Pertaruhan Integritas dan Kredibiltas KPU

Politik Uang dan Santernya Isu Kecurangan

ilustrasi. net

eQuator.co.id – PONTIANAK-SANGGAU-RK. Pasca pemungutan suara Pilpres dan Pileg 17 April lalu, muncul beragam polemik. Isu dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif senter dihembuskan. Tantangan lain, politik uang yang sulit dibuktikan hingga banyaknya penyelenggara pemilu yang wafat.

Bahkan, oleh pihak tertentu, sering kali penyelenggara pemilu dituding tidak netral. Gubernur Kalbar, Sutarmidji pun berkomentar menyikapi pro kontra tersebut. “Saya berharap, semuanya harus percaya dengan institusi KPU. Pahami dulu mekanisme kerje dari KPU,” seru Sutarmidji, saat diwawancarai wartawan, disela-sela kegiatan Pemusnahan Barang Bukti Illegal Fishing Bersama Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, Sabtu (4/5).

Dugaan kecurangan pemilu, sebagaimana yang terus digaungkan seharusnya bisa dibuktikan. Apalagi proses pemungutan suara turut diawasi saksi dari setiap kontestan di masing-masing TPS.  “Setiap KPPS harus ada saksi. Semua peserta kontestan pemilu harus punya saksi. Nah, kalau kita punya saksi semua, pasti punya bukti C1. C1 ini dihitung aja. Kan bisa,” katanya.

Karena itu, matan Wali Kota Pontianak dua periode tersebut meminta, semua pihak tak buru-buru menyalahkan penyelenggara. Jika memang terjadi dugaankecurangan, maka proses saja sesuai mekanisme. “Kita beri kepercayaan ke KPU,” ajaknya.

Menurutnya, dalam Undang-undang Pemilu yang dibuat oleh DPR bersama pemerintah, semua mekanisme proses pesta demokrasi, sudah diatur dengan sedemikian rupa. Termasuk, mekanisme penyelesaian sengkta dugaan kecurangan. “Ini undang-undang dibuat oleh DPR dengan presiden. Disitu sudah ngatur. Siapapun yang terpilih, ditetapkan KPU. Tidak ada institusi lain. Institusi ini lah yang harus kita yakini,” ucapnya.

Klaim kemenangan sebelum penetapan, menurutnya sah-sah saja dilakukan. Namun, apabila KPU sudah memutuskan siapa yang menang berdasarkan suara terbanyak, maka semua harus bisa menerima.  “Semuanya harus tunduk terhadap keputusan itu. Itu lah demokrasi,” pungkasnya.

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar, Suriansyah juga menyerukan, agar persoalan pemilu diselesaikan dengan cara-cara yang bijak. Sesuai aturan hukum yang berlaku. “Apapun yang terjadi, kita adalah satu negara-satu bangsa. Apapun masalah harus diselesaikan dengan cara yang baik,” ucap Suriansyah, belum lama ini.

Menurutnya, pemungutan suara pemilu serentak 17 April lalu di wilayah Kalbar relatif terlaksana dengan baik. Situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), saat hari pemungutan maupun pasca pemungutan suara telah berjalan aman dan tertib. “Kita sudah melaksanakan pemilu dengan baik. Tetapi, hasilnya ada sebagian masyarakat yang tidak puas. Sebagian masyarakat berpandangan pemilu kurang jurdil. Itu lah sedikit-sedikit membuat riak-riak (protes, red) sebagian masyarakat kita,” katanya.

Karena itu, politisi Partai Gerindra tersebut mengingatkan KPU, sebagai penyelenggara menjamin integritasnya dan kredibiltasnya. “KPU sebagai penyelenggara pemilu tentu kami harapkan bekerja sejujur-jujurnya,” pesannya. “Karena ini adalah amanah yang diberikan untuk menentukan pimpinan negara kedepan. Badan Pengawas Pemilu juga kami minta pro aktif melaksanakan tugasnya,” timpalnya.

Terlepas dari hiruk pikuk dinamika tersebut, Suriansyah tak lupa memberi ucapkan selamat. Bagi Caleg yang terpilh. Sementara yang belum terpilih, diingatkannya agar bersabar. “Untuk pendukung pasangan presiden, tentu kita masing-masing menunggu penghitungan dari KPU secara manual berjenjang,” pungkasnya.

Sedangkan soal dugaan praktik politik uang yang sulit dibuktikan. Apalagi tak sedikit perkara dugaan politik uang yang ditangani Bawaslu, akhirnya berujung dihentikan. Dengan alasan tak memenuhi unsur formil dan materil.

Contohnya di Kabupaten Kubu Raya. Ada satu laporan dugaan politik uang, terkait pileg di wilayah Kecamatan Sungai Kakap. Laporanya sempat ditindaklanjuti. Bahkan dilakukan pembahasan oleh Bawaslu setempat.

Namun setelah diproses, dugaan praktik politik uang itu, tidak bisa dibuktikan.

Di Kabupaten Kayong Utara juga demikian. Dua laporan kasus dugaan politik terkait pileg yang telah diregister Bawaslu juga dihentikan. Hasil pembahasan oleh pihak sentra Gakumdu disana menyimpulkan, dugaan dua perkara politik uang sebagaimana yang dilaporkan itu, juga tak memenuhi syarat tindak pidana pemilu.

Dua kasus tersebut, rasanya cukup membuktikan praktik politik uang disetiap pemilu memang sulit diungkap. “Memang sulit sekali untuk membuktikan politik uang. Karena tidak banyak orang berani berperkara secara hukum,” kata Wakil Ketua DPRD Kalbar itu. “Apalagi pemberi dan penerima dianggap sama-sama salah. Harusnya pemberi dianggap bersalah. Penerima tidak dianggap bersalah. Karena mereka (penerima) adalah pihak yang pasif,” tambahnya.

Dia menilai, selama si penerima masih dikategorikan bersalah, maka penanganan politik uang sulit ditegakkan. Sebab, si menerima pasti tidak akan mau menjadi saksi. “Apalagi buktinya lemah. Jadi orang takut mau melaporkan tindakan politik uang itu. Karena khawatir berimbas ke pelapor sendiri. Itu lah kelemahannya,” imbuhnya.

“Bahkan ada orang yang menyaksikan politik uang itu, tetapi akhirnya tidak berani menjadi saksi saat dipanggil oleh sentra Gakkumdu,” ungkapnya.

Selain soal politik uang, Suriansyah juga menyoroti sistem pemilu serentak 17 aprlil 2019. Menurutnya, pemilu serentak pilpres dan pileg sangat melelahkan. “Dengan jumlah rekapitulasi yang banyak sangat menyita waktu, melelahkan dan mememerlukan fokus yang sangat besar,” ujarnya.

Akibatnya, tak sedikit petugas pemilu tingkat bawah meninggal dunia, karena kelelahan. Untuk itu ke depan Suryansah menyarankan sebaiknya sistem pemilu kembali dievaluasi. “Jangan sampai hal ini (petugas KPPS meninggal, red) masih terjadi,” tegasnya.

Menurutnya, pemilu serentak dengan segala kerumitannya, juga menyebabkan banyak terjadi penyimpangan. Sehingga, tak sedikit TPS harus dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) dan pemilihan suara lanjutan (PSL).

“Maka, evaluasi nanti bisa dengan memisahkan kembali pilpres dan pileg. Atau bisa dilakukan e-voting. Seperti saran Mendagri. Namun sistem itu harus dijaga dari kejahatan dan design yang tidak baik,” pungkasnya.

Sementara itu, Komisioner Bawaslu Kabupaten Sanggau, Inosensius menyebut, selama masa kampanye, pihaknya setidaknya menangani 21 dugaan pelanggaran. Sebanyak 14 di antaranya adalah temuan, sedangkan tujuh kasus lainnya berupa laporan. “Dari tujuh itu, satu berupa administrasi, enam laporan tentang dugaan politik uang (money politic),” ungkapnya ditemui di ruang kerjanya, Kamis (2/5).

Hingga saat ini, kata Ino, sapaan akrabnya, laporan tersebut masih terus diproses. Pilitik uang tegas dia, adalah pidana Pemilu. Namun untuk membuktikan hal tersebut harus ada tahapan yang dilalui. “Ada proses mulai dari penerimaan laporan, kajian awal, klarifikasi dan penyelidikan, setelah itu kita akan membuat kajian. Karena ini tindak pidana Pemilu, kita bersama sentra Gakkumdu. Penanganannya 14 hari kerja paling lama. Sedangkan untuk laporan, paling lama tujuh hari sejak diketahui atau ditemukan,” terangnya.

Ia menjelaskan, di Sentra Gakkumdu ada pembahasan pertama dan kedua terkait kasus tersebut. Meski ranahnya masih di Bawaslu. “Jaksa dan kepolisian itu mendampingi Bawaslu. Baik dalam klarifikasi dan penyelidikan,” imbuhnya.

Setelah tahapan proses dilalui baru digelar pleno untuk memutuskan apakah laporan tersebut diteruskan ke penyidik atau dihentikan. Jika ditemukan bukti kuat, akan teruskan ke penyidik. Kepada Jaksa, pihak Gakkumdu akan menjelaskan proses penanganannya. “Supaya apabila nanti dilimpahkan ke pengadilan sudah lengkap.  Sejauh ini sudah banyak kita panggil saksi-saksi. Konsekuensi administrasi jika terbukti secara massif, terstruktur dan sistematis, pembatalan sebagai calon,” tegas Ino.

Ia memastikan, paling cepat pada 10 Mei 2019 sudah ada laporan yang diputuskan Bawaslu untuk dilanjutkan atau dihentikan. “Karena laporan ini kan masuknya tidak serentak,” ujarnya.

Menyikapi tantangan yang dihadapi KPU, Abdul Syukur, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Pontianak mengungkapkan, apirasi sebagai warga Indonesia pada 17 April 2019 telah disalurkan secara demokratis, bebas dan tanpa terjadi gesekan. “Mari kita jaga bersama karna tanggung jawab kita bersama,” Abdul kepada Rakyat Kalbar.

Abdul mengingatkan, warga lebih sabar dan menunggu keputusan dari KPU mengenai hasil pemilu pada 22 Mei 2019 nanti. “Siapapun yang terpilih, kedua tokoh itu tokoh bangsa yang terbaik, maka siapapun yang terpilih kita harus hormati dan harus terima, itulah sebenarnya yang kita harapkan,” tegasnya

Abdul berharap masyarakat tidak mudah termakan provokasi dan berita berita hoaks yang beredar tentang hasil pilpres. “Berita media sosial itu sangat terjebak, kalau membacanya tidak terkontrol dan bisa langsung percaya dan bisa membuat diri sendiri terjebak,” ujarnya

Dia juga tidak berharap warga, terutama di Kota Pontianak terjebak karena ketidak tahu dan salah informasi. “Saya kira warga Kota Pontianak yang beragama sangat beriman dan sangat tahu tugas dan kewajibannya sebagai umat beragama,”  tutupnya

 

Laporan: Abdul Halikurrahman, Kiram Akbar, Tri Yulio HP

Editor: Yuni Kurniyanto