eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Gejolak yang terjadi di Papua dan Papua Barat akhir-akhir ini menuai respons dan tanggapan dari berbagai pihak. Tak terkecuali dari 19 paguyuban yang ada di Kalimantan Barat. Yang tergabung dalam payung Paguyuban Merah Putih.
Berkumpul di Rumah Adat Budaya Melayu Kalbar, Jalan Sultan Abdurahman, Pontianak, Rabu (4/9), Paguyuban Merah Putih bersepakat memberikan pemikiran dan imbauan kepada seluruh elemen bangsa.
Dalam pertemuan itu, setidaknya ada lima poin rumusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kalbar, Chairil Effendy. Pertama, mengajak masyarakat untuk terus mensyukuri berkah Tuhan yang Maha Esa. “Negara besar dan indah yang terdiri atas ratusan suku-bangsa, bahasa, dan budaya ini harus kita jaga dengan sebaik-baiknya, sebagai bentuk syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa,” tutur Chairil.
Imbuh dia, “Dan berterima kasih kepada para pejuang yang telah mengorbankan jiwa dan raganya mengusir penjajah di negeri ini”.
19 paguyuban itu antara lain MABM Kalbar, Dewan Adat Dayak Kalbar, Ikatan Keluarga Besar Madura Kalbar, Paguyuban Bali Kalbar, Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan Kalbar, Ikatan Keluarga Sumatera Barat Kalbar, Kerukunan Bubuhan Banja Kalbar, Paguyuban Sunda S4 Kalbar, Paguyuban Masyarakat Banten Kalbar, serta Kerukunan Keluarga Kawanua Kalbar.
Juga Paguyuban Jawa Barat, Ikatan Keluarga Toraja Kalbar, Himpunan Masyarakat Nias Kalbar, Kerukunan Masyarakat Batak, Keluarga Besar Batak Islam Sarcha Kalbar, Flobamora NTT Kalbar, Ikatan Sosial Masyarakat Maluku Kalbar, Ikatan Warga Bima Kalbar, dan Forum Komunikasi Kerukunan Masyarakat Kepulauan Riau Kalbar.
Poin kedua, lanjut Chairil, mengajak seluruh komponen masyarakat untuk menyadari bahwa negara dan bangsa ini harus dibangun dan dijaga bersama sama. Secara adil dan bertanggung jawab agar tetap kuat.
“Dalam proses tersebut, tidak boleh ada satu pun elemen bangsa yang terluka, tersakiti, dan terzalimi, sehingga marah dan menyatakan ingin keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” paparnya.
Ketiga, masyarakat pun harus meyakini, bahwa dalam proses menjadikan Indonesia besar, kuat, serta memiliki harkat, martabat mulia di antara bangsa – bangsa lain di dunia memerlukan kerja keras, gotong royong, dan rasa cinta antara sesama elemen bangsa. Pun perlu mempertimbangkan berbagai kearifan lokal. Hal tersebut dilakukan agar setiap suku-bangsa merasa dimanusiakan dalam rumah besar NKRI.
“Keempat, menyelesaikan masalah yang terjadi di Papua dan Papua Barat dengan arif dan bijaksana, mengedepankan dialog dari hati ke hati yang dilandasi tata nilai ke-Indonesia-an, dengan tetap berpegang teguh pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tungggal Ika,” ungkap Chairil.
Khusus untuk pemerintah, Paguyuban Merah Putih mendorong agar diberlakukan pendidikan multikultural di semua jenjang pendidikan. Agar sejak dini sudah terbiasa hidup dalam keberagaman.
“Sehingga muncul sikap yang selalu mencintai negeri ini dengan setulus tulusnya, sehingga tidak saling salah menyalahkan, sindir menyindir, dan tuding menuding,” harapnya.
Terakhir, Paguyuban Merah Putih berpesan agar anak-anak bangsa tidak mudah terjebak pada isu-isu menyesatkan atau hoax yang mengadu domba. “Serta tidak terjebak pada konstruksi kolonialisme baru yang dibawa oleh kepentingan asing dan kapitalisme,” tutup Chairil. Rumusan tersebut pun ditandatangani oleh masing-masing perwakilan paguyuban yang hadir, sebagai bentuk perhatian dari Kalbar terhadap permasalahan yang terjadi di Papua.
Sementara itu, rekonstruksi dan perbaikan bangunan pemerintah maupun fasilitas publik yang rusak pada masa demonstrasi di Papua diperkirakan akan menelan biaya luar biasa besar. Hingga ratusan miliar rupiah.
Dari sisi kebutuhan anggaran, untuk bangunan pemerintah yang rusak akan direkonstruksi dengan perkiraan anggaran sebesar Rp100 miliar yang berasal dari APBN. Sedangkan untuk kios dan rumah penduduk yang rusak akan menggunakan dana stimulan yang berasal dari anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
”Pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Presiden,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, kemarin (4/9).
Sebelumnya, Basuki telah melakukan kunjungan ke Jayapura, Papua, Selasa (3/9). Basuki datang atas perintah Presiden Joko Widodo untuk melakukan pendataan bangunan Pemerintah, toko, dan rumah penduduk, yang rusak saat terjadi demonstrasi 29 Agustus 2019.
Beberapa bangunan yang ditinjau diantaranya Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP), Kantor Bea Cukai Jayapura , Kantor Gra Pari Telkomsel, Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua, Kantor Perum LKBN Antara dan Lapas Kelas II Abepura, Jayapura. “Kami datang ke Jayapura untuk melihat langsung kerusakan kejadian demo kemarin. Mudah mudahan kalau sudah di inventarisasi dan diidentifikasi bisa cepat ditangani,” jelasnya.
Bangunan-bangunan tersebut mengalami kerusakan mulai dari sedang hingga berat. Kerusakan yang terjadi seperti di Gedung Bea Cukai meliputi bagian depan bangunan dengan kaca dalam keadaan pecah, dinding serta kusen jendela dan pintu bangunan hangus terbakar. Kondisi Kantor Majelis Rakyat Papua, seluruh bangunannya habis terbakar hanya tersisa dinding – dinding yang juga kondisinya sudah terkelupas. Kondisi gedung tersebut rusak berat.
Kantor KPU Papua juga dalam keadaan rusak berat. Bagian depan bangunan jendela, kaca, plafon habis terbakar. Sementara bangunan bengkel workshop bagi para penghuni lapas yang berada di dalam lapas Kelas II Abepura seluruh bangunan habis terbakar. Hanya tersisa dinding – dinding yang juga kondisinya sudah terkelupas.
Di samping bangunan milik Pemerintah, ada sekitar 200an kios-kios dan rumah penduduk yang mengalami kerusakan akibat peristiwa tersebut. “Saya sudah perintahkan untuk segera melakukan pembersihan puing-puing agar masyarakat tidak menyimpan trauma dan dapat segera kembali beraktivitas seperti sediakala,” pungkas Basuki.
Laporan: Andi Ridwansyah, Abdul Halikurrahman, Jawa Pos/JPG
Editor: Mohamad iQbaL