Pelantikan Dukun Urung Dilakukan

Peringatan Nyadnya Kasada Warga Tengger

KASADA BROMO. Seorang warga suku Tengger Bromo membacakan doa untuk sesaji yang hendak dilemparkan ke dalam kawah gunung saat prosesi hari raya Yadnya kasada 2018 di Gunung Bromo Probolinggo, Jawa Timur, Sabtu (30/6). Dipta Wahyu/Jawa Pos

eQuator.co.id –  SUKAPURA-RK. Puncak perayaan Yadnya Kasada digelar Sabtu (30/6) oleh warga suku Tengger di empat kabupaten. Yakni, Malang, Lumajang, Pasuruan dan Probolinggo. Namun, pelantikan dukun yang biasa dilakukan, urung dilakukan kemarin malam.

Di Kabupaten Probolinggo sendiri, euforia ritual untuk membalas pengorbanan suci Raden Kusuma itu sudah terasa sejak pagi. Warga suku Tengger di Kecamatan Sukapura, silih berganti sembahyang di Pura Luhur Poten di lautan pasir, Desa Ngadisari, Sukapura.

Malam harinya sebelum ritual puncak Yadnya Kasada di Pura Luhur Poten, digelar pengukuhan warga kehormatan di Pendapa Agung Desa Ngadisari. Ada 8 orang yang dikukuhkan sebagai warga kehormatan. Yaitu, Penjabat (Pj) Bupati Kabupaten Probolingog Tjahjo Widodo beserta istri, Sekda Soeparwiyono beserta istri, Kapolres Probolinggo AKBP Fadly Samad Beserta istri dan Dandim 0820 Letkol Kav Depri Rio Saransi beserta istri.

Sekitar pukul 00.00, warga Tengger dari empat daerah beranjak ke lautan pasir Gunung Bromo. Mereka mengikuti ritual puncak Yadnya Kasada di Pura Luhur Poten. Para dukun pun memimpin ritual di sana.

Sedangkan, warga yang telah bersembahyang dan menunggu labuh sesaji, tak sedikit yang tertidur di belakang pura. Lelaki dan perempuan, tua, muda dan anak-anak, berjubel menjadi satu. Mereka tidur beralaskan tikar yang dibawa serta berselimut. Sedangkan di sampingnya ada bermacam hasil bumi serta hewan yang hendak dilabuhkan.

Menjelang pukul 05.00, warga Tengger menuju kawah Bromo dengan membawa ongkek dan hewan. Begitu  tiba di kawah, mereka melemparkan sesaji yang dibawa.

Ponaji, salah seorang Dukun Pandita dari Desa Podokoyo, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan berharap, Yadnya Kasada ini bisa selalu meningkatkan keimanan umat Tengger. Sebab, ketentraman di bumi akan semakin terjaga, jika keimanan makin kuat.

“Kami berharap umat selalu berbenah diri. Baik di lingkungan, maupun kepada Sang Pencipta. Artinya, mereka harus selalu mawas diri dan menebalkan iman. Dengan begitu, umat akan semakin rajin beribadah dan berserah diri,” ungkapnya.

Hal senada disampaikan Sugiono, Manggu Pura Luhur Poten. Menurutnya, Kasada adalah sebuah korban suci yang dilakukan suku Tengger. Sesuai dengan sabda Brata Kusuma (Raden Kusuma), setiap purnama di bulan Kasada diminta melakukan korban suci.

Setiap Kasada juga, biasanya selalu ada pelantikan dukun. Namun, tahun ini tidak ada. Padahal jauh hari sebelum puncak Kasada, ada satu orang yang mendaftar. Namun, pelantikan dibatalkan lantaran pada Kasada kali ini tepat pada tahun pahing. Di tahun Pahing, tidak boleh ada upacara besar.

“Pelantikan dukun ditunda tahun ini. Seperti tahun sebelumnya, tidak ada pelantikan dukun. Sebab, Kasada kali ini tepat pada tahun Pahing. Kami dilarang menggelar upacara besar. Jika dilanggar pasti ada karmanya,” ujar Suyadi, Dukun Pandita dari Desa Podokoyo, Pasuruan.

 

Suara Sound System Ganggu Kesakralan

Di sisi lain, ritual Yadnya Kasada selalu ramai dengan kehadiran bak terbuka yang membawa sound system. Bukan dibawa saja, tetapi mereka menyalakan sound sistem itu dengan laku dangdung yang begitu kencang. Sehingga, sekana merusak suasana kesakralan ritual Kasada itu sendiri.

Namun, adanya hal itu ada perbedaan pendapat dari warga tengger. Ada yang memperbolehkan serta juga ada yang tidak menginginkan keberadaannya. Yang memperbolehkan yakni berpendapat bahwa sembahyang mereka tidak akan terganggu sedikit pun walupun banyak bunyi bunyian itu.

Seperti yang dikatakan oleh Suyadi, salah seorang Dukun Pandita dari Desa Podokoyo, Kecamatan Tosari, Pasuruan. Menurutnya, peribadatan yang dilakukan oleh warga hindu tengger tidaklah akan terganggu dengan adanya sound sistem yang dibawa itu. hal itu lantaran, ketika beribadah mereka hanya fokus kepada yang dituju.

“tidak mengganggu. Kami ketika beribadah kan fokus kepada sang pencipta. Sehingga, kami tetap bisa beribadah dengan tanpa adanya gangguan. Meskipun di ganggupun, kalau kami beribadah tidak akan berpengaruh,” ujarnya.

Masih menurut Suyadi, adanya orang membawa Sound sistem itu lantaran memiliki nadzar. Sehingga, pada saat yadnya Kasada berlangsung mereka membawa nya. “biasanya mereka punya nadzar. Jadi sebelum Kasada berlangsung mereka ada niatan untuk membawa sound itu kemari,” terangnya.

Pendapat berbeda datang dari Manggu Pura Luhur Poten Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Probolinggo yakni Sugiono. Menurutnya, sedikit banyak adanya pembawa sound sistem itu mengurangi kesakralan ritual yadnya Kasada. Oleh karena itu, sebelum ritual ydanya Kasada berlangsung hal itu dibahas.

“Ya mengganggu la. Oleh karena itu, pada saat sebelum puncak Kasada ini di lakukan itu sudah dibahas,” ujarnya.

Dalam pembahasan itu, didapatkan kesepakatan bahwa kendaraan bak terbuka yang membawa pengeras suara itu harus berada pada jarak 1 kilo meter dari pura. Dengan demikian, tidak akan mengganggu ritual yang ada.

“kemarin sudah di sepakati bahwa harus berada pada jarak 1 kilo meter. tetapi, pelaksanaannya itu masih ada yang dekat dengan pura. Oleh karena itu, saat akan digelar ritual kami meminta agar tidak dibunyikan,” tuturnya.

Puncak perayaan tersebut dilakukan di kawah gunung bromo dengan cara melempar larung sesai hasil bumi kedalam kawah.

Arti Kasada sendiri bagi warga suku tengger menurutnya, adalah sebuah pelestarian budaya leluhur. Selain itu, yakni bentuk rasa syuur kepada sang hyangwidi. Sukur tersebut karena telah diberikan rejeki dan juga kehidupan. “ini sesuai dengan permintaan leluhur kami. Jadi kami di minta pada saat purnama di bulan Kasada untuk mengirimkan hasil bumi kekawah sebagai persembahan,” tuturnya.

 

Menarik Wisatawan

Sementara itu, ritual Yadnya Kasada warga Tengger selalu menjadi daya tarik bagi wisatawan. Kemarin malam pun, bukan hanya warga Tengger yang memenuhi Pura Luhur Poten. Wisatawan dari berbagai daerah datang untuk menyaksikan peringatan ini.

Mereka berjubel dengan mengabadikan gambar dengan kamera ponsel maupun DSLR. Salah satunya Sarifuddin, wisatawan asal Batu.

Ia mengaku ingin mengetahui langsung ritual Kasada. Sebab, selama ini, ia hanya melihat dari tayangan televisi atau koran. “Saya bersama teman–teman. Kebetulan ada waktu senggang, jadi bisa menyaksikan secara langsung,” tuturnya. (Jawa Pos/JPG)