eQuator – Putussibau-rk. Petani lebih memilih menjual beras kepada tengkulak daripada ke Badan Urusan Logistik (Bulog). Pasalnya, tengkulak berani membeli dengan harga tinggi.
“Saya memilih menjual beras ke tengkulak, karena lebih menguntungkan dibandingan dengan Bulog. Saya tidak mendapat untung jika menjual ke Bulog, karena biaya yang dihabiskan untuk keperluan bertani cukup besar,” kata Rusdi, Petani asal Kecamatan Hulu Gurung, Minggu (20/12).
Menurut Rusdi, Bulog membeli beras petani sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yaitu Rp7.300 per kilogram. Sedangkan tengkulak berani membeli beras dengan Rp9 ribu perkilogram, bahkan lebih.
Terpisah, Nordin Muslim, Kepala Bulog Putussibau mengatakan, sebenarnya untuk memenuhi ketersediaan di gudangnya, mereka berupaya membeli beras yang dihasilkan masyarakat lokal. Hanya saja, harga beli yang dipatok pemerintah Rp7.300 perkilogram.
Akan tetapi, banyak petani di Kapuas Hulu tidak mau menjual berasnya ke Bulog, dengan alasan harga beli yang ditetapkan Pemerintah terlalu murah. Apalagi harga beli tersebut sudah termasuk ongkos distribusi, dari masyarakat sampai ke depan gudang Bulog.
“Sebetulnya harga beli Bulog Rp7.300 perkilogram itu naik dari tahun sebelumnya yang hanaya Rp6.600 perkilogra. Berarti sudah naik Rp700,” ungkap Nordin.
Petani di Kapuas Hulu menawarkan harga beli minimal beras Rp10 ribu perkilogram. Karena melampaui batas harga yang ditetapkan pemerintah, Bulog tidak bisa mengakomodirnya. “Bulog tidak mampu beli beras masyarakat karena terlampau tinggi. Masyarakat petani sendiri beralasan biaya upah pekerja dan pupuk, tidak tertutupi dengan harga beli Rp7.300 perkilogram,” ujar Nordin.
Padahal, jika masyarakat petani dapat menyesuaikan harga beras dengan standar beli pemerintah, Bulog bisa menerima banyak beras dari masyarakat. Dibandingkan masyarakat menjualnya sendiri ke pasar lokal.
“Kalau di pasar, tentu pembelinya tidak mampu terima hasil pertanian yang banyak. Tapi kalau lari ke Bulog, di sini gudangnya bisa tampung 2.000 ton beras,” ujarnya.
Sebenarnya, kata Nordin, beras yang dihasilkan petani Kapuas Hulu sudah sesuai untuk kategori medium. Dari itu Bulog siap menampung, sepanjang harganya jualnya sesuai dengan ketetapan harga beli pemerintah.
“Sayangnya, kebanyakan petani di Kapuas Hulu hanya menghasilkan beras untuk kebutuhan sendiri, bukan untuk dijual. Ada juga yang menggap tabu menjual beras, karena kalau sampai jual beras itu, dianggap sudah miskin. Tapi semestinya paradigma ini yang perlu dirubah, sehingga Kapuas Hulu bisa jadi lumbung pangan,” pungkas Nordin.
Laporan: Arman Hairiadi