Lagi, kasus pernikahan dini terjadi. Kali ini di Desa Tungkap, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Dua bocah di bawah umur ’’terpaksa’’ dinikahkan karena gaya berpacaran keduanya sudah seperti orang dewasa.
RASIDI FADLI, Rantau
eQuator.co.id – WAJAH polos khas anak-anak masih sangat tampak di raut muka ZA dan IB. Maklum, keduanya belum akil balig. ZA, si mempelai laki-laki, masih berusia 13 tahun. Sedangkan IB, mempelai perempuan, lebih tua 2 tahun alias 15 tahun.
Pasangan belia itu Kamis malam lalu (12/7) membikin heboh warga desa setempat karena melangsungkan pernikahan siri. Proses ’’ijab kabul’’ pernikahan anak-anak tersebut berlangsung tertutup di rumah nenek ZA di Jalan Saka Permai Desa Tungkap, Kecamatan Binaung. Hanya keluarga dekat yang menyaksikan. Ijab kabul berlangsung di bawah wali nikah Ustad Muhammad Abdul Galih, tokoh masyarakat setempat.
Tapi, proses sakral itu tidak dihadiri orang tua kandung kedua pasangan. Orang tua mempelai pria kebetulan sudah bercerai. Sejak kecil ZA ikut neneknya, Jannaria, 45. Jannaria merupakan nenek ZA dari pihak ibu. Ibu kandung ZA bernama Sainah dan ayahnya Hasbullah.
Sementara itu, orang tua IB, konon sudah meninggal. Sejak kecil mempelai perempuan tersebut diasuh orang tua angkat.
’’Ijabnya tertutup supaya cucu saya tidak gugup selama ijab. Alhamdulillah, ZA mengucap dengan lancar,’’ cerita Jannaria ketika ditemui Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group) di rumahnya, Jumat sore (13/7).
Meski menikah secara siri, pernikahan anak-anak itu juga diramaikan dengan resepsi pada Jumat paginya. Banyak warga yang berdatangan menyampaikan ucapan selamat kepada kedua mempelai. Tapi, umumnya mereka hadir karena penasaran ingin mengetahui kebenaran berita tentang pernikahan dini itu.
’’Banyak tamu yang datang. Tapi, ya itu tadi, kebanyakan hanya ingin tahu seperti apa perkawinan cucu saya itu,’’ tambah Jannaria yang mengasuh ZA sejak umur setahun.
Saat Radar Banjarmasin (Jawa Pos Group) datang ke rumah Jannaria, ZA maupun IB tampak masih sibuk membereskan tenda-tenda bekas pelaminan, ditemani ketiga pamannya, seusai acara resepsi yang digelar Jumat pagi. Tingkah polos mereka masih terlihat saat ZA dan IB ditanya alasan menikah di usia yang masih muda. Keduanya tersenyum malu untuk menjawab.
’’Kisah akan aja (Ceritakan saja, Red),’’ kata Jannaria.
Setelah mendapat izin dari sang nenek, ZA pun bercerita lancar. Dia mengaku menikahi IB karena sudah sangat mencintai gadis manis itu. ’’Ulun sayang banar lawan bini ulun ini (Saya sangat sayang dengan istri saya ini, Red),’’ kata dia.
Bocah yang baru lulus SD Tungkap 2 itu menyatakan sudah berpacaran dengan IB sebulan terakhir. Sejak berpacaran, keduanya ke mana-mana berdua. Ibarat kata, lengket seperti prangko. Bahkan, beberapa kali keduanya diketahui pulang ke rumah sang nenek larut malam.
Melihat kedekatan keduanya, sang nenek pun bertanya, ’’Ikam handak kawin kah tuh? (Kamu mau kawinkah, Nak?),’’ ucap Jannaria sebagaimana ditirukan ZA. ’’Saya jawab, terserah Nenek,’’ lanjut bocah berkepala plontos itu.
Ternyata, omongan sang nenek bukan isapan jempol. Tiga hari sebelum pernikahan, Selasa (10/7), Jannaria mengajak ZA mendatangi rumah orang tua angkat IB di kampung sebelah untuk memberitahukan maksud mereka.
Gayung bersambut. Orang tua angkat IB ternyata tidak berkeberatan anaknya dinikahkan dengan ZA. ’’Orang tua angkat IB menyambut baik,’’ ucap Jannaria.
Proses lamarannya pun berlangsung sederhana dengan mahar hanya uang Rp100 ribu. ’’Awalnya hanya ijab kabul. Tapi, setelah itu banyak tetangga yang datang,’’ sambungnya.
Kedatangan para tamu tidak untuk makan-makan, tapi untuk melihat pasangan belia tersebut bersanding di pelaminan. Saat resepsi itu, keduanya dirias ala orang dewasa yang menikah. ZA mengenakan atasan putih dibalut jas hitam kedodoran dan bawahan sarung serta berkopiah. Sedangkan istrinya, IB, memakai kebaya putih bermotif kembang berwarna emas serta berjilbab yang dihiasi rangkaian bunga melati di kepalanya.
Sepanjang resepsi, tangan keduanya bergandengan dengan mesra. Senyum malu-malu terlihat setiap kali diselamati dan diajak berfoto para tamu. ’’Hampir seharian cucu saya melayani orang-orang foto,’’ katanya.
Alasan Jannaria dan orang tua angkat IB buru-buru mengawinkan dua bocah ingusan itu, selain keduanya sudah tidak mempunyai orang tua yang menjaga mereka, dua wali tersebut ingin menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. ’’Daripada terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, lebih baik dikawinkan saja,’’ tegas Jannaria.
Apalagi, selama berpacaran, keduanya selalu berduaan. Misalnya, ketika ZA kulakan bensin di SPBU untuk diecer di rumah neneknya, IB selalu mengikutinya. ’’Ini juga untuk menghindari fitnah atau rasan-rasan tetangga,’’ katanya.
Meski nikah siri sudah dilangsungkan, kedua pihak keluarga mempelai bersepakat bahwa pernikahan pasangan belia itu baru akan dicatatkan secara resmi di pengadilan agama setelah keduanya berumur 17 tahun atau sekitar tiga tahun lagi. ’’Untuk saat ini, kami akan memasang KB implan untuk menunda kehamilan IB sebelum waktunya tiba,’’ ujarnya.
ZA menambahkan, dirinya berkenalan dengan IB saat bertemu di pasar malam desanya. ’’Sejak saat itu, saya jatuh cinta,’’ ungkapnya.
Dia mengaku tidak ada paksaan dari pihak mana pun untuk menikah dengan IB. Sebab, dirinya dan IB memang sudah sama-sama senang. ’’Biar tidak jadi omongan orang,’’ katanya. (*)