eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Linangan air mata bahagia caleg DPD asal NTB, Evi Apita Maya kemarin (9/8) menandai berakhirnya rangkaian sengketa hasil pemilu 2019. Tadi malam, Ketua MK Anwar Usman mengetuk palu putusan yang mengakhiri rangkaian sengketa selama 78 hari sejak 24 Mei lalu. Kini, KPU sudah bisa menetapkan seluruh hasil pemilu 2019.
Hingga pukul 19.30 tadi malam, MK sudah mengeluarkan xxx putusan. Dari sekian putusan itu, sangat sedikit yang dikabulkan. Tercatat hanya 10 perkara yang kabul. Selebihnya ditolak, tidak dapat diterima, gugur, dan ditarik oleh pemohon. Jumlah perkara yang dinyatakan tidak dapat diterima mendominasi (lihat grafis). (data putusan masih dihitung mas, sidang belum selesai)
Salah satu perkara yang dikabulkan kemarin adalah sengketa yang diajukan Partai Gerindra untuk calegnya di level DPRD Provinsi Sumut. ’’Memerintahkan termohon untuk melakukan penghitungan suara ulang di tingkat kecamatan Dolok Sanggul,’’ ucap Ketua MK Anwar Usman dalam amar putusannya kemarin. Kecamatan itu berada di KAbupaten Humbang Hasundutan.
Putusan itu berlaku untuk seluruh TPS di kecamatan tersebut. Hanya saja, bukan surat suaranya yang dihitung ulang. KPU Humbang Hasundutan diperintahkan untuk membuka formulir C1 Plano. Kemudian, memperbaiki C1 berdasarkan pencocokan dengan formulir plano tersebut. Perbaikan juga berlaku untuk dormulir DAA1 di level kelurahan dan DA1 di kecamatan setelah mendapatkan hasil C1 yang benar.
’’Selambatnya 14 hari kerja sejak putusan ini dibacakan,’’ terangnya. Kemudian, KPU harus menggabungkan hasilnya dengan kecamatan lain di Dapil Sumut 9 sehingga diperoleh hasil rekapitulasi akhir. Hasil rekapitulasi itulah yang akan menjadi dasar penetapan kursi dan caleg terpilih di dapil tersebut.
Di sisi lain, MK juga tidak mengabulkan sengketa yang diajukan Caleg DPD asal NTB, Farouk Muhammad. Yang mempersoalkan koleganya, Evi Apita Maya, karena fotonya di surat suara dianggap editan sehingga menjadi terlalu cantik. ’’Menolak permohonan pemohon utuk seluruhnya,’’ ucap Anwar.
Majelis hakim menganggap foto Evi baru dipersoalkan saat sengketa di MK, padahal itu seharusnya menjadi ranah sengketa proses di Bawaslu. Sementara, Bawaslu juga sama sekali tidak menerima aduan apapun terkait hal itu. ’’Seandainya pun dilaporkan, akan sulit menilai relevansi dan mengukur pengaruh dari foto seseorang calon anggota DPD yang termuat di kertas suara dnegan keterpilihan calon tersebut.
Evi tidak banyak bicara atas putusan MK tersebut. ’’Saya pikir itulah putusan yang seadil-adilnya, ujar Evi usai sidang kemarin. Dia berterima kasih atas kepercayaan masyarakat dan akan berupaya menjalankan amanah itu sebaik-baiknya.
Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman mengapresiasi MK atas banyaknya perkara yang tidak dikabulkan. Menurut dia, itu menunjukkan secara umum kinerja penyelenggara pemilu pada periode kali ini relatif baik. Sejak awal, Arief menjadikan sengketa di MK sebagai ajang audit kinerja seluruh jajaran KPU.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi banyaknya sengketa yang tak dikabulkan. Pertama, potensi sengketa yang ada sudah diselesaikan saat tahapan pemilu masih berlangsung sebelum rekapitulasi nasional. Kemungkinan kedua, adalah kesadaran peserta soal sengketa pemilu yang semakin baik.
Mereka menyadari bahwa tidak semua hal bisa dibawa ke MK. ’’Ketiuka pemilu 2014 itu banyak persoalan yang dimasukkan, yang sebetulnya itu tidak layak dimohonkan,’’ terangnya saat ditemui di KPU kemarin. akhirnya, mereka tiodak lagi memaksakan karena sudah meprediksi tidak akan dikabulkan. MK juga dinilai cermat dalam memeriksa seluruh perkara.
Disingung mengenai putusan-putusan yang dikabulkan, Arief mengakui ada sejumlah jajarannya yang keliru dalam bekerja. Khususnya di level penyelenggara ad hoc. ’’Tapi beberapa ada juga yang merasa sudah mengerjakan sebagaimana mestinya,’’ lanjut Arief. yang jelas, KPU akan melaksanakan seluruh putusan MK itu.
Arief menambahkan, sengketa pemilu 2019 juga menjadi ajang evaluasi bagi para penyelenggara pemilu ad hoc. Sebab, ada beberapa dari mereka yang ternyata menjadi saksi bagi pemohon sengketa. ’’Itu menunjukkan bahwa anda sendiri (penyelenggara ad hoc) bekerja tidak benar,’’ ucap mantan Komisioner KPU Jatim itu.
Penyelenggara semacam itu juga akan mendapat catatan tersendiri. bagi KPU, mereka sudah tidak lagi punya kesempatan untuk direkrut pada pemilihan berikutnya. Sebab, mereka sudah terbukti tidak bisa bekerja dengan baik sebagai penyelenggara pemilu. Termasuk penyelenggara ad hoc lainnya yang terbukti tidak berintegritas, itu tidak akan direkrut lagi. (Jawa Pos/JPG)