Satpol PP Kayong Utara Sarat Rekayasa Kasus

58 Dus Bir Sitaan akan Dikembalikan

ilustrasi. net

eQuator.co.id – Sukadana-RK. Masih ingat dengan kasus penggerebekan rumah yang menyimpan 58 dus minuman alkohol (minol) jenis bir di Melano, Kecamatan Simpang Hilir yang dilakukan Satpol PP Kayong Utara, 9 November lalu?

Kini, petugas penegak Peraturan Daerah (Perda) itu berencana akan mengembalikan minol-minol ke pemiliknya, Lie Pa Yang alias Ahyang. Padahal sebelumnya, Penyidik PNS Satpol PP Kayong Utara mengancam Ahyang dengan tindak pidana ringan (Tipiring) dan akan memenjarakan Ahyang selama 6 bulan dan atau denda Rp 50 juta, atas dugaan melanggar Perda.

Pengembalian barang bukti ini dibenarkan Abdul Halim, Kepala Bidang Penegakan dan Penyidikan Perda, Satpol PP Kayong Utara. “Secepatnya minuman beralkohol jenis bir yang diamankan Satpol PP ini akan segera dikembalikan kepada pemiliknya,” kata Halim saat ditemui sejumlah wartawan di ruang kerjanya, Selasa (19/12) siang.

Menurut Halim, peran Satpol PP hanya mengamankan barang bukti dan menyangkut persoalan perizinan. Soal urusan pidana, kata dia, merupakan ranahnya PPNS dan Korwas Kepolisian.

Halim beralasan, pada saat dilakukan pemeriksaan awal, Ahyang mengaku tidak mengetahui bahwa perlu adanya perizinan dalam menyimpan dan mengedarkan bir. Kala itu Ahyang beralasan bahwa bir tersebut hanya untuk dikonsumsi sendiri dan untuk kegiatan adat. Bukan untuk diedarkan.

“Berdasarkan hal tersebut, maka PPNS menyarankan agar yang bersangkutan meminta surat rekomendasi ke kantor desa setempat bahwa bir tersebut merupakan kebutuhan untuk kegiatan acara adat. Juga meminta surat izin keramaian dari Polsek Simpang Hilir,” ujarnya.

Maka lanjut Halim, dengan dasar surat rekomendasi dan izin keramaian itulah yang membuat pihak PPNS tidak berani dan tidak jadi menaikkan status Ahyang dari saksi menjadi tersangka Tipiring dan segera mengembalikan barang bukti.

“Dia ini hanya beli saja. Jadi bukti dari transaksi tersebut bisa dijadikan barang bukti,” ucap Halim.

Dengan adanya keputusan dan kebijakan ini, maka Satpol PP Kayong Utara hanya berani memberikan pembinaan kepada Ahyang. Halim hanya bisa mengancam, apabila nantinya tidak mengindahkan serta tidak mengurus perizinan, maka baru dilakukan tindakan tegas.

Intinya, kata Halim, Satpol PP hanya mengamankan bir tersebut sebagai tindak lanjut dari laporan masyarakat. Pada saat dilakukan pengecekan pun, memang tidak perizinan terkait keberadaan bir tersebut dan mengandalkan alasan hanya untuk dikonsumsi sendiri dan tidak diedarkan.

“Susah juga mau dilakukan tindakan lebih jauh jika hanya mengonsumsi sendiri. Sebab dalam Perda itu tidak ada membahas apakah hanya dengan mengonsumsi sendiri, dia (Ahyang) sudah melanggar Perda,” tutur Halim.

Keputusan yang diambil Satpol PP ini ditengarai setelah adanya upaya lobi-lobi dari beberapa pihak. Tokoh Masyarakat Teluk Melano, Abdul Rani yang menjadi pelapor dalam perkara ini menyesalkan dengan keputusan tersebut.

Menurutnya, surat izin keramaian dari Polsek Simpang Hilir dan rekomendasi Kepala Desa Teluk Melano kepada Ahyang yang mengaku akan mengadakan upacara adat kekeluargaan masyarakat Tionghoa sejak 26-28 November 2017 itu, semuanya tidak benar.

“Ini sarat dengan rekayasa. Setelah kami cek dengan Ketua Yayasan Dasa Marga, Buseng, itu (acara adat) tidak ada. Jadi itu semua, hanya bagaimana pemilik minol tersebut bisa mengeluarkan barangnya dari Kantor Satpol PP saja,” kesalnya.

Yang lebih aneh lagi, lanjut Rani, seolah-olah yang memberikan peluang kepada pemilik bir ini adalah Satpol PP itu sendiri. “Inilah yang membuat kami selaku masyarakat sedikit kecewa,” ungkap Rani.

Dirinya menyebutkan, bahwa dalam Perda Nomor 2 Tahun 2015, pasal 29 juga sudah sangat jelas. Demikian pula pada pasal 34 yang membahas tentang peran serta dari masyarakat.

“Kalau memang nantinya bir tersebut dikembalikan, kami sebagai masyarakat tidak akan tinggal diam. Oleh karena itu kami berharap Satpol PP lebih berhati-hati dalam bertindak,” ancam Rani.

Selain itu, Rani yang lahir dan besar di Melano ini menyampaikan belum pernah mendengar adanya kegiatan adat dari etnis Tionghoa di sana yang menggunakan minol jenis bir.

“Jadi sangat aneh kalau bir itu digunakan untuk perayaan adat masyarakat Tionghoa,” tutupnya.

Laporan: Kamiriludin

Editor: Ocsya Ade CP