eQuator.co.id – DEPOK. Berada di markas pasukan elite Polri, Brimob, tidak membuat Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob Kelapa Dua benar-benar aman. Sampai Rabu tengah malam (9/5), rutan masih dikuasai gerombolan narapidana teroris yang melakukan penyanderaan sejak Selasa malam. Lima polisi telah gugur dan keselamatan 130 napi lain terancam.
Setelah negosiasi yang cukup alot, Bripka Irwan Sarjana berhasil dibebaskan, Kamis (10/5) pagi. Bripka Iwan sebelumnya disandera narapidana kasus terorisme sejak Selasa (8/5).
“Ya sudah, lewat cara negosiasi. Kami pakai cara persuasif,” ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto.
Dia menambahkan, Bripka Iwan sudah dilarikan ke rumah sakit lantaran mengalami beberapa luka. “Sudah dibawa ke RS,” cetus dia.
Setyo mengungkapkan, para narapidana sempat meminta makanan kepada Tim Negosiasi dari Mabes Polri. Dari situ, timnya kemudian melakukan negosiasi lewat alat komunikasi.
“Sekarang masih berlanjut. Ada beberapa hal sedang didiskusikan,” lanjut dia.
Setyo juga menjelaskan bahwa masih ada senjata yang dikuasai para napi terorisme. “Tapi situasi sudah cukup kondusif. Sekarang tim negosiasi sedang bekerja,” tutup dia.
Sebelumnya, Rabu (9/5), Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menyatakan, kerusuhan berujung penyanderaan dan pembunuhan itu berawal dari persoalan sepele. Dipicu komplain napi penghuni blok C terkait pemeriksaan makanan oleh petugas. Karena makanan tak kunjung diberikan, lalu terjadi provokasi.
”Awalnya sepele, soal makanan, kan perlu diperiksa prosedur ya,” jelasnya.
Setelah itu, para tahanan tersebut membobol sel tahanan. Mereka merangsek ke ruang pemeriksaan. Saat itu sejumlah penyidik sedang memeriksa tahanan yang baru datang.
Saat itulah bentrokan terjadi, tahanan tersebut merampas sejumlah senjata api. Laras panjang dan pendek. ”Senjata yang dikuasai tahanan belum diketahui jenis dan jumlahnya,” urai Setyo.
Setelah menguasai senjata itulah, mereka menyerang lima anggota Polri. Blok B dan A dikuasai seperti halnya blok C. Empat dari Densus 88 Antiteror dan satu anggota dari satuan Polda Metro Jaya. Selain lima anggota Polri itu, seorang napi teroris juga menjadi korban meninggal karena luka tembak saat terjadi bentrokan.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen M. Iqbal mengatakan bahwa jumlah tahanan di tiga blok sekitar 130 orang. Mereka berasal dari berbagai kelompok yang melakukan aksi beberapa tahun belakangan.
Iqbal menampik dugaan bahwa serangan di Rutan Mako Brimob terkait dengan ISIS. ”Tidak benar ini terhubung ISIS. Ini karena masalah makanan,” tandas jenderal berbintang satu tersebut. Tewasnya lima polisi menjadikan kejadian tersebut serangan teroris paling mematikan bagi Polri. ”Ya, memang peristiwa yang cukup besar,” ucapnya.
Polisi terus melakukan negosiasi untuk mengakhiri drama penyanderaan. Masih ada seorang polisi bernama Iwan Sarjana yang disandera. Puluhan napi lainnya juga rawan disandera.
Sampai tengah malam tadi polisi masih menunggu hasil negosiasi yang dilakukan empat perwakilan mereka. Beberapa tuntutan napi juga sudah dipenuhi. Salah satunya permintaan untuk bertemu dengan Aman Abdurrahman, dalang bom Sarinah di Jakarta pada 2016.
Soal sampai kapan negosiasi akan dilakukan, Polri tidak menetapkan batas waktu. Namun, kabarnya tindakan tegas akan diambil begitu Kapolri Tito Karnavian datang di Indonesia dari lawatan ke luar negeri.
MASALAH KEAMANAN NASIONAL
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta peristiwa di Kelapa Dua dijadikan momen untuk evaluasi keamanan tahanan napi terorisme. Memang, kejadian itu cukup disayangkan karena hanya berselang dengan kerusuhan serupa di blok yang sama pada 10 November lalu.
JK yakin Polri bisa menyelesaikan kerusuhan di Rutan Mako Brimob. Sebab, lokasi tersebut merupakan markas pasukan khusus polisi. ’’Di situ tempatnya pasukan khusus. Gegana, Brimob, kan pasukan khusus,’’ katanya.
Menko Polhukam Wiranto telah memanggil sejumlah pejabat tinggi untuk membahas masalah tersebut. Pejabat yang hadir, antara lain, Panglima Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius, serta Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto. Kapolri tidak hadir karena masih di luar negeri.
Wiranto menyebut kericuhan yang terjadi di Mako Brimob masuk kategori genting. ’’Ya, kalau sudah ada yang terbunuh, ya urgen,’’ kata dia tegas.
Insiden yang terjadi di Mako Brimob merupakan persoalan yang harus diselesaikan dengan sangat hati-hati dan sungguh-sungguh. Sebab, persoalan itu sudah berkaitan dengan masalah keamanan nasional.
“Menyangkut bagaimana kami mengatasi sesuatu dengan cara yang baik dan benar berdasarkan hukum, dan tuntas,’’ terang dia.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) memastikan bahwa rumah tahanan (rutan) di Mako Brimob tidak berada di bawah tanggung jawab mereka. Seluruhnya diserahkan kepada pihak kepolisian.
”Tidak ada (petugas Ditjen PAS), khusus Mako Brimob yang tangani,” ungkap Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Sri Puguh Budi Utami.
Namun demikian, Ditjen PAS Kemenkum HAM tidak tutup mata atas insiden kericuhan yang terjadi di Mako Brimob. Apalagi mereka juga punya lembaga pemasyarakatan (lapas) yang dibuat khusus untuk napi terorisme menjalani masa hukuman. Yakni Lapas Kelas II A Pasir Putih High Risk yang berada di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah (Jateng). Menurut Utami, lapas khusus tersebut sudah siap jika hendak digunakan untuk menampung napi terorisme.
Sesuai namanya, lapas tersebut punya spesifikasi khusus. Salah satunya satu napi dalam satu sel. Tujuannya tidak lain agar para napi terorisme tidak bisa sembarangan berinteraksi satu sama lain. Tidak hanya itu, sipir yang ditugaskan di sana juga dipilih melalui seleksi yang sangat ketat. Bahkan, peralatan di lapas tersebut jauh lebih modern dari lapas lainnya.
”Intinya kami ada kesiapan untuk menerima mereka (napi terorisme),” imbuh Utami.
Pejabat yang belum lama dilantik sebagai dirjen PAS itu pun memastikan, instansinya siap melaksakan tugas sebagai mana mestinya. Termasuk menempatkan napi terorisme di Lapas Kelas II A Pasir Putih High Risk yang mereka miliki.
”Memang tugas kami untuk itu,” ujarnya. Namun demikian, memindahkan napi terorisme ke lapas tersebut juga tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa.
Menurut Utami, setiap napi terorisme yang ditempatkan di Lapas Kelas II A Pasir Putih High Risk harus melalui assessment. ”Tergantung assessment dan perintah setelah ini (pasca insiden kericuhan di Mako Brimob),” kata dia. ”Tergantung keputusan beliau-beliau (pejabat setingkat menteri). Kalau di sisi kami sendiri, memang kami punya lapas untuk itu,” sambung perempuan kelahiran Ponorogo itu.
Lebih lanjut, Utami menyampaikan bahwa sampai saat ini jumlah napi terorisme yang bisa ditampung di Lapas Kelas II A Pasir Putih tidak lebih dari 124 orang. Sebab, itu kapasitas maksimal lapas tersebut saat ini. Tapi, tidak menutup kemungkinan kapasitasnya bisa ditingkatkan kembali.
”Nanti kami lihat perkembangannya seperti apa,” terang dia. Yang pasti untuk saat ini pihaknya menunggu keputusan instansi lain pasca insiden di Mako Brimob.
Berikut nama-nama korban meninggal
dunia di Tragedi Rutan Mako Brimob:
- Fandi Setio Nugroho
Lahir: 9 Desember 1988
Penyidik Densus 88
Alamat: Magelang Utara, Magelang, Jateng
- Syukron Fadhli
Lahir: 9 Oktober 1977
Alamat: Kompleks TNI-AD III Cakung, Jakarta Timur
- Wahyu Catur Pamungkas
Lahir: 24 Mei 1994
Alamat: Kamulyan Kwarasan, Kab Kebumen, Jateng
- Yudi Rospuji Siswanto
Lahir: 19 Desember 1977
Alamat: Perum Bukit Waringin, Tajur Halang, Bogor
- Denny Setiadi
Lahir: 15 Mei 1985
Alamat: Cipayung, Jakarta Timur
Kondisi seluruh korban mengalami banyak luka. Baik luka karena senjata tajam maupun tembak.
- Beni Samsutrisno
Lahir: 18 Juni 1986
Alamat: Jarong Kudung, Kec Ampek Nagara, Kab Agam, Sumatera Barat. Napi teroris ini luka tembak pada dada kiri, dua lubang. (Jawa Pos/JPG)