Pemanasan Sebelum Aksi 4 November

GEMAKAN SIKAP. Di Bundaran Digulis Untan Pontianak, mahasiswa yang tergabung dalam Gema Pontianak menggelar aksi meminta Ahok ditangkap, Kamis (3/11). Ocsya Ade CP-RK

eQuator.co.id – Kamis (3/11) sore, ‘pemanasan’ Aksi 4 November digelar sejumlah mahasiswa di Bundaran Tugu Digulis, Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak. Mereka mengatasnamakan Gerakan Mahasiswa Pembebasan (Gema) Pontianak.

Ocsya Ade CP, Pontianak

Aksi tersebut menuntut Presiden Joko Widodo memerintahkan Polri menangkap eks Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, karena dianggap telah melakukan penistaan terhadap Islam. Berupa pelecehan terhadap Alquran dan ulama.

Empat penjuru bundaran terbentang spanduk dan papan pernyatan sikap yang bertuliskan Jokowi Perintahkan Polri Tangkap Ahok!, Khilafah Menjaga Kemuliaan Alquran, Campakkan Kapitalisme Demokrasi Dengan Tegakkan Islam, Menagih Janji Polri Tangkap Ahok, dan Selamatkan Indonesia Dari Rezim Zholim dan Sistem Busuk.

Koordinator Lapangan (Korlap) Gema Pontianak, Galih Pramono menyatakan, unjuk rasa di Bundaran Digulis itu merupakan dukungan terhadap Aksi 4 November di Jakarta. Hari ini, selepas Jumatan, aksi Gema bakal berlanjut, bergabung bersama Ormas Islam lainnya berkumpul di Masjid Raya Mujahidin untuk menuju Polda Kalbar.

“Di Jakarta, yang saya dengar jutaan lebih umat yang turun,” ujarnya.

Menurut dia, sejak dua pekan lalu Gema sudah turun di beberapa titik jalan Kota Pontianak menyatakan sikap yang sama. Dikatakannya, meski telah menyatakan permohonan maaf, tidak serta merta Ahok bebas dari hukuman.

“Bukti atas penistaan agama yang dilakukannya itu telah cukup mengantarkannya menjadi tersangka,” tutur Galih.

Kendati demikian, hingga peryataan sikap ini dilayangkan, lanjutnya, Bareskrim Polri belum juga menangkap Ahok, terlapor penista agama tersebut. Hal ini tentu akan semakin membuat marah umat Islam.

“Jika tuntutan umat ini tidak segera disambut pihak yang berwenang, bukan tidak mungkin akan memicu kemarahan umat yang lebih besar lagi,” ungkapnya.

Di sisi lain, lanjut Galih, sikap Pemerintahan Jokowi yang cenderung lambat merespon sikap umat Islam ini memunculkan kecurigaan besar bahwa rezim sedang melindungi Ahok. Apalagi, petahana Gubernur DKI Jakarta itu seolah kebal hukum. Hal itu menilik beberapa kasus yang melibatkan Ahok tak sampai membuatnya dijerat hukum.

Oleh berbagai pengamat, ia mencontohkan kasus dimaksud, Ahok disebut terindikasi kuat terlibat korupsi Sumber Waras dan pelanggaran hukum pada proyek Reklamasi Teluk Jakarta. Namun, ternyata hukum tak bisa menjeratnya.

“Sekali lagi, jika dalam kasus penistaan Agama yang buktinya sangat gamblang ini Ahok kembali lolos, maka tentu menunjukan bahwa rezim Jokowi sedang melindungi Ahok,” tuding Galih.

Atas dasar inilah, Gema Pontianak menyatakan sikap: Menuntut Jokowi memerintahkan Polri menangkap Ahok yang telah jelas melakukan penistaan terhadap Alquran dan ulama, menuntut Bareskrim Polri agar segera menangkap dan tidak gentar dengan kekuatan apapun yang berada di balik Ahok.

“Jika kalian menegakkan kebenaran, umat bersama kalian, namun jika kalian bersama para pelindung Ahok, nantikanlah kemarahan umat yang lebih besar dan azab dari Allah SWT,” tukasnya.

Di saat bersamaan dan di tempat yang sama, mahasiswa dan pemuda gabungan Forum Peduli Ibu Pertiwi, Pemuda Cinta Damai, dan Bikan Kalbar, juga melakukan aksi. Mereka membagikan ribuan lembar seruan untuk masyarakat Kalbar.

Korlap aksi, Farianto menyatakan, aksi pembagian ribuan selebaran ini untuk menangkal paham radikalisme, terorisme dan isu SARA, untuk memperkokoh kesatuan RI. “Sekitar dua ribu lembar yang kami bagikan. Aksi ini untuk memperkuat nasionalisme dan wawasan kebangsaan kepada seluruh masyarakat,” ujarnya.

Menurut dia, pembagian selebaran ini efektif ketimbang berteriak di jalan. Satu lembar yang dibawa pulang, bisa dibaca sepuluh orang.

“Ketika kita berdemonstrasi, masyarakat belum tentu mendengarkan. Malahan mengeluh karena mengganggu ketertiban lalu lintas,” tutur Farianto.

Aksi ini, ia melanjutkan, tidak merujuk pada Aksi 4 November. Lebih konsen terhadap upaya untuk memperkuat rasa nasionalisme serta mensosialisikan empat pilar negara.

“Di situ sudah dijelaskan, bahwa negara ini berideologi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. Saya yakin setelah diberikan pemahaman empat pilar ini, masyarakat Kalbar akan sadar bahwa Indonesia dengan ideologi itu tidak akan ada isu SARA, paham radikalisme, dan terorisme,” tutupnya. (*)