eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Pemerintah Kota Pontianak merespons cepat tuntutan atas warga yang memblokir Jalan Kebangkitan Nasional Kelurahan Batu Layang Kecamatan Pontianak Utara untuk truk-truk sampah menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batu Layang, Sabtu pagi (7/4). Penjabat Sementara (Pjs) Wali Kota Pontianak Mahmudah turun langsung meninjau kondisi TPA Batu Layang, Senin (9/4).
Mahmudah menjelaskan, dalam aksi yang dilakukan warga sebelumnya ada 12 tuntutan. Dari semua tuntutan tersebut, akan diupayakan bisa diselesaikan atau dipenuhi. “Tetapi ada juga yang tidak bisa kita penuhi seketika,” ujarnya di sela-sela melakukan peninjauan lokasi TPA Batu Layang
Untuk sementara kata Mahmudah, yang bisa dipenuhi tuntutan jangka pendek saja. Seperti melakukan penebasan rumput di sisi Jalan Kebangkitan Nasional yang sudah pihaknya lakukan. Begitu pula dengan pembuatan jalan dan pembuangan sampah ke arah belakang, juga sudah dilakukan. “Jadi tidak ada lagi membuang sampah ke depan, sehingga tidak mengganggu masyarakat,” jelasnya.
Sedangkan untuk penyambungan pipa PDAM kata dia, memerlukan perencanaan terlebih dahulu. Karena tidak bisa serta merta dilakukan begitu saja. “Ini perlu dana dari APBD dan perlu adanya proses dan persetujuan. Ini perlu proses dan perencanaan dengan matang,” ungkapnya yang saat itu di damping Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pontianak Sri Sujiarti, Kepala Satpol PP Kota Pontianak Syarifah Adriana dan Camat Pontianak Utara Aulia Candra.
Sedangkan tuntutan warga agar sampah yang berjatuhan saat diangkut truk akan dilakukan pembersihan. Ia juga meminta DLH Kota Pontianak agar mengawasi truk supaya menutupi sampah-sampah dengan terpal. “Selama ini mungkin yang jatuh itu karena truknya tidak ditutup dengan terpal. Kita minta tingkatkan pengawasan pada truk yang ada,” tegasnya.
Mahmudah berharap masyarakat sekitar bersabar dan kooperatif. Dia berjanji, tuntutan warga akan dipenuhi secara bertahap.
Sedangkan terkait tuntutan minta dilibatkan jika ada proyek di sepanjang kawasan TPA Batu Layang kata Mahmudah, bahwa sistemnya ada dipihak ketiga. Namun ia akan mengupayakan dapat mengakomodir masyarakat sekitar. “Hampir 100 persen para pekerja di TPA adalah masyarakat sekitar. Sebenarnya sudah kita lakukan,” tutup Mahmudah.
Sementara itu, Kepala DLH Kota Pontianak Sri Sujiarti menyebutkan, Pemkot sudah mengutamakan penanggulangan dampak limbah. Sejak tahun 2017 Pemkot sudah menganggarkan penataan TPA Batu Layang. “Mengapa harus ditata kembali? Karena TPA dibangun tahun 1997, semua sarana dan prasaranannya sudah tenggelam dan pecah,” jelasnya.
Sehingga kata dia, mobilisasi pengangkutan sampah tidak bisa lagi masuk ke dalam. Mengapa warga mengeluhkan sampah harus di depan terus, karena sejak tahun 2016 selalu dibuang di depan.
“Nah, sejak tahun 2016 itulah pertama kali kita membuat penataan, membuat jalan masuk ke dalam, yaitu rencananya adalah agar kita bisa mengakses tanah kita yang di dalam,” paparnya.
TPA Batu Layang seluas sekitar 30,9 hektare. Saat ini yang terpakai baru 9 hektare, yaitu kawasan di depan. “Penataan itu sudah ada sejak 2016, yaitu tempat pembuangan sekarang,” ucapnya.
Kemudian pada 2017 di sebelah kirinya. Sedangkan tahun ini akan dibangun yang di dalam. Termasuk juga ada membangun tempat pengolahan lindinya.
“Yang dikeluhkan masyarakat adalah lindi-lindi yang sampai ke parit-parit masyarakat. Karena sampai saat ini mereka belum punya akses air bersih. Jadi mereka menggunakan parit itu sebagai MCK. Kalau air minum mereka tadah hujan,” terangnya.
Penataan TPA bertahap, karena bukan proyek multiyears. Saat ini penataannya sudah tahun ketiga. Untuk tahun keempat akan ada lagi untuk mengakomodir keinginan masyarakat supaya membuang sampah ke arah belakang yang pendudukanya masih sedikit. “Di belakang itu banyak digunakan untuk bercocok tanam,” pungkasnya.
Sri mengatakan, lokasi TPA merupakan tanah gambut yang dalam. Sehingga semua yang dibangun akan bergerak. Untuk sekarang posisi tempat lindi ada empat. Tahun ini ada satu yang akan difungsikan. “Kita akan tebuk, karena dia lebih tinggi dari pada saluran,” jelasnya.
Pemkot berupaya bagaimana caranya air dari saluran bisa masuk ke pengolahan lindi. Sebab sudah ada saluran yang sudah dibuat dalam dua tahun ini.
“Mengapa kita tidak bisa pakai? Karena kondisinya di atas saluran. Dan saluran-saluran menuju ke sana sudah pecah-pecah, tidak ada lagi air lindi masuk ke sana, jadi kering. Kita tidak bisa lagi memfungsikan itu,” tuturnya.
Mengatasinya, maka nanti lokasi TPA akan dikepung saluran yang diarahkan ke satu tempat pengolahan. “Tujuan Pemkot membangun dan menata ulang TPA ini dalam rangka meminimalisir dampak terhadap lingkungan,” demikian Sri.
Ditambahkan Camat Pontianak Utara Aulia Candra, permasalahan warga di sekitar TPA Batu Layang muncul jika musim hujan. Saat itu air lindi TPA tidak tertampung. Sehingga mengalir ke permukiman warga.
“Ini yang menjadi keluhan warga, sehingga untuk mandi saja susah. Karena warga di sini masih mengandalkan air sumur, kemudian apalagi untuk kebun-kebun. kebun ini juga jadi mati karena air sampah ini,” paparnya.
Sementara untuk sambungan air bersih, ada konsultan PDAM. Pihaknya tidak ikut campur tangan di situ. Tapi berdasarkan kabar yang diperolehnya, tahun ini PDAM akan masuk. Namun kapan pastinya ia tidak mengetahuinya. “Tapi kalau ada permasalahan air bersih di sini dari pihak DLH ada memberikan suplai air bersih untuk warga di sini,” ucapnya.
Penanganan air lindi kata dia, tidak bisa sementara. Harus ada pembatas antara TPA agar air tidak masuk ke pemukiman warga. Pengerjaan jalan dan drainase menjadi salah satu solusi, tapi belum selesai. Pasalnya, tidak bisa dikerjakan hanya dalam 1 tahun. “Mudah-mudahan 2018 dilanjutkan, Insya Allah 2018 atau 2019 selesai dan tidak ada dampak lagi ke masyarakat,” harapnya.
Intinya kata Aulia, bagaimana limpahan air saat hujan tidak langsung sampai ke pemukiman. Sehingga warga minta dibikinkan jalan yang tinggi. Tujuannya, agar air terhalang dan kucurannya tidak langsung masuk, tapi melalui resapan tanah dulu.
“Kalau sudah melalui resapan tanah Insya Allah secara alami sudah tersaring sampai ke sungai pun dia sudah aman. Tapi kalau serta merta meluber ke parit itu yang dipermasalahkan warga,” tukasnya.
“Jadi intinya pembangunan jalan dan drainase TPA itu sudah solusi yang bagus. tapi karena kita keterbatasan anggaran memang proyek ini harus multiyears,” sambung Aulia.
Terpisah, Ketua Komisi B DPRD Pontianak, Dedi Junaidi mengatakan pihaknya akan segera menggelar Rapat Kerja (Raker) terkait persoalan aksi unjuk rasa warga sekitar TPA Batu Layang mengenai pencemaran limbah. Terlebih, aksi warga ini sudah beberapa kali dilakukan.
“Kita akan segera gelar Raker dan memanggil pihak Pemkot melalui Dinas Lingkungan Hidup terkait persoalan demo warga di pemukiman TPA kemarin,” ujarnya, Senin (9/4).
Terlebih kata Dedi, dalam aksi demo tersebut, ada 12 tuntutan yang diajukan warga. Sehingga hal ini perlu ditangani dengan segera. “Saya meminta DLH secepatnya ambil tindakan yang berpihak dengan masyarakat yang tujuannya kemaslahatan masyarakat pula,” tegasnya.
Dedi menyebutkan, persoalan sampah bukan baru kali ini saja terjadi. Tahun 2016, juga pernah. “Karena saya baru tiga bulan di Komisi B, jadi dari Raker yang kami gelar dengan DLH sebelumnya masih seputar lingkungan hidup belum ada gambaran yang detail terkait penanganan sampah,” ucapnya.
Meskipun demikian kata Dedi, dari beberapa agenda kerja yang ia lakukan di lapangan, pada saat kunjungannya ke kawasan TPA Batu Layang memang benar terkait pesoalan bau busuk yang dirasakan warga setempat. Bau tersebut bersumber dari sampah yang ada di TPA.“Saya sempat berkunjung ke Gang Merpati, kira-kira jaraknya 300 meter dari tempat sampah, Masyallah baunya,” ungkapnya.
Dedi mengimbau agar DLH segera mencari solusi bagaimana penanganan bau serta limbah sampah yang mengalir ke sungai dan parit ketika terjadi hujan. “Bisa saja dengan memberikan air bersih bagi warga setempat,” imbuhnya.
Warga minta digratiskan biaya beban PDAM, di mana sebelumnya Pemkot telah memberikan keringanan dengan menggratiskan biaya pemasangan air ledeng bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di pemukiman TPA. Menurut Dedi, kalau untuk gratis biaya bulanan ia rasa cukup berat ditanggung oleh Pemkot, sebab dikhawatirkan pemakaian yang berlebihan. “Kemudian persolan air mengalir ini tentu tidak hanya warga di kawasan ini, masyarakat lainnya juga tentu juga ingin mendapatkan hak yang sama,” ulasnya.
Dedi menilai, berkaitan penanganan sampah sebetulnya langkah yang diambil dengan menyediakan tempat sampah di masing-masing kecamatan.“Di relokasi saya rasa sulit sebab di kota tentu kita terbatas dengan lahan, sehingga mau tidak mau ditempatkan ditempat yang sudah ada saat ini,” tutupnya.
Laporan: Maulidi Murni, Nova Sari
Editor: Arman Hairiadi