eQuator – Sukadana-RK. Malang nian nasib Sabli, 42. Warga Dusun Bagasing, Desa Sedahan Jaya, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara ini mengembuskan napas terakhir setelah tersambar petir sepulang memancing di sawah, Sabtu (17/1) pukul 17.00.
Tubuh Sabli tampak kaku dengan posisi tergeletak. Saat itu, dia bersama istri dan anaknya dalam perjalanan menuju pulang ke rumah, usai memancing di sekitar persawahan.
Almarhum dikenal sosok yang baik, ramah dan mudah bergaul di lingkungan masyarakat. Sabli dikebumikan Minggu (17/1) pukul 08.30. Ia pergi untuk selamanya dengan meninggalkan seorang istri tercinta dan dua anaknya.
Tidak disangka, sebelum menutup mata, ternyata Sabli telah berwasiat. Menurut pengakuan anaknya, Ardiansyah, 9, sebelum meniggalkan pondok, ayahnya sempat berpesan kepada ibunya. “Ayah minta kepada ibu untuk menjaga kedua anaknya baik-baik. Dan ibu pun bertanya kenapa bicara seperti itu,” kisah Ardiansyah.
Ternyata, ucapan itu adalah wasiat terakhir Sabli kepada istrinya, Neneng, 35.
Memang kondisi sore itu, cuaca begitu ekstrim. Dimana terjadi awan hitam yang menurunkan hujan dan terdengar dentuman suara petir dan kilat silih berganti dengan waktu cukup panjang. Saat itu, Sabli beserta istri dan seorang anaknya sedang berada di dalam pondok persawahan yang dibuatnya.
Pada saat kejadian, Neneng istri korban, melihat persis suaminya tersambar petir. Ia panik begitu melihat kondisi suaminya yang cukup mengenaskan. Neneng pun masih taruma atas musibah tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, awalnya, Sabtu (16/1) pagi, Sabli pamit dari rumah untuk pergi ke sawah. Namun hingga siang hari tak kunjung pulang. Karena tak lazim, sang istri pun timbul rasa khawatir sehingga terpaksa pergi menghampiri Sabli di sawah, jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalanya.
Setibanya di sawah, ternyata Sabli asyik memperbaiki pondok yang berada di pematang sawah. Neneng pun meminta kepada Sabli untuk pulang ke rumah guna beristirahat, serta pulang untuk makan siang yang telah disediakannya.
“Setelah itu Sabli pun pulang ke rumah untuk beristirahat, setelah dijemput oleh istrinya,” terang Mistari, 61, paman Sabli.
Dijelaskan Mistari, memang untuk kesehariannya dia sebagai petani yang telah menjadi sumber mata pencaharian bagi keluarganya. Saat itu, setelah pulang ke rumah untuk beristirahat dan makan siang, Sabli kembali ke sawah, mengajak anak beserta istrinya untuk memancing ikan. Mereka pergi dengan mengendarai sepeda motor.
Berdasarkan Ardiansyah yang ikut memancing dan turut menyaksikan ayahnya tersambar petir, setelah selesai memancing, Sabli dan istri beserta anaknya berniat untuk pulang ke rumah. Padahal saat itu kondisi cuaca cukup ekstrim. Hujan disertai petir.
Di daerah ini (Dusun Bagasing), sudah dua orang yang tersambar petir. Dan ini kejadian ketiga kalinya. Mungkin daerah ini dataran tinggi, jadi sering kali petir menyambar. Apa lagi pada hari yang sama pun, terdapat pohon durian tersambar petir, hingga mengeluarkan api,” kata Mistari.
Dilanjutkan Mistari pula, Sabli berniat untuk pulang ke rumah. Padahal saat itu, sedang hujan. Ketika turun hujan sore itu, Sabli beserta anak dan istrinya sedang berteduh di pondok yang telah diperbaikinya. Namun entah kenapa, Sabli tetap ingin pulang dan mengajak anak istrinya. “Dalam perjalanan pulang itulah, Sabli tersambar petir, disaksikan istri dan anknya,” terangnya.
Pada saat perjalanan pulang, mereka harus melewati pematang sawah menuju sepeda motornya. Posisi Sabli berada di belakang, istrinya di tengah dan anaknya berada paling depan. Tidak jauh dari pondok itulah, Sabli tersambar petir yang akhirnya tergeletak hingga meregang nyawa. “Posisi mereka bertiga saat pulang tidak begitu jauh jaraknya,” ucapnya.
Sang anak, Ardiansyah yang ikut memancing bersama ibu dan ayahnya mengatakan, sebelum kejadian memang ia beserta ibu dan ayahnya berteduh di pondok, dikarenakan turun hujan disertai petir yang menggelegar. Raut wajahnya tampak kesal karena entah kenapa saat itu ayahnya bersikeras tetap ingin pulang. (lud)