eQuator.co.id – Pontianak-RK. Tingkat kerawanan informasi bohong atau hoaks di Kota Pontianak, sebenarnya tergantung seberapa besar medium hoaks yang disebarkan dari Jakarta dan pulau Jawa. Karena produsen hoaks khususnya terkait Pemilu 2019 itu bukan dari Pontianak.
“Kita (netizen, red) di sini hanya sekadar mengikuti dan membagikan yang beredar di berbagai platform media sosial dan aplikasi perpesanan instan,” ujar Ketua Umum Hoax Crisis Centre (HCC) Kalbar, Reinardo Sinaga dalam keterangan pers yang dikeluarkan pada Rabu (12/6).
Dari catatannya, HCC Kalbartelah melakukan debunk sedikitnya 10 hoaks menjelang aksi 22 Mei dan 10 hoaks pasca aksi 22 Mei kemarin. “Total ada 20 hoaks yang kami debunk atau melakukan cek fakta. Setelah itu, hasil cek faktanya kami sebar di sejumlah media massa dan juga media sosial,” paparnya.
Pria yang akrab disapa Edo menambahkan, jika dilihat urgensi dan relevansi hoaks serta penanganannya, beragam platform sudah dibuat. Seperti aplikasi pelaporan hoaks oleh Kominfo hingga yang dimiliki Polda Kalbar.
“Bahkan kami di HCC yang merupakan bagian dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) juga memilikinya. Mulai dari turnbackhoax.id hingga grup Forum Anti Fitnah, Hasut dan Hoax di facebook,” jelas Edo.
Namun itu semua tak cukup. Karena narasi kebencian, yang disulut oleh produsen hoaks benar-benar mengena. Apalagi ada narasi yang dibumbui dengan kisah yang dibelokkan. Seperti meninggalnya para perusuh, yang sampai saat ini masih dicari siapa penembaknya.
“Namun yang dituduh melakukannya adalah polisi. Padahal hasil investigasi pun belum juga keluar,” tegasnya.
Untuk kejadian 22 Mei di Pontianak, sambung Edo, itu akibat dari sejumlah orang yang tidak bertanggungjawab menyebarkan narasi kebencian ditambah dengan foto korban penembakan di Jakarta.
“Sehingga menyulut emosi sejumlah orang yang kemudian jadi perusuh di Pontianak, tempo hari,” kata dia.
Saat ini, masyarakat sedang mengawal dan menanti putusan sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), pada 28 Juni nanti. Dipastikan, bakal ada isu miring mengenai lembaga hukum tersebut.
Yang dilakukan HCC Kalbar sebagai bagian dari masyarakat antihoaks adalah menggerakkan lebih dari 30 relawan antihoaks di media sosialuntuk segera mengkanter sejumlah isu dengan narasi kebencian dan ketidakpercayaan terhadap MK.
“Langkah selanjutnya, sekira 5 orang tim inti HCC Kalbar akan memantau sejak hari ini hingga putusan MK di sejumlah cuitan atau pesan disinformasi di seluruh platform media sosial dan aplikasi pesan,” bebernya.
Tak cukup itu, HCC Kalbar juga bekerja sama dengan Divisi Intelkam Polda Kalbar serta Divisi Cyber Crime untuk memantau sejumlah media sosial.
“Siapapun yang memulai melakukan penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian, kami akan bekerjasama dengan kepolisian untuk selanjutnya ditindak oleh pihak berwajib,” tegas Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak ini.
Dalam kesempatan ini, Edo mengimbau, mari berikan MK sebagai lembaga hukum negara dan pintu terakhir dari sejumlah gugatan, wewenangnya serta kepercayaan.
“Apapun keputusannya, sebagai masyarakat yang taat hukum dan menjadikan hukum sebagai panglima, harus menghormatinya,” imbaunya.
Ditegaskannya, tak perlulah mendaratkan sejumlah narasi kebencianyang menghabiskan energi dan memecah belah persaudaraan sesama warga negara Indonesia. “Khususnya di media digital saat ini. Mari cerdas berkomentar, saring sebelum sharing dan jangan kalah otak dengan jempol,” ajak Edo.
Sementara khusus pengamanan di lapangan menjelang sidang perdana gugatan Pilpres di MK yang dijadwalkan digelar pada Jumat, 14 Juni 2019, jajaran Polda Kalbar telah menyiapkan segala sarana prasarana.
Untuk memastikan kesiapan itu, Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono melakukan pengecekan di SPN Pontianak, Selasa (11/6) sore pukul 15.00 WIB. Baik terhadap kelengkapan personel maupun prasarana Polresta Pontianak.
“Seperti pengecekan kuatnya tameng dan rompi yang akan dipakai personel Polri saat mengamankan jalannya sidang MK 2019 mendatang,” kata Didi.
Ia menegaskan, kepada seluruh anggotanya untuk tidak memakai peluru tajam dalam melakukan pengamanan. Khusus peluru karet, dapat digunakan hanya saat genting saja.
“Seperti adanya perusuh yang menggunakan senjata tajam dan membahayakan nyawa orang lain maupun diri sendiri,” ucapnya.
Selain itu, juga dilakukan pengecekan kesiapan kendaraan yang akan digunakan untuk mengamankan baik yang bersifat preemtif maupun preventif. Serta seluruh anggota yang akan melaksanakan tugas sebagai patroli maupun tim Dalmas (Pengendalian Massa).
“Kepada seluruh anggota sebelum melaksanakan tugas harus kita mulai dengan doa dan saya tegaskan untuk selalu berhati-hati dalam bertugas. Tetap jaga diri maupun teman atau rekan saat berada di lapangan. Saya ucapkan terima kasih kepada seluruhnya dalam menjaga keamanan, kedamaian dan ketentraman di Bumi Khatulistiwa ini,” tutup Didi.(oxa)