-ads-
Home Rakyat Kalbar Pontianak PPDB Gelombang Kedua, SMP Swasta Terancam Punah

PPDB Gelombang Kedua, SMP Swasta Terancam Punah

ASPIRASI. Suasana penyampaian aspirasi guru SMP swasta yang meminta gelombang kedua PPDB online di Kota Pontianak dihapuskan--Rizka Nanda

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Puluhan guru dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta di kota Pontianak menyambangi Kantor DPRD Kota Pontianak, Kamis (11/7).

Pertemuan itu dilakukan untuk menyampaikan aspirasi guru SMP swasta yang meminta gelombang kedua penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Kota Pontianak pada 15 hingga 16 Juli 2019 ini dihapuskan.

Pasalnya, hal itu membuat sekolah swasta kebingungan karena kekurangan jumlah siswa. “Satu gelombang saja kami sudah tidak kebagian siswa apalagi gelombang kedua. Kemungkinan besar siswa yang sudah mendaftar di sekolah swasta akan menarik berkas dan mendaftar di SMP negeri,” ujar Abdul Karim Lubis, Kepala SMP Mujahidin Pontianak saat diwawancarai.

-ads-

Karim mengaku, dari 33 siswa yang mendaftar di sekolahnya, sudah 2 orang menarik berkas dengan alasan dinyatakan lulus di SMP negeri. Padahal gelombang kedua belum saja dibuka. “Bagaimana kalau sudah dibuka PPDB gelombang keduanya,” ucapnya.

Karim yang mewakili SMP swasta di Kota Pontianak berharap kepada Pemkot Pontianak untuk tidak lagi membuka PPDB gelombang kedua. Karena, menurut dia, apabila hal itu tetap dilakukan, sama dengan mematikan SMP swasta.

“Kami tidak ada komunikasi karena memang biasa melalui dewan. Begitu juga rapat persiapan PPDB kami tidak pernah dilibatkan. Beda dengan SMA/SMK,” tukas Karim.

Sementara itu, Kepala Sekolah DDI Sultan Syarif Abdurrahman Pontianak Nurhasannah menuturkan, jumlah SMP/MTs swasta di Kota Pontianak ada sebanyak 107 sekolah.

Di SMP DDI, kata dia, keadaannya lebih miris lagi. Dari total 18 siswa yang mendaftar, saat ini tinggal 3 berkas yang masih bertahan. Penarikan berkas itu dilakukan oleh orang tua siswa dengan alasan ingin mengikuti PPDB gelombang kedua.

“Yang narik orang tua siswa langsung. Saya memang sudah kecewa dari 3 tahun sebelumnya. Bahkan sudah belajar mengajar ada yang menarik berkas,” ungkapnya.

Sedangkan tahun lalu dari 30 lebih siswa yang mendaftar, hanya tersisa 4 orang yang bertahan. Sehingga ia pun meminta Pemkot Pontianak untuk memandang keberadaan sekolah swasta. Karena jika terus seperti ini maka sekolah swasta akan tutup.

“Kalau seandainya gelombang kedua ini dilakukan lagi bagaimana nasib kami. Sedangkan guru-guru kami semuanya guru honorer. Termasuk saya,” tandasnya.

Sementara itu, Anggota DPRD Kota Pontianak Herman Hofi menilai, PPDB gelombang kedua melanggar Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018. Kemudian rombel yang diamanahkan juga maksimal 32 siswa. Jika ditambah lebih dari 32 hal itu juga sudah melanggar ketentuan Permendikbud.

“Jadi ada dua regulasi yang dilanggar. Anehnya lagi beberapa kebijakan itu dilakukan tidak didasari oleh dasar hukum yang kuat,” ungkap Herman.

Oleh karena itu, permasalahan ini harus dipikirkan. Karena cukup banyak guru honor yang akan menganggur. Kemudian guru yang sudah sertifikasi juga akan terancam tidak dapat sertifikasi lagi.

“Oleh sebab itu Pemkot harus ada win win solution sehingga sekolah swasta tetap hidup dan masyarakat bisa menikmati pendidikan dengan biaya yang ringan,” harapnya.

Laporan: Rizka Nanda

Editor: Ocsya Ade CP

 

Exit mobile version