eQuator.co.id – SAMARINDA. Menuju Kaltim bebas lokalisasi 2019 ternyata butuh kerja keras dari pemerintah serta dukungan penuh dari masyarakat pula. Tidak bisa setengah-setengah, justru akan berakibat lebih buruk jika penutupan hanya sekedar kegiatan tanpa ada solusi yang berkelanjutan.
Ketua Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kaltim Sumadi Atmodiharjo menuturkan Pekerja Seks Komersial (PSK) di Kaltim jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan daerah lainnya. Bahkan tersebar di setiap kabupaten/kota.
“Para PSK itu prinsipnya sama seperti ekonomi. Ada kebutuhan, ada barang. Semakin banyak kebutuhan masyarakat akan PSK, semakin banyak pula mucikari yang menyediakan layanan seksual seperti itu,” katanya.
Sumadi menyebutkan bahwa salah satu pemicu jumlah PSK di Kaltim adalah dengan masuknya berbagai perusahaan-perusahaan ke Kaltim, seperti perusahaan yang berada di sektor perkebunan dan pertambangan batu bara. Jumlah pekerja di perusahaan seperti itu tentunya sangat banyak, sebut Sumadi, dan sebagian banyak berasal dari luar wilayah bumi etam.
“Mungkin ada yang meninggalkan istri di luar kota atau ada yang bujangan, terus menginginkan layanan seksual seperti itu,” ujar Sumadi.
Satu hal yang perlu diwaspadai, kata Sumadi, rencana penutupan lokalisasi sangat harus dilakukan alih pekerjaan. Baik untuk para eks PSK yang bisa beralih menjadi ahli kecantikan,penjahit atau keterampilan lainnya maupun setiap pihak yang turut mencari nafkah melalui bisnis seksualitas di tempat lokalisasi tersebut.
“Kalau alih pekerjaan itu gagal, dari bekerja yang secara komplek (satu tempat lokalisasi), maka akan membuat kegiatan prostitusi terselubung,” sebutnya.
Prostitusi terselubung maksudnya disini, sebut Sumadi, adalah salah satunya akan muncul tempat pijat plus, salon plus serta kos-kosan plus. Tempat seperti itu yang akan digunakan eks PSK untuk tetap berprofesi dan memuaskan pelanggannya. Jika hal seperti ini terjadi, Sumadi mengatakan akan membuat kondisi tidak terkontrol.
“Dampaknya akan menimbulkan semakin banyak persoalan di sisi penyakit menular seks seperti HIV/AIDS. Pula, akan semakin parah keadaan sosial di Kaltim. Salon plus, pijat plus dan kos-kosan plus seperti itu dekat dengan masyarakat. Banyak anak-anak yang bisa melihat hal seperti itu,” terangnya.
Sumadi menegaskan jika upaya pemerintah untuk menutup lokalisasi di Kaltim benar-benar harus dilakukan secara optimal. Alih pekerjaan dilakukan lebih serius agar tidak terjadi hal-hal yang akan berdampak seperti diatas.
Tidak hanya pemerintah, Sumadi berharap masyarakat termasuk tokoh-tokohnya dapat melakukan kontrol di tengah-tengah masyarakat dan pengawasan usai penutupan lokalisasi.
“Mampu atau tidaknya Kaltim untuk upaya ini, tergantung dari pemerintah dan masyarakatnya sendiri. Kalau sikap pemerintah tegas dan tindakannya total serta masyarakat komitmen juga,” kata Sumadi.
Ia juga mengharapkan upaya penutupan lokalisasi di Kaltim ini tidak hanya sekedar ikut-ikutan saja atas perintah dari Kementrian Sosial, namun juga di tindaklanjuti dengan serius dan berkelanjutan. (rm-1)