-ads-
Home Headline Pesimis Hadapi Bonus Demografi

Pesimis Hadapi Bonus Demografi

Rapatkan Barisan Tangani TBC, Stunting dan Imunisasi

RAKERKESDA. Kepala Dinkes Kalbar Andy Jap (Kiri), Menkes RI Nila F. Moeloek (tengah),dan Pj Gubernur Kalbar Dodi Riyadmadji (kanan) menghadiri Rakerkesda Provinsi Kalbar di Ballroom Hotel Kapuas Palace, Pontianak, Rabu (18/4). Rizka Nanda-RK
RAKERKESDA. Kepala Dinkes Kalbar Andy Jap (Kiri), Menkes RI Nila F. Moeloek (tengah),dan Pj Gubernur Kalbar Dodi Riyadmadji (kanan) menghadiri Rakerkesda Provinsi Kalbar di Ballroom Hotel Kapuas Palace, Pontianak, Rabu (18/4). Rizka Nanda-RK

eQuator.co.idPONTIANAK-RK. Indonesia urutan tertinggi kedua di dunia penderita tuberculosis (TBC). Kondisi ini semakin memperihatinkan lantaran  angka stunting di nusantara juga tinggi.

Menteri Kesehatan RI Nila F. Moeloek mengakui secara gamblang di hadapan awak media mengenai dua kasus itu. Pemerintah mulai bergegar dan merapatkan barisan. Apalagi isu kesehatan di Indonesia memang paling seksi untuk digali. Seluruh sektor mulai saling bahu membahu untuk menggenahkan persoalan ini.

“Saya kira ini harus diselesaikan,” ucapnya usai mengikuti Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) Provinsi Kalimantan Barat di Ballroom Hotel Kapuas Palace, Pontianak, Rabu (18/4).

-ads-

Kalau masalah ini tidak diselesaikan Indonesia, yang ditakutkan juga tentu resistensi dari obat. Karena sempat di Rakerkesda dikatakan dropout dan sebagainya. “Ini benar-benar harus kita dampingi betul-betul,” tegasnya.

Menkes khawatir kalau sudah terjadi resistensi. Karena akan dapat merugikan negara. Baik secara ekonomi maupun hubungan dengan negara lain. Untuk mencegah dua hal itu, pemberian imunisasi kepada anak sejak dini adalah dasarnya. “Ini adalah upaya yang harus kita kerjakan,” lugasnya.

Cita-cita pemerintah Indonesia akan siap menghadapi bonus demografi. Namun, dia pesimis dengan kondisi sekarang ini.

“Bagaimana mau menghadapi bonus demografi, sementara anak kita kurang gizi?” tanya dia.

Sehingga, pemerintah menjadikan tiga isu penting ini sebagai fokusnya. Yaitu TBC, stunting dan pemberian imunisasi. Ini akan digarap dengan memanfaatkan seluruh sektor. Satu diantara upaya itu, adalah dengan menerapkan program Indonesia Sehat melalui 12 indikator.

“TBC maupun stunting itu pasti terkait dengan interpensi sensitif. Seperti sumber air bersih, ketahanan pangan kita semua itu saling berkaitan. Jadi kalau tiga hal itu, kita harus bekerja secara politik,” tegasnya.

Di samping persoalan penyakit menular, pemerintah juga fokus dalam penanganan penyakit tidak menular. Seperti penyakit jantung dan diabates. Penyakit jantung cegah dihipertensi. “Sedangkan penyakit diabetes tentunya kita cegah dipemeriksaan gula darah,” tutup Menkes.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kalbar, Andy Jap menuturkan, melihat upaya yang sangat gencar dilakukan pemerintah pusat, pihaknya tinggal merumuskan dalam bentuk langkah-langkah konkrit. Dia pun mengajak seluruh pemerintah kabupaten/kota untuk sama-sama menangani tiga masalah itu. Itulah yang akan pihaknya lakukan setelah Rakerkesda ini. “Sehingga dari Rakerkesda ini teman-teman kabupaten/kota pulang sudah tau mau berbuat apa di Puskesmas daerah masing-masing,” ungkapnya.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Rikesda) Tahun 2013, angka prevalensi stunting pada Balita provinsi Kalbar berada pada angka 38,6 persen. Di tahun 2017, angka prevalensi menurun menjadi 36,5 persen (selengkapnya lihat tabel).

“Dari 14 kabupaten/kota se Kalbar, catatan khusus bagi Sekadau, Sintang, Kapuas Hulu dan Sanggau. Pemerintah daerah harus berupaya menurunkan angka prevalensi itu,” jelas Andy.

Untuk capaian imunisasi cakupan IDL Kalbar Tahun 2014-2017 sebesar 82,6 persen. UCI Desa sekitar 70,6 persen.

“Sedangkan persentase realisasi dan target penemuan (CNR) tuberculosis semua tipe Tahun 2017 yakni target 7.596 tercapai 5.213 atau 69 persen. Tahun 2016, target 6.210 tercapai 5.178 atau 83 persen,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, presentase keberhasilan tubercolusis paru dengan BTA (+) Success Rate Kalbar Tahun 2017 adalah 73 persen. Untuk penemuan kasus tuberculosis resisten obat (RO) Tahun 2017 yakni dari 1.348 kasus terduga TB RO yang dites TCM. “74 kasus diantaranya hasil MTB positif rif resisten. 50 kasus memulai pengobatan,” jelasnya.

Sementara itu, cakupan kinerja program 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK) PSG 2017 diantaranya pencapaian 50,4 persen untuk Tablet Tambah Darah (TTD) ibu hamil, Inisiasi Menyusui Dini (IMD) 47,7 persen, ASI Eksklusif 50,8 persen, IDL 82,6 persen, D/S 72,7 persen, air bersih 60 persen, sanitasi 55 persen dan Desa Open Defecation Free (ODF) 10 persen. “Untuk mengatasi tiga isu utama masalah kesehatan yakni stunting, tuberculosis dan imunisasi perlu sinergi semua pihak,” pungkasnya.

“Semua program telah dijalankan diantaranya Desa Kita Desa Siaga Aktif, Posyandu, Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), Kampung Keluarga Berencana dan lainnya,” sambung Andy Jap.

Sedangkan Penjabat (Pj) Gubernur Kalbar Dodi Riyadmadji menilai sebenarnya provinsi ini relatif kaya sumber daya makanan. Akan tetapi tidak bisa juga dihindarkan ternyata masyarakat dalam rangka untuk merawat bayi yang lahir sampai seribu hari pertama kehidupan kurang baik. “Sehingga stuntingnya lebih tinggi dari angka nasional. Padahal kalau kita semua sadar stunting tinggi ini harapan kurang baik bagi Kalbar di masa depan,” tuturnya.

Dodi mengimbau kepada seluruh pemerintah kabupaten/kota terus memperat sinergitas bersama Pemprov untuk menuntaskan hal ini.

Imunisasi harus dilakukan. Beri jatah ASI kepada bayi dalam jangka waktu agak lama. “Anak saya bisa 2 tahun 2 bulan, sehingga tingkat kecerdasan emang agak berbeda dengan saya waktu kecil. Itu realitas yang kami lihat secara kasat mata,” terangnya.

Satu diantara faktor terjadinya stunting adalah kesadaran dari ibu yang merawat anak. Akan tetapi kata dia, jika hanya mengandalkan peran ibu, dunia ini tidak adil. Bapak-bapak juga jangan cuek kalau punya bayi.

“Ini menjadi sesuatu yang perlu perhatian kita semua, mengatasi stunting itu harus diberi kesadaran ibu dan bapak. Lalu keduanya berkomitmen memberikan asupan yang baik,” pungkas Dodi.

 

Laporan: Rizka Nanda

Editor: Arman Hairiadi

Exit mobile version