Pontianak-RK. Oknum dosen Universitas Tanjungpura (Untan), Dian Patria (DP) membantah tudingan pelecehan seksual atau tindak pidana pencabulan, terhadap siswa SMK Negeri di Pontianak yang magang di kantornya.
Bantahan itu disampaikan tim pengacaranya ketika menggelar jumpa pers di lobby Hotel Gajahmada Pontianak, Selasa (31/5) pukul 09.00. Juru bicara tim pengacara Dian Patria, Zalmi Yulis mengatakan, pemberitaan di media kurang sesuai dengan penuturan kliennya.
“Berita-berita di koran itu kurang benar kesimpulannya. Tidak sesuai dengan yang diceritakan klien kepada kuasa hukum,” kata Zalmi.
Zalmi menegaskan, sistem hukum di Indonesia menganut asas praduga tak bersalah. Asas ini berlaku bagi semua pihak yang terlibat hukum. “Kita jangan cepat-cepat memvonis tersangka, dalam proses hukum,” katanya ketika ditemui kembali di Mapolresta Pontianak beberapa jam kemudian.
“Kita tunggu hasil penyelidikan dan penyidikan pihak kepolisian. Soal memutuskan salah benar itu ranahnya pengadilan,” sambung Zalmi.
Apakah tudingan itu akan dibalas dengan menyeret siswa SMK Negeri berinisial F ke ranah hukum? Zalmi mengatakan, tergantung kliennya selaku teradu (kasus ini belum dilaporkan, tetapi masih dalam bentuk pengaduan) di Mapolresta Pontianak. “Saya tidak bisa mendahului teradu. Seberapa jiwa besar klien saya menerima kondisi ini, apakah akan memaafkan atau mau melanjutkan (proses hukum), jika ditemukan ada kekeliruan dari pihak pengadu (korban F) atau teman-temannya,” papar Zalmi.
Dikatakannya, kasus ini melibatkan berbagai pihak, termasuk institusi yang tidak kecil. Belum lagi nama baik berbagai pihak yang tidak sedikit pula. Penanganan kasus ini mesti dilakukan dengan sangat hati-hati.
Seperti apa respon Dian Patria menyikapi masalah yang dia hadapi?
Zalmi mengatakan, ada dua hal yang saat ini menjadi perhatian tim pengacara. Pertama, mengenai langkah hukum lebih lanjut yang ingin dilakukan kliennya. “Hal ini berkaitan dengan nama baik kliennya,” katanya.
Perihal kedua, tindakan yang sedang dilakukan tim pengacara kliennya. “Kami sedang musyawarah. Kami sedang bangun konstruksi hukum,” tegas Zalmi.
Zalmi dan timnya berupaya secepatnya mengambil langkah hukum untuk membela kliennya. “Semua orang sama di mata hukum. Tapi jangan merekayasa,” tegasnya.
Pengacara yang memiliki kantor di Jalan Rajawali ini menyebutkan, adanya kemungkinan timnya melakukan tuntutan balik atas pengaduan F. “Kami akan segera mengambil langkah hukum yang sesuai,” ujarnya seraya berlalu.
Kasus dugaan tindak pencabulan ini mencuat di beberapa media lokal sehari sebelumnya. Penelusuran Rakyat Kalbar, Senin (30/5) lokasi yang diduga sebagai tempat kejadian perkara (TKP) yang juga kantor Dian Patria terlihat lengang. Penusuran selanjutnya pada saksi, teman F yang bersama-sama magang di PE. Dia menyebutkan, adanya ruangan lain, juga merupakan kantor operasional PE, masih kawasan kompleks yang sama.
“Kami waktu itu lagi di lantai atas, dia (F) tiba-tiba datang, wajahnya pucat, trus nangis-nangis dia,” ujar teman korban berinisial R.
Teman-temannya mengenal F sebagai anak pendiam. “Kami juga sempat dihypnoterapi, tapi tak ada apa-apa,” kata teman korban lainnya yang berinisial Y.
Siswi berusia 17 tahun ini memaparkan pengalamannya menjalani hypnotherapy dari teradu. “Bahu saya ditepuk-tepuk. Beliau menyebutkan hal-hal positif, seperti tenang, damai. Saya pun jadi rileks. Lalu saya diminta untuk memejamkan mata,” ujar Y.
“Selama memejamkan mata, saya hanya mendengarkan kata beliau. Kalimat-kalimat motivasi gitulah yang diucapkan. Saya jadi bersemangat. Waktu saya bangun rasanya segar,” ungkap Y.
Senada juga disampaikan Direktur Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN), Devi Tiomana. “Ketika datang ke kita hari Kamis (26/5), anaknya (korban) hanya bisa menunduk saja. Ditanya malah nangis,” katanya.
Kondisi psikologis korban yang begitu terguncang, menyebabkan YNDN melibatkan petugas konseling. Setelah korban dapat menerangkan kondisi dirinya, YNDN pun menjelaskan beberapa opsi langkah yang dapat ditempuh.
“Hal terutama yang kita tekankan, kesiapan mental korban, sehingga tindakan pertama yang kita lakukan, memulihkan kondisi mental korban,” kata Devi.
Kepada pihak YNDN, korban F mengatakan dirinya siap untuk melaporkan kasus yang dialaminya kepada pihak kepolisian. “Korban dan teman-temannya minta didampingi oleh kami untuk menjalani proses hukum yang berjalan,” tegas Devi. YNDN mendampingi F ketika mengadu ke Mapolersta, Senin (30/5) siang, bersama-sama keluarga dan gurunya.
Saat awak media melakukan wawancara dengan Devi di shelter YNDN di Jalan Ampera, Kepala Sekolah, Zanzinur pun tiba.
Dalam bincang-bincang dengan awak media, Zanzinur menyampaikan beberpa hal, terkait proses magang siswa-siswi di sekolah yang dipimpinnya. “Pihak sekolah kaget sekali dengan adanya kejadian seperti ini,” katanya.
“Jika betul hal ini terjadi pada anak (didik) kami, kami sangat menyayangkan sekali. Karena lembaga tempat magang juga merupaka institusi pendidikan yang dimiliki oleh seorang pendidik,” sesal Zanzinur.
F merupakan siswi jurusan broadcasting di sekolahnya. Sekolah telah bekerjasama dengan lembaga PE selama dua tahun. Pada angkatan sebelumnya, kerjasama ini berlangsung dengan sangat baik. Dalam proses menentukan tempat untuk magang, siswa menjajaki daftar tempat yang diinginkan, sesuai dengan daftar yang dimiliki sekolah. PE menjadi daftar tempat yang direkomendasikan sekolah, karena kantor ini membuat produk-produk multimedia, sebagai pendukung proses edukasi yang mereka lakukan. Lembaga ini juga dikenal sebagai penyelenggara kegiatan-kegiatan edukasi bagi banyak pihak. Bentu-bentuk edukasi yang dilakukan berupa seminar hingga kegiatan out bond.
Mengenai proses edukasi yang pernah diikuti pihak sekolah, Zanzinur menyebutkan, tidak ada yang aneh dari kegiatan seminar. Ketika ditanya mengenai tindakan hypnotherapy yang diduga digunakan pengadu terhadap F, dia mengaku kurang mengetahui. “Kurang tahu juga kalau berkaitan teknik yang digunakan saat seminar atau training,” ujar Zanzinur.
Sejauh yang diketahui Zanzinur, PE belum pernah mengadakan kegiatan edukasi personal, selalu massal. Pihak sekolah juga sudah mengkonfirmasi siswi magang lainnya, mengenai capaian kerja yang telah dihasilkan. Pengakuan siswi magang, mereka mengerjakan bahan visual berkaitan dengan kegiatan terlapor sebagai motivator. Bahan tersebut berupa video, slide dan rekaman kegiatan. “Sesuailah untuk anak kami belajar praktek, selain berpraktek di sekolah,” tutur Zanzinur.
Menurut Zanzinur, ketika menerima laporan dari teman-teman korban di sekolah, pihaknya langsung menyampaikan hal tersebut Kepada Dinas Pendidikan. “Pihak dinas mengharapkan persoalan ini dapat diselesaikan dengan baik, anak-anak dilindungi,” ungkapnya.
“Kami tidak ingin anak-anak kami teraniaya. Jangan sampai masa depan dan pendidikannya terhambat. Jangan sampai anak ini terlarut dalam trauma,” ungkap Zanzinur.
Sejauh ini, pihak sekolah belum bisa berkomunikasi dengan pimpinan PE. “Waktu mengantarkan surat penarikan, lembaga itu tertutup. Tidak ada seorang pun di kantornya,” kata Zanzinur. “Kita coba juga dengan telepon dan media sosial. Belum ada respon dari pihak lembaga magang,” tambahnya.
Sekolah melakukan penelusuran terhadap korban dan teman-temannya. Dari apa yang disampaikan korban kepada pihak sekolah, F sempat dipanggil pihak keluarga pemilik lembaga magang (PE). Kemudian diketahui pula bahwa pihak keluarga terlapor bertanya kepada F, tanpa pendampingan dari orang dewasa.
“Hal ini tentu berat bagi anak sekecil ini ya. Berhadapan dengan banyak orang dewasa dalam satu tempat, sendiri lagi,” tutup Zanzinur yang segera berlalu, karena mendapat panggilan dari Dinas Pendidikan.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Pontianak Kompol Andi Yul Lapawesean mengatakan, belum ada laporan polisi yang dibuat oleh pihak keluarga korban maupun korban sendiri, melainkan pengaduan. “Baru pengaduan yang masuk ke kita,” jelas Kompol Andi Yul.
Lanjut Kompol Andi Yul, pengaduan ini masih diselidiki jajarannya. Dia harus meminta keterangan korban maupun saksi serta teradu yang diadukan. “Bukan dalam ranah pemeriksaan, tapi dimintai keterangan, karena ini bentuknya adalah pengaduan,” terang Kompol Andi Yul.
Mengenai hasil visum, Dikatakan Kompol Andi Yul, pihak korban meminta untuk dilakukan visum. “Kita lihat nanti hasil visumnya seperti apa,” tegasnya.
Dikatakannya, pengaduan yang ditanganinya, berawal dari korban yang menceritakan kepada keluarganya. Kemudian pihak keluarga menyampaikan apa yang dikatakan korban kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalbar, hingga akhirnya diadukan ke Mapolresta. “Intinya masih kita selidiki dan kita dalami pengaduan tersebut,” ujar Kompol Andi Yul.
Laporan: Marselina Evy, Achmad Mundzirin
Editor: Hamka Saptono