Penyergapan Kapal Sekitar 8 Mil Laut Pulau Kalimantan

Yang Diculik Hanya Pembawa Paspor Indonesia

KENA SERGAP. Kiri: Penangkapan kapal yang disergap sejumlah orang bersenjata. Kejadian terjadi tepatnya di perairan Lahad Datu, Sabah, Malaysia, Sabtu (9/7) dinihari. Kanan: Empat anak buah kapal (ABK) yang tidak diculik. Radar Tarakan/JPG

eQuator.co.id – Kuala Lumpur-RK. Penculikan terhadap warga negara indonesia (WNI) oleh kelompok bersenjata kembali terjadi pada Sabtu (9/7). Kali ini menimpa tiga pekerja awak kapal tunda Indonesia di Negara Bagian Sabah, Malaysia Timur.

Duta Besar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Herman Prayitno, mengatakan penculikan terungkap di saat Chia Tong Lim membuat laporan polisi, Minggu (10/7) pukul 04.17. Tong Lim merupakan warga negara yang memiliki kartu identitas Malaysia. Ia pemilik kapal pukat tunda LD/114/5S tersebut, dan baru satu tahun menetap di Kampung Cina, Lorong Satu, Pekan Kunak.

Dalam laporannya ke polisi, Tong Lim menyebutkan bahwa Nelis (etnik Timor rakyat Indonesia) pekerja kapal pukat tunda Sabtu tengah malam disergap dan diculik di perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu, Sabah. Sekitar 8 mil laut dari pantai Pulau Kalimantan.

“Penyergapan di saat awak kapal sedang menangkap ikan. Setelah melakukan penyergapan, kemudian terjadi penculikan terhadap tiga WNI,” tutur Herman kepada Rakyat Kalbar, Minggu (10/7) sore.

Hasil pemeriksaan awal terhadap sejumlah saksi, lanjut dia, saat kejadian, kapal pukat tunda itu diawaki tujuh awak kapal dan seorang juragan. Empat diantaranya warga Nusa Tenggara Timur dan tiga orang Bajau Palauh.

Para awak kapal yang tengah menangkap ikan di lokasi didatangi lima lelaki bersenjata api panjang diduga berjenis M16, M16 double body, dan M14. Mereka menaiki longboat putih besar. Tiga lelaki berbaju warna hitam dan celana loreng naik ke kapal pukat tunda tersebut, dua menunggu di longboat.

“Lalu mereka bertanya kepada kru kapal yang memiliki dokumen atau passport dalam bahasa Melayu. Berbahasa tidak lancar, dan juga diduga berbahasa Suluk (bahasa orang Tausug),” ujar Herman.

Ternyata, hanya tiga dari awak kapal yang memiliki dokumen atau paspor Indonesia. Mereka adalah Lorens Koten (34 tahun) sebagai juragan kapal, serta dua warga NTT masing-masing Emanuel (40) dan Teodorus Kopong (42).

“Ketiga WNI itu lalu dibawa penculik ke arah perairan Filipina. Sedangkan lainnya dibebaskan karena tidak memiliki passport,” terangnya.

Yang dilepaskan salah seorang WNI, Sar (27). Tiga lainnya warga Pelauh, masing-masing bernama Anukari (20), Paketoh (25), dan Almi (30).

Para anak buah kapal (ABK) yang bebas memberikan deskripsi penculik. Para penculik terdiri dari lima orang pria berambut panjang. Ketika melakukan aksinya, para penculik menggunakan baju loreng dan sepatu bot putih. Dalam berkomunikasi, para penculik terdengar menggunakan bahasa Melayu, namun seperti kurang fasih. Para penculik merampas barang-barang berupa tiga buah paspor mereka yang diculik, surat ijin kapal, dan enam unit telpon.

TNI segera mengambil tindakan pemantauan dengan menggunakan kapal boat Banggi 36  di Perairan Felda Sahabat 16 dan RH 44 serta RH 8 di Perairan Pos Merabong. Kini, kapal pukat tunda itu bersama para awak kapal telah dibawa ke Pelabuhan Laut Pengkalan, Marabong, Tungku, Lahad Datu, Sabah.

Herman mengatakan, sejauh ini, penculik belum dikenal. Diduga kelompok yang aktif untuk melakukan penculikan di musim perayaan hari raya adalah Muktadil Brother yang diketuai oleh Nikson Muktadil dan Brown Muktadil. Kedua kakak adik ini biasanya bersembunyi di Languyan, Tawi-Tawi, menunggu peluang untuk melakukan penculikan.

Pun belum jelas apakah mereka diculik Abu Sayyaf, kelompok terkait ISIS, yang bertanggung jawab atas pengayauan (penggal kepala) sandera asal Kanada baru-baru ini dan terkenal atas pemerasan jutaan dolar dalam uang tebusan. Karena melewati tenggat waktu tebusan itulah, pengayauan dilakukan. Kini, kelompok Abu masih menyekap warga Jepang, Belanda, dan Norwegia.

Sebelumnya, Indonesia meminta Filipina memastikan keamanan di perairan Filipina selatan agar penyanderaan awak kapal oleh kelompok bersenjata tidak terulang. Pemerintah Indonesia mengecam keras terulangnya penyanderaan terhadap warga Indonesia oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan. Sehubungan dengan upaya patroli bersama di perairan perbatasan tiga negara yang disepakati Indonesia, Filipina, dan Malaysia, hingga kini ketiga pihak itu masih membahas aturan baku pelaksanaannya.

Senada dengan Dubes Herman, Abdul Fatah Zainal, Kepala Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau Sabah Malaysia. Melalui Minister Counsellor Johan J.Mulyadi, Minggu (10/7), ia menyatakan korban yang diculik diduga dibawa lari ke arah selatan Filipina dan keluar dari wilayah perairan Malaysia.

“Kedudukan terkini kapal tunda tersebut berada di perairan Pos Merabong, Sabah, untuk diperiksa lebih lanjut oleh pihak IPD Lahad Datu,” tuturnya kepada Radar Tarakan (Jawa Pos Group).

Informasi penculikan WNI ini juga diterima Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal), Laksamana Pertama TNI Edi Sucipto. Ia mengatakan posisi kapal berada di perairan pantai timur Sabah di Pulau Kalimantan, sekitar 8 mil laut dari pantai.

“Persisnya kami belum tahu. Jika iya pun kapasitasnya bukan di TNI AL. Namun kalau itu benar dan ada perintah membantu, pastinya TNI AL akan membantu,” tuturnya.

Berdasarkan laporan Polisi Laut Sabah, kelompok bersenjata tersebut menghentikan kapal yang dinaiki tujuh awak kapal pada Sabtu malam di timur Sabah. “Tersangka menanyakan paspor mereka, tiga di antara korban dibawa di kapal (penculik) sementara empat lainnya ditinggalkan,” tutur Edi.

Sementara itu, dari keterangan pers yang digelar di Lahad Datu, Minggu (10/7) siang, diungkapkan bahwa tiga WNI yang diculik tersebut sedang melakukan aktivitas menangkap ikan pada pukul 23.40 malam. Pesuruhjaya Polis Sabah, Datuk Abdul Rashid Harun mengatakan, para korban yang merupakan warga Indonesia ini bekerja di sebuah kapal pukat tunda milik sebuah perusahaan Malaysia.

“Suspect (pelaku) bersenjatakan senapan M16 dan M14 naik ke atas kapal dan menggeledah serta mengambil semua telepon serta beberapa dokumen termasuk paspor,” terang Abdul Rashid.

Dia memastikan, selama peristiwa penculikan terjadi tidak ada tindak kekerasan yang dilakukan kelompok bersenjata. Dan hingga malam tadi, pihak Malaysia belum menerima telepon kelompok mana yang bertanggung jawab atas penculikan tersebut. Mereka juga belum menerima ada permintaan uang tebusan dari pelaku, sehingga pihak Malaysia belum berani berspekulasi.

Laporan: Ocsya Ade CP, Marselina Evy, Radar Tarakan (JPG)

Editor: Mohamad iQbaL