eQuator.co.id – JAGOI BABANG-RK. Berbagai tantangan dihadapi petugas PLN dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada pelanggan. Terlebih di kawasan perbatasan.
Mungkin tak pernah terpikir sebelumnya oleh petugas PLN satu ini, Ridho Ramadan. Pria kelahiran Pemangkat 12 Februari 1994 ini harus menjalankan tugas di Kantor Pelayanan Seluas dan Jagoi Babang. Daerah kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Serikin, Serawak, Malaysia.
Masuk PLN pada tahun 2013, Ridho semula ditempatkan di Pusat Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Merasap, Kabupaten Bengkayang sebagai operator mesin PLTMH.
Pada pertengahan tahun 2018, Ridho mulai menjalankan amanah tugas sebagai Penanggungjawab Kantor Jaga Seluas dan Jagoi Babang, daerah perbatasan Indonesia-Malaysia.
Bertugas sebagai penanggungjawab kantor pelayanan di ujung negeri, Ridho dibantu oleh enam orang pekerja layanan teknik. Melayani sekitar dua ribuan pelanggan.
“Kendala yang sering kami hadapi adalah jaringan sinyal yang kadang menghambat komunikasi. Khusus daerah Jagoi Babang ini banyak sekali daerah blank spot, sehingga agak kesulitan buat kami untuk menyampaikan informasi ke kantor layanan ULP Bengkayang dan GI Bengkayang, terutama saat terjadinya gangguang pada jaringan distribusi,” cerita Ridho dalam keterangan tertulis melalui Humas PLN UIW Kalbar, Rabu (1/5).
Padahal tiap kali terjadi gangguan, sambung Ridho pihaknya harus mengambil gambar dan mengirimkannya melalui telepon pintar. Biasanya setelah mengambil gambar, mereka harus mencari lokasi yang ada sinyalnya.
“Hal ini yang terkadang menghambat percepatan layanan yang ingin kami berikan kepada pelanggan,” ujarnya.
Seluas dan Jagoi Babang merupakan daerah yang cukup unik karena berbatasan langsung dengan kota Sirikin, Sarawak Malaysia. Warga Seluas dan Jagoi Babang terbiasa keluar masuk perbatasan untuk berdagang.
Perintah Malaysia memperbolehkan warga Seluas dan Jagoi Babang untuk melakukan transaksi perdagangan khusus untuk komoditi buah-buahan dan sayuran di pasar Sirikin. Itupun hanya dilakukan pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Sementara pada hari Sabtu dan Minggu khusus untuk berdagang barang-barang kelontong.
“Kondisi ini tentunya berdampak pada pola hidup kebanyakan masyarakat Seluas dan Jagoi Babang. Beberapa tahun terakhir ini kehidupan mereka mulai terlihat maju,” jelasnya.
Ridho memandang, di kabupaten ini pola hidup masyarakat Seluas dan Jagoi Babang yang mulai maju juga berimbas pada ekspektasi layanan kelistrikan yang diinginkan oleh masyarakat.
“Mereka sering membandingkan kondisi layanan kelistrikan yang kita berikan dengan kondisi di negara tetangga,” jelasnya.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Ridho dan personelnya. Pihaknya merasa gengsi jika layanan yang diberikan kalah dengan layanan dari negara tetangga yang sering mereka katakan.
“Makanya, setiap ada gangguan listrik yang menyebabkan padam kami berusaha untuk segera selesaikan agar mereka dapat menikmati listrik tanpa harus membandingkannya dengan layanan negara tetangga,” sebutnya.
Untuk itu lanjut Ridho, pihaknya berupaya memberikan layanan semaksimal mungkin kepada pelanggan. Dengan menunjukkan kesungguhan dan performa yang baik dalam melayani. “Meski hal itu perlu kerja keras dan komitmen yang tinggi,” jelas Ridho.
Ridho menceritakan, pengalaman menariknya yang hingga saat ini tak bisa ia lupakan bersama teman-teman KP Seluas. Yakni saat terjadiangin topan di daerah Sanggau Ledo, tepatnya di Desa Trausan. Angin topan yang terjadi menyebabkan beberapa tiang JTM tumbang, aliran listrik pun terputus, beberapa desa terdampak padam meluas.
“Kejadian di sore hari tersebut cukup membuat kami khawatir. Di saat kami berkomitmen untuk tidak terjadi pemadaman, di saat itu pula tiang JTM tumbang sebanyak 12 gawang, dan masyarakat pun merasakan padam,” katanya.
Atas kejadian tersebut, Ridho segera menghubungi ULP Bengkayang untuk segera mendapatkan bantuan tenaga dan peralatan. Agar tiang listrik yang tumbang dapat segera didirikan kembali. Butuh waktu dua hari untuk kembali mendirikan tiang yang tumbang, itupun kami harus bekerja hingga larut malam dibantu oleh warga setempat.
“Kami pun menginap di lokasi desa tersebut. Kami tak ingin pulang sebelum seluruh pekerjaan selesai. Tepat tengah malam seluruh pekerjaan dapat kami selesaikan, listrik pun kembali menyala,” kisahnya.
Upaya yang dilakukan oleh timnya pun diapresiasi oleh masyarakat setempat. Menurutnya butuh kerja keras dan komitmen bersama untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
“Saat itu kami melihat warga bertepuk tangan. Dan mengucapkan terima kasih atas kerja keras bersama yang telah dilakukan. Saat itu saya hanya berpikir, setidaknya mereka harus paham bahwa negeri ini butuh komitmen, integritas serta rasa bangga bahwa kita berada di negeri yang pantas untuk kita cintai,” tutup Ridho. (ova)