Pilih Kebahagiaan Lewat Sedekah

Gerakan Infak Beras untuk Anak Yatim

INFAK BERAS Tiga Pengurus Yayasan Baitulmaal Munzalan Indonesia, Adi Pratama, Muhammad Imam Muttaqin dan Ical ketika dialog santai mengenai Gerakan Infak Beras untuk Anak Yatim di Rakyat Kopi, Graha Pena Kalbar, Selasa (2/4). Abdul Halikurrahman/Rakyat Kalbar

Berkah adalah kunci kebahagiaan. Tiga kata itu menjadi motivasi bagi Muhammad Imam Muttaqin, seorang mantan pimpinan cabang salah satu bank swasta. Yang memantapkan diri hijrah meninggalkan puncak karirnya. Dia memilih aktif di kegiatan sosial keagamaan.

Abdul Halikurrahman, Pontianak

eQuator.co.id – Sore, Selasa (2/4) lalu. Sekitar pukul 14.00 Wib. Imam bersama dua rekannya, Adi Pratama dan Ical bertandang ke kantor Harian Rakyat Kalbar. Kami berdiskusi santai.

Tentang  gerakan infak beras Pondok Modern Munzalan Ashabul Yamin. Adi Pratama yang karip disapa bang Eeng, membuka obrolan dengan bercerita awal mula berdirinya Pesantren Munzalan. “Ownernya (Munzalan) Ustaz Muhammad Nur Hasan. Awalnya beliau punya masjid. Tapi sepi. Lalu beliau menawarkan kepada ustaz Luqmanul Hakim membuat yayasan. Akhirnya, jadilah pesantren Munzalan Ashabul Yamin,” kata Eeng.

Singkat cerita, pesantren berkarakter moderen itu berkembang pesat. Sebagai pondok tahfiz Alquran. Lantas, setelah cerita singkat soal Munzalan, Eeng mulai bergeser mengenai infak beras.

Gerakan Infak Beras untuk 1.000 anak yatim penghafal Alquran, mulai berjalan pada Juli 2012. Program itu adalah ide Ustaz Lukmanul Hakim, pengasuh Pesantren Munzalan.

Sementara Eeng saat itu, masih sibuk bergelut dengan urusan dunia. Karirnya tengah menanjak. Sebagai leader Multi Level Marketing (MLM). “Satu momen beliau ngajak saya ikut majelis Alquran. Saya datang. Itu lah momen titik balik saye mengenal Alquran. Dan saat itu saya diajak untuk ikut di kegiatan Gerakan Infak Beras,” katanya.

Mulai dari situ, Eeng meninggalkan karirnya. Mantap berhijrah. Bergabung di Yayasan Munzalan Ashabul Yamin. Memperdalam ilmu agamanya. Sampai sekarang.

Dengan jiwa kepemimpinan yang ia miliki, Eeng terus mengembangkan Gerakan Infak Beras. Untuk anak-anak yatim yang hidup di pesantren-pesantren.

Gerakan sosial tersebut semakin masif. Terus mendapat dukungan. Dari berbagai  donatur. Seiring berjalannya waktu, Eeng bertemu dengan Imam. Seorang pimpinan cabang salah satu bank swasta.

Imam ahli di bidang manajemen. Eeng pun bercerita soal kegiatan sosialnya kepada Imam. Hidayah Allah pun datang ke Imam. Singkat cerita, Imam bergabung di kegaiatan infak beras untuk anak yatim itu.

Setelah berjalan, pria kelahiran Jambi itu merasa nyaman. Perasaannya tenang. Lebih rajin ibadah. Dekat dengan Allah. Lalu ia sadar. Ternyata, berkah menjadi kunci kebahagiannya.

Setelah merasa nyaman, dia lantas memutuskan mengakhiri karirnya sebagai pimpinan bank swasta. Yang hari-hari berkutat pada aktivitas riba. Semua itu ia tinggalkan. Tanpa ragu.

Ia yakin keputusannya itu lebih menjanjikan ‘kekayaan’ yang hakiki. Sambil fokus mengembangkan kegiatan infak beras untuk anak yatim bersama Yayasan Munzalan, Imam kini memiliki usaha mandiri.

Cukup menghidupi keluarga kecilnya. Ibadah tetap jalan. Tak sesibuk saat ia menjadi pimpinan bank swasta. “Saya merasakan kebahagian dengan kegiatan sedekah seperti yang saya lakukan saat ini. Saya bisa membantu orang. Itu suatu kebahagiaan yang tak bisa diukur oleh apapun,” katanya.

Imam mengatakan, Gerakan Infak Beras bersama Yayasan Munzalan, saat ini telah menyantuni  200 panti asuhan dan pondok tahfiz. Bahkan, gerakan ini telah menginspirasi banyak daerah di Indonesia untuk melakukan aksi yang sama.

Bergabungnya mereka dalam gerakan ini, sesuai dengan makna kata Munzalan Mubarakan, berarti tempat yang diberkahi memiliki makna tersendiri bagi setiap hati yang singgah dan mengingatnya. Sebagai tempat ibadah, hijrah, belajar, bahkan pelabuhan menuju Surga Allah. Dimulai dari fungsi utama masjid, Munzalan berkembang hingga menjangkau segala usia dengan berbagai agenda dan program-programnya melalui lembaga-lembaga yang ada didalamnya.

 

Editor: Yuni Kurniyanto