Pelanggaran Pemilu 2019 Naik Pesat

Kombinasi Meningkatnya Pengawasan dan Bebalnya Peserta

Ratna Dewi Pettalolo

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Tingkat kepatuhan peserta pada Pemilu 2019, rupanya, belum membaik. Yang terjadi, pelanggaran sepanjang pelaksanaan Pemilu 2019 meningkat pesat jika dibandingkan dengan pada Pemilu 2014. Meski demikian, Bawaslu mengklaim ada peningkatan pengawasan yang signifikan atas pelanggaran yang terjadi.

Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menyatakan, jumlah pelanggaran yang tercatat di Bawaslu pada pemilu kali ini mencapai 15.052. Berdasar data yang didapat Jawa Pos, jumlah pelanggaran tersebut naik hampir 50 persen dari total pelanggaran Pileg-Pilpres 2014. Kala itu, total pelanggaran yang tercatat di Bawaslu ’’hanya’’ 10.754.

Tahun ini temuan pelanggaran paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Timur. Tercatat 3.002 temuan pelanggaran atau sekitar 20 persen dari keseluruhan pelanggaran pemilu se-Indonesia. Pelanggaran juga terjadi di sejumlah provinsi lain. Di antaranya, Sulsel, Sulteng, Jabar, dan Jateng (lihat grafis).

Menurut Ratna, sebenarnya tidak terlalu banyak perbedaan aturan terkait jenis pelanggaran pemilu antara 2014 dan 2019. Pelanggaran administrasi pemilu masih menjadi jenis pelanggaran yang paling sering dilakukan. Mayoritas adalah pelanggaran pada masa kampanye. ’’Soal pemasangan alat peraga kampanye (APK),’’ terangnya, Minggu (23/6).

Sementara itu, jumlah pelanggaran pidana relatif kecil bila dibandingkan dengan keseluruhan pelanggaran yang terjadi. ’’Untuk pidana pemilu, dari 15.052 itu, 533 adalah pelanggaran pidana pemilu,’’ lanjut perempuan kelahiran Palu, Sulteng, itu.

Hal tersebut menunjukkan betapa tingginya pelanggaran administrasi yang terjadi. Dia tidak memungkiri keserentakan pemilu turut andil dalam banyaknya pelanggaran. Baik oleh timses paslon presiden dan wakil presiden maupun parpol. Pelangggaran tidak hanya terjadi saat kampanye dan tahapan lain sebelum pemungutan suara. Saat pemungutan suara maupun setelah itu, saat rekapitulasi, masih ada sejumlah pelanggaran yang terjadi.

Hingga saat ini, pihaknya belum meneliti lebih jauh apa yang menyebabkan tingkat pelanggaran begitu tinggi. Meski demikian, menurut Ratna, setidaknya ada dua hal yang membuat catatan pelanggaran begitu tinggi. Pertama adalah pengawasan yang semakin ketat sehingga lebih banyak pelanggaran yang terpantau dan dilaporkan. Yang kedua adalah masih adanya peserta pemilu yang bebal.

Pada pemilu kali ini, Bawaslu memiliki tangan sampai TPS melalui pengawas TPS. Sesuatu yang tidak ada pada Pemilu 2014 karena pengawasannya hanya sampai tingkat kelurahan/desa. Saat ini pelanggaran di TPS-TPS lebih bisa dipantau dan dicatat Bawaslu dan menjadi temuan.

Dari sisi peserta, menurut Ratna, tingkat kepatuhannya masih belum seperti yang diharapkan. Sebagai gambaran, sudah banyak kasus politik uang yang diproses, bahkan hingga berujung diskualifikasi peserta. ’’Tapi, masih ada saja pelanggaran baru, terulang dengan peristiwa yang sama,’’ keluh Ratna. Kondisi tersebut menjadi sebuah gambaran bahwa kesadaran hukum peserta pemilu harus terus ditingkatkan.

Di sisi lain, Ratna mengakui, masih ada celah hukum yang memungkinkan bagi peserta untuk mencoba-coba menerobos. Namun, kadang peserta tidak mengira bahwa celah hukum tersebut bisa ditindaklanjuti Bawaslu.  Akhirnya, kelakuan mereka, mau tidak mau, dicatat dan diproses oleh Bawaslu. (Jawapos/JPG)