kakam, Bukit Raya yang memiliki ketinggian 2278 Mdpl. AULIA IBNU FOR KALTENG POS

eQuator.co.id – Mencapai puncak tertinggi sebuah gunung pasti menjadi mimpi semua pendaki. Kebanyakan mimpi itu terwujud saat usia sudah tidak begitu muda lagi. Siapa menyangka ternyata ada pendaki yang mampu mencapai puncak gunung tertinggi se-Indonesia pada usianya yang masih belia. Siapa dia?

GILANG RAHMAWATI, Palangka Raya

KHANSA Syahlaa (10), dialah yang punya pencapaian mengagumkan itu. Beruntung wartawan koran ini mendapat kesempatan untuk berbincang langsung dengannya, apalagi dia baru saja turun dari puncak Bukit Raya, Kabupaten Katingan, Kalteng bersama ayahnya Aulia Ibnu.

-ads-

Khansa memang punya keinginan untuk menuntaskan Seven Summit Indonesia (tujuh puncak gunung tertinggi se-Indonesia, red). Bukit Raya ini menjadi puncak keenam dari tujuh gunung tertinggi se-Indonesia. Dengan penuh tekad yang kuat, ia benar-benar bisa menyelesaikan jalur pendakian di Bukit Raya itu. Padahal, lokasinya baru pertama kali disentuh.

“Kami melakukan pendakian kurang lebih 8 hari, dimulai dari Sabtu (5/11). Untuk turunnya perlu waktu sekitar tiga hari,” kata Aulia sembari menemani Khansa ketika ditemui di lobi salah satu hotel di Jalan Tjilik Riwut, Selasa siang (15/11).

Saat ditanya apa mereka mendaki dengan rombongan. Aulia menuturkan tidak, ia hanya berdua dengan Khansa. Tetapi untuk sampai di puncak dan melewati jalur, tentunya mereka butuh bantuan warga setempat. Diceritakannya, perjalanan itu ditempuh bersama dengan dua anggota TNI Batalyon Infanteri 631 Antang dan satu warga lokal sebagai porter (pengangkat barang,red).

Sebelum menginjakkan kaki ke Bukit Raya, Khansa bersama ayahnya sudah mencari tahu lokasi tersebut. Ia tidak menyangka jalur yang akan ditempuh lebih sulit daripada jalur pendakian gunung yang lain. “Jalurnya sulit karena sudah tertutup belukar, katanya jarang dilewati. Kaget banget, beda sama gunung yang lain,” kata Khansa yang akhirnya ikut bercerita.

Jika kebanyakan anak di usia seperti Khansa akan meminta berhenti di tengah pendakian karena jalurnya sulit. Lain yang dirasakan oleh Khansa. Diakui ayahnya, ia punya tekad yang kuat sehingga membuatnya terus mendaki menyusuri belukar hingga sampai di puncak.

“Kalau bukan karena tekad, dia tidak mungkin sanggup untuk sampai,” ujar ayahnya meyakinkan sambil melirik Khansa yang tersipu malu.

Untuk diketahui, lima gunung tertinggi di setiap pulau yang sudah dicapai oleh Khansa yaitu Gunung Kerinci di Sumatera, Gunung Semeru di Jawa, Gunung Binaiya di Maluku, Gunung Rinjani di Lombok dan Gunung Latimojong di Sulawesi Selatan.

Sebelum sukses melalui jalur pendakian di Bukit Raya, diceritakan ayahnya jika Khansa harus melalui berbagai latihan fisik. Salah satunya, gadis yang bersekolah di SD Daar El Salam, Gunung Putri, Bogor itu 13 jam nonstop latihan fisik di Gunung Gede, Jawa Barat dengan maksud agar ia siap untuk melalui pendakian di Bukit Raya.

Masih ada satu puncak gunung tertinggi se-Indonesia yang akan diselesaikannya. Puncak Cartenz di Papua menjadi lokasi terakhir dari Seven Summit Indonesia. “Pastinya untuk sampai di sana, Khansa akan latihan fisik lagi. Rencananya pendakian di Cartenz dilakukan pada bulan Juni-Juli 2017, pada saat libur panjang sekolah,” tutur Ayahnya yang merupakan seorang pengusaha itu.

Sebenarnya, pendakian yang dilakukannya ini selalu mendapat dorongan juga dari pihak sekolah. Maka, saat ia meminta izin untuk mendaki di Bukit Raya, pihak sekolah pun mengizinkan meski pada saat itu bukan hari libur. Kata Ayahnya, Khansa setiap selesai pendakian pasti bisa mengejar ketertinggalan di sekolah.

Ketika menaklukkan Bukit Raya yang terkenal dengan jalur ekstrem dan sulit dilalui pada November, musim penghujan sudah datang. Cuaca mulai tidak menentu. Siang begitu terik, saat menjelang malam turun hujan. Begitu pun sebaliknya. Tapi tidak membuat langkah kaki Khansa bersama sang ayah Aulia Ibnu berhenti untuk melanjutkan perjalanan ke Bukit Raya, Kabupaten Katingan, Kalteng.

Cuaca yang tidak menentu itu juga akhirnya yang menjadi teman saat mendaki Bukit Raya. Ayah Khansa, Aulia menceritakan saat berada di jalur pendakian hujan menjadi salah satu tantangan. Jalur menjadi licin hingga sulit untuk ditempuh.

“Saat perjalanan turun kami sempat menggunakan perahu, arus sungainya juga deras,” ujar Ayah dari tiga orang anak ini.

Bukit Raya ini meski tidak terlalu tinggi, yakni hanya 2278 meter dari permukaan laut (Mdpl), kata Aulia, tapi suhu udaranya bisa lebih dingin dari gunung lain. Menurutnya, barang kali kondisi itu terjadi karena terpaan angin yang lebih kencang. Bayangkan saja di kaki gunung suhu udaranya hangat, menjelang puncak justru lebih dingin dari gunung lain dengan ketinggian yang sama.

Selain suhu udara, ada satu kejutan lain yang ditemui pada pendakian kali ini. Kejutan ini diceritakan langsung oleh Khansa dengan ekspresi yang begitu tercengang. Ia menemukan banyak sekali pacet (lintah, red).

“Ih banyak banget di sana pacet,” kata Khansa yang sudah mendaki gunung sejak umur 5 tahun ini.

Keberadaan hewan penghisap darah itu menjadi ketakutan tersendiri baginya. Berbagai cara dilakukan untuk mencegah agar lintah tidak lengket di kulitnya, salah satunya dengan mengoles minyak kayu putih sampai obat nyamuk oles beberapa kali di kakinya. Sayangnya itu justru membuat kepanikan, kulit Khansa jadi iritasi. Terasa sangat panas.

“Sebenarnya kami dibekali tembakau oleh ibu kepala desa, tapi saya gak tahu disimpan di mana,” tutur Aulia sambil menunjukkan bekas lintah di tangan Khansa.

Kaki dan tangan mungil Khansa sanggup melintas semak belukar, menaiki lereng yang cukup miring. Diutarakan Khansa, setiap melakukan pendakian ada dua benda yang baginya tidak boleh dilupakan. Jaket dan Trekking Pole (tongkat daki, red).

Dua benda ini memang benda yang penting bagi seorang pendaki. Terutama Trekking Pole, sehingga ketika menemui lereng yang cukup miring maka akan mempermudahnya untuk melewati jalur itu. Selain dua benda tadi, Ayah Khansa menceritakan jika anaknya pasti membawa cemilan.

“Saya selalu mengingatkan kepada Khansa agar tidak menghabiskan cemilannya. Lebih baik banyak tersisa daripada kekurangan,” kata Auila lagi.

Ada cerita menarik yang juga diutarakan terkait sifat gadis cilik ini. Rupanya selama melakukan pendakian, Khansa bukan hanya membawa cemilan lebih tetapi juga mainan. Semuanya ini sudah diniatkan, di lokasi perkampungan rupanya khansa yang pemalu ini cepat akrab dengan anak-anak. Mainan yang sudah dibawanya itu dibagi secara sukarela.

Saat disinggung apakah ia akan menginjakkan kaki lagi di Bukit Raya. Tak ada kata iya ataupun tidak yang keluar dari bibir mungilnya, ia hanya tertunduk malu-malu. Tergambar jelas jika jalur Bukit Raya sudah membekas di ingatan Khansa.

Walau jawaban itu masih gamang dijawabnya, tapi lewat Ayahnya, Khansa mengaku akan kembali lagi ke Bumi Tambun Bungai ini. Termasuk menyinggahi lagi Kota Palangka Raya. Sebab, situasi perkotaan yang membuat keduanya nyaman berada di sini.

Bukan Khansa dan Ayahnya saja yang memiliki kenangan di Bukit Raya tersebut. Ternyata selama melakukan perjalanan ada Ibunya yang cukup khawatir. Apalagi ketika keduanya sudah memasuki daerah Tumbang Manggu. Sinyal handphone keduanya tidak terdeteksi.

“Iya bunda nangis, karena selama tujuh hari itu susah dihubungin. Khawatir,” kata Khansa yang merupakan anak kedua ini. (*/Kalteng Pos/JPG/bersambung)

Exit mobile version