Beberapa hari belakangan, tiga ikan laut yang dominan dijual kepada masyarakat Pontianak mengalami lonjakan harga karena pasokannya berkurang. Penyebabnya, para pencari ikan sulit melaut sebab cuaca memburuk di kawasan perairan Kalbar. Beruntung, sentra-sentra ikan air tawar dan stok ikan beku masih bisa memenuhi kebutuhan konsumsi daging berprotein rendah lemak tersebut.
eQuator.co.id – PO)NTIANAK. Aroma amis yang khas tercium ketika Rakyat Kalbar memasuki kawasan khusus penjualan ikan di Pasar Flamboyan Pontianak. Tak hanya dilapisi udara anyir, jalan sedikit berair. Membuat para pengunjung yang meski telah memakai sandal jepit tetap harus berjalan perlahan agar air tak terciprat membasahi kakinya.
Di pasar seluas lebih kurang 60 x 60 meter persegi itu, terdapat sekitar 276 lapak yang menggelar ikan-ikan segar dagangan para pedagang. Di setiap meja jualan terlihat parang dan pisau plus timbangan berbagai jenis dan merek. Kebanyakan sudah elektrik. Bermacam jenis ikan pun tersedia, kecil maupun besar.
Menurut Ketua Gabungan Pedagang Ikan Basah (Gapikan) Pasar ikan Flamboyan Pontianak, Yuhendra, yang banyak dijual di pasar tradisional terbesar Ibukota Provinsi Kalbar itu adalah ikan Tongkol, Gaben, dan Kembung. Namun, dalam beberapa hari terakhir ini, terjadi kenaikan harga tiga jenis ikan tersebut.
Ikan Tongkol yang biasanya dibeli pedagang dari nelayan seharga Rp22 ribu perkilogram, sekarang hampir mencapai Rp40 ribu. “Jarang seperti ini, semahal-mahalnya ikan Tongkol biasanya kita jual seharga Rp30 ribuan, sekarang modalnya saja Rp38 ribu,” tuturnya pekan lalu.
Dengan modal sebesar itu, lanjut dia, mau tak mau para pedagang menjualnya ke konsumen Rp40-45 ribu perkilogram. Ikan Kembung juga dijual dengan harga lebih tinggi dari biasanya. Sebab, setakat ini, mereka harus mengeluarkan uang pokok Rp32 ribu, dari sebelumnya yang hanya Rp18 ribu perkilogram.
Kenaikan harga itu, menurut Yuhendra, lantaran kurangnya stok tiga jenis ikan tersebut dari perairan Kalbar, sehingga harus mengambil kiriman dari Kalteng. Biaya transportasi tentu saja menambah jumlah duit yang dirogoh konsumen dari koceknya untuk membayar ikan-ikan tersebut.
“Kalau kualitasnya bagus, Kembung dan Tongkol sehari bisa habis 5-6 ton. Kalau jenis lain seperti ikan Merah, Angsam, Senangin perhari bisa habis 1 ton,” ungkapnya. Lanjut Yuhendra, anggota asosiasinya juga menjual berbagai jenis ikan yang dibekukan.
PRODUKSI SEDANG MENURUN
Menanggapi masalah ini, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar, Gatot Rudiyanto mengakui, pada bulan Agustus, tangkapan ikan nelayan setempat sangat berkurang. Sebab, Kalbar memasuki musim penghujan.
“Kalau gelombang (laut) lagi kuat, bukan ikannya yang tidak ada, tapi nelayannya yang tidak bisa melaut,” terangnya, Minggu (20/8).
Meski begitu, Gatot mengatakan, pada musim puncak penangkapan ikan, ada yang disimpan di tempat penampungan ikan yang berpendingin. Biasanya disebut Cold Storage.
“Cold Storage sudah tersedia di beberapa kota, sehingga di masa sulit begini ikan bisa dikeluarkan,” ujarnya.
Ia menyebut ada empat Cold Storage di Kalbar. Terletak di Kota Pontianak, Kabupaten Sambas, Mempawah, dan Ketapang.
“Penampungannya kurang lebih mencapai lima puluh ribu ton,” ungkap Gatot.
Imbuh dia, “Tapi terkadang di situ kita kewalahan di saat musim ikan banyak, sehingga (ikan di Cold Storage) dijual murah”.
Menurut Gatot, saat ini hasil perikanan Kalbar sedang menurun hingga sepuluh persen. Namun, ia optimis bahwa musim puncak akan tiba dalam waktu dekat. Sehingga produksi ikan atau ikan yang ditangkap meningkat.
“Ada saatnya dia naik lagi dan nantinya (kekurangan produksi) akan tertutup di musim puncak,” jelasnya.
Gatot memaparkan, kebutuhan konsumsi ikan di Kalbar 180 ribu ton pertahun, sedangkan suplai ikan bisa mencapai 190 ribu ton pertahun. Jadi, terdapat surplus 10 ribu ton pertahunnya. Itu sebabnya, Dinas Perikanan Kalbar dapat mengirim Cumi-Cumi dan dan ikan Tenggiri ke Jakarta, karena permintaan di sana lebih banyak dan lebih tinggi dari sisi harga.
Senada, Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar, Moh. Jauhari. Ia juga mengklaim produksi ikan di daerah ini surplus sehingga mampu mengirim ke pulau Jawa. Ikan yang bernilai ekonomi tinggi pun diekspor ke negara tetangga, Malaysia.
“Sumber ikan di Kalbar cukup tinggi jika dibandingkan pulau Jawa. Setelah mencukupi konsumsi masyarakat Kalbar, surplusnya dijual ke pulau Jawa, bahkan diekspor,” ujar Jauhari.
Ia memaparkan, ikan laut dipasok nelayan di utara dan selatan Kalbar. Yakni dari Paloh dan Pemangkat di Kabupaten Sambas, Singkawang, Sungai Duri di Kabupaten Bengkayang, Kuala Mempawah di Kabupaten Mempawah, dan Sungai Rengas dan Sungai Kakap di Kabupaten Kubu Raya.
Di selatan berasal dari Teluk Batang, Sukadana, dan Tanjung Sate di Kabupaten Kayong Utara. Di Ketapang dari Suka Bangun dan Kendawangan.
Sedangkan budidaya ikan air payau (tambak) terdapat di Paloh, Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, dan Kayong Utara. Untuk ikan air tawar, hampir rata kebutuhan di masing-masing 14 kabupaten/kota terpenuhi oleh pengusaha keramba/kolam maupun nelayan sungai dan danau setempat.
Alhasil, Jauhari melanjutkan, sumber daya perairan yang melimpah ini menyebabkan produksi ikan lebih dari cukup. Kebutuhan konsumsi masyarakat Kalbar yang berpopulasi lebih kurang 5,3 juta orang ini terpenuhi.
Lagipula, Jauhari menyatakan, yang bernilai tinggi tidak hanya ikan segar saja. Hewan berdarah dingin bernapas dengan insang itu kebanyakan diolah lagi menjadi produk olahan seperti ikan asin, ikan kering (asap), kerupuk, sosis, bakso, dan lain-lain. Di Kapuas Hulu misalnya. Hasil perikanan di kabupaten paling timur Kalbar itu jamak diolah menjadi kuliner khas daerah tersebut: kerupuk basah.
“Jadi saat panen atau ketika tangkapan ikan melimpah, semua tertampung, tidak dibuang,” terangnya. Sambung Jauhari, “Olahan (ikan) ini pun sudah banyak dikirim ke luar Kalbar”.
TEKAN IMPOR DAGING
Di sisi lain, Ketua Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (Forikan) Kalbar, Frederika Cornelis, getol bersosialisasi ke publik terkait manfaat makan ikan. Ia berkeinginan, kedepannya Kalbar bisa mengurangi impor daging jika masyarakat beralih mengkonsumsi ikan.
“Selama ini kan kita (Kalbar) banyak impor daging, Forikan ini fokus pada sosialisasi makan ikan, kami langsung memberikan contoh. Makanan yang diolah dari ikan langsung diberikan kepada anak-anak. Kepada orangtuanya, kita memberikan referensi cara mengolah ikan,” ujarnya, belum lama ini.
Di Kalbar, menurut dia, masih terdapat kabupaten yang tingkat konsumsi ikannya rendah. Yakni Kabupaten Melawi. Hal tersebut, lanjut Frederika, mungkin dikarenakan masyarakat setempat belum sadar sepenuhnya akan nilai gizi dari ikan, yang lebih baik dari daging lainnya.
“Makanya Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan membuat program, daerah yang tidak dalam (punya) bagian pantai atau laut dibuat lah kolam lele terpal. Bisa saja nila, bisa apa saja yang dipelihara di situ. Karena membuat kolam terpal itu tidak susah,” papar Frederika.
Laporan: Maulidi Murni, Ambrosius Junius, Rizka Nanda, Fabiyya Idrus
Editor: Mohamad iQbaL