eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyosialisasikan hasil rekomendasi Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU), yang dilaksanakan akhir Februari lalu, tentang produk tembakau alternatif.
Ketua Lakpesdam PBNU, Rumadi Ahmad, menjelaskan produk tembakau alternatif merupakan hasil pengembangan dari inovasi teknologi di industri hasil tembakau (IHT). Produk ini, menurut riset ilmiah di negara maju, berpotensi mengurangi zat kimia berbahaya hingga 95 persen dibandingkan rokok konvensional.
Dengan manfaat besar tersebut, produk tembakau alternatif mendapatkan dukungan positif dari NU sehingga perlu disosialisasikan lebih luas lagi demi kemaslahatan publik.
“Dalam konteks fikih Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan melalui inovasi teknologi yang memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat tentu dianjurkan. Kami meyakini produk tembakau alternatif lebih banyak memberikan manfaat ketimbang keburukan (mudaharat-nya), ini yang kami harapkan perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak,” kata Rumadi, Selasa (16/7).
Rumadi menambahkan dukungan PBNU terhadap produk tembakau alternatif juga didasari hasil kajian yang dilakukan Lakpesdam pada buku berjudul Fikih Tembakau – Kebijakan Produk Tembakau Alternatif di Indonesia. Dari aspek ekonomi, hasil kajian juga menunjukkan bahwa kehadiran produk inovasi tersebut berpotensi mendorong pertumbuhan industri tembakau, terutama petani-petani dari kalangan NU.
“Kehidupan warga NU sangat erat kaitannya dengan tembakau. Bukan saja banyak warga NU yang merokok, tetapi juga ada mereka-mereka yang kehidupannya bergantung pada tembakau. Adanya produk tembakau alternatif justru turut membantu dalam menjaga kelangsungan mata pencahariaan warga NU karena bahan dasarnya bergantung pada tembakau,” tegas Rumadi.
Hanya saja, Rumadi menjelaskan, pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya belum menanggapi serius terhadap produk tembakau alternatif. Hal ini terbukti dengan masih minimnya kajian-kajian ilmiah dan pusat-pusat penelitian. Perspektif pemerintah sampai saat ini masih terkait cukai dan kesehatan. Tetapi, paradigma untuk mengurangi risiko orang terhadap bahaya merokok belum juga dilakukan.
“Produk tembakau alternatif memiliki perbedaan dibandingkan rokok konvensional dari sisi potensi risiko kesehatan. Dengan fakta tersebut, seharusnya pemerintah menerapkan regulasi yang berbeda pula untuk produk tembakau alternatif dan menetapkan tarif cukai yang sesuai dengan profil dan karakteristik risiko kesehatan produk tersebut, karena jangan lupa bahwa rokok dikenakan cukai itu karena dampak kesehatan yang berbahaya, sehingga jika ada inovasi yang dapat meminimalisir risiko kesehatan, maka harus disikapi dengan bijak,” kata dia.
Selain itu, Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Sunaryo, menegaskan pemerintah menerima masukkan dari sejumlah kalangan terkait regulasi produk tembakau alternatif. Usulan tersebut nantinya diharapkan bisa menciptakan formula hukum yang tepat bagi produk ini.
“Kami siap menampung aspirasi dan berdiskusi dari segala pihak untuk menciptakan regulasi yang sesuai bagi produk tembakau alternatif. Partisipasi aktif dari pemangku kepentingan seperti Lakpesdam PBNU akan memberikan kemudahan dan menambah wawasan bagi pemerintah dalam menyusun regulasi,” tandasnya. (Jawa Pos/JPG)