Pengembangan Produk Desa Dorong Kalbar Makin Sejahtera

Metode One Village One Product

ilustrasi. net

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Pemerintah Provinsi Kalbar ikut mengadopsi pendekatan peningkatan ekonomi masyarakat melalui One Village One Product (OVOP). Metode asal Oita, Jepang ini telah diterapkan sejumlah negara diyakini mampu mengentaskan kemiskinan dan bangkit dari krisis.

Pemerintah Indonesia sendiri telah menerapkan metode ini pada tahun 2007 berdasarkan Peraturan Kementerian Perindustrian Nomor: 78/M-IND/9/2007.

“Selain Indonesia negara yang pernah alami krisis dan kini sudah bangkit bahkan mereka jauh lebih maju yakni Korea. Menerapkan metode OVOP ini untuk dikembangkan ke masyarakat,” ujar Koordinator Wilayah Pusat Layanan Usaha terpadu (PLUT) Kalbar, Suherman, Kamis (21/2).

Dia mengatakan, saat ini Pemda Kalbar tengah mengupayakan 100 desa mandiri dapat diwujudkan. Untuk itu dengan perbaikan pembangunan baik dari sisi infrastruktur terus dilakukan provinsi ini.

Di samping itu, dukungan dari adanya anggaran yang digelontorkan oleh Kemendes untuk desa-desa atau yang disebut dana desa ini, tentu diharapkan dapat menjadi dorongan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat di desa. Salah satunya dengan adanya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

“Dengan prasarana yang sudah dibangun, komoditas unggulan yang dimiliki oleh desa bisa dipasarkan di kota. Sebab selama ini kan yang menjadi kendala adalah infrastruktur desa jelek, dengan dibangunnya infrastruktur di desa ini akan mempermudah keluarnya produk-produk desa,” ucapnya.

Suherman mencontohkan beberapa komoditas unggulan yang ada di desa. Semacam buah-buahan, atau produk kerajinan yang dimiliki oleh masing-masing desa.

“Seperti di Desa Semabi di Sekadau, yang mana desa ini memiliki BUMDes yang sudah melakukan komunikasi dengan PLUT. Desa ini memiliki potensi gula aren yang cukup terkenal di daerahnya, namun hanya di tingkat lokal. Nah bagaimana kita pasarkan produk kerajinan ini lebih luas,” ucapnya.

Terkait pengembangan produk lokal ini, tentu mendukung dengan program Gubernur Kalbar yang ingin mewujudkan beberapa desa mandiri. Dalam hal ini kata Suherman, pihaknya mendukung dengan adanya Kemendes agar desa-desa mandiri bisa meningkat.

“Dan secara otomatis akan menurunkan angka kemiskinan, artinya baik pada saat musim panen atau tanam, masyarakat desa bisa menciptakan atau kreatifitas baru misal kerajinan yang bisa di pasarakan melalui BUMDes, kami sinergis sebagai support sistem, agar ekonomi masyarakat bisa terangkat,” paparnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalbar, jumlah penduduk miskin di pada September 2018 sebesar 7,37 persen. Angka ini turun jika dibandingkan dengan Maret 2018 sebesar 7,77 persen. Meski demikian, persentase ini masih lebih tinggi apabila dibandingkan dengan empat provinsi lainnya di pulau Kalimantan.

“Jumlah atau persentase penduduk miskin, Kalbar merupakan yang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Kalimantan, yaitu sebesar 369.730 orang,” ungkap Kepala BPS Pitono, belum lama ini.

Persentase penduduk miskin terendah terdapat di Kalimantan Selatan yang hanya 4,65 persen. Selanjutnya diikuti oleh Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, yang masing-masing sebesar 5,10 persen, 6,06 persen, dan 6,86 persen.

Padahal, jika melihat angka garis kemiskinannya, Kalbar paling rendah diantara provinsi lain yakni RP 420.831 per kapita per bulan. Sebagaimana diketahui, penduduk miskin merupakan penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

“Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan lebih kecil jika dibandingkan dengan pedesaan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan sebesar 4,58 persen pada September 2018, sementara di daerah perdesaan 8,84 persen,” sebutnya.

Sementara peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan).

“Sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan pada September 2018 tercatat sebesar 77,97 persen,” tandasnya.

 

Laporan : Nova Sari

Editor : Andriadi Perdana Putra