eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Menjaga keandalan daya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, PT PLN (Persero) UIKL Kalimantan UPDK Kapuas terus melakukan pemeliharaan mesin-mesin pembangkitnya. Salah satunya adalah mesin PLTD Sulzer 1 berkapasitas 6,5 Megawatt.
Mesin yang berada di UPLTU/D Sei Raya ini harus menjalani perawatan berkala dan diistirahatkan selama 25 hari. Manager ULPLTU/D Sei Raya Sujarno mengatakan Sulzer telah memasuki masa wajib pemeliharaan.
“Yang sedang kami kerjakan saat ini adalah periodic maintenance atau perawatan yang dilakukan secara berkala dalam rangka mencegah terjadinya kerusakan dan merupakan salah satu upaya kami untuk memperpanjang life time mesin di unit pembangkit kami,” katanya.
“Selain itu Juga untuk mengembalikan performance mesin pada kondisi terbaiknya. Saat ini Sulzer 1 masuk ke pemeliharaan periodik Top Overhaul atau pemeliharaan setelah 6000 jam operasi mesin,” imbuhnya.
Dia menjelaskan, pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pada Top Overhaul meliputi pemeriksaan pada beberapa bagian unit mesin antara lain, pemeriksaan cylinder head mesin dan komponen lainnya.
Selepas itu, ada pula pemeliharaan Semi Overhaul yaitu ketika mesin sudah mencapai 12.000 jam operasi. Kemudian ketika mesin sudah mencapai jam operasi 18.000 jam dilakukan Major Overhaul yang pengecekannya total, dan dilakukan penggantian sejumlah komponen inti.
Sementara itu, Manager UPDK Kapuas UIKL Kalimantan, Sumbono yang membawahi PLTD Sei Raya menyebutkan, pemeliharaan ini tidak akan mengganggu suplai listrik ke masyarakat. Pasalnya, saat ini Sistem Khatulistiwa yang mengalirkan setrum di Kalbar sudah surplus daya.
“Tidak berpengaruh karena kita sudah ada interkoneksi listrik dari Malaysia yang cukup. Ditambah lagi dengan PLTU Bengkayang yang sudah beroperasi 50 MW. Selain itu kita memang punya prosedur standar yang ketat apabila ingin keluar masuk sistem,” terangnya.
Menurut dia, peran mesin Sulzer yang sudah beroperasi sejak tahun 1993 ini juga tidak seberat dulu. Saat ini Sulzer dan sejumlah mesin diesel lain hanya berfungsi sebagai penyokong pembangkit lain yang lebih besar.
“Artinya hanya dinyalakan saat dibutuhkan. Hanya sebagai backup, terutama untuk beban-beban puncak. Apalagi nanti ketika sejumlah PLTU yang sedang dibangun beroperasi, kita akan mengalami surplus besar,” ucapnya.
Sumbono mengungkapkan, pengurangan pemakaian pembangkit listrik tenaga diesel juga berkaitan dengan upaya PLN mengurangi polusi akibat pemakaian bahan bakar minyak solar dan tingkat kebisingan.
“Selain itu, untuk menekan biaya operasional PLN. Sebab, biaya untuk menghasilkan energi listrik dari pembangkit berbahan bakar minyak solar mencapai Rp3.000 per kilo watt hours (kWh), sedangkan PLTU sebesar Rp1.000 per kWh,” tandasnya. (ova)