Pasang 140 Detektor Radiasi Nuklir Se-Indonesia

Ilustrasi NET

eQuator.co.id – Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) mengusulkan adanya sensor untuk mendeteksi sebaran radiasi nuklir dari luar negeri. Kepala Bapeten Jazi Eko Istiyanto mengatakan, ancaman radiasi nuklir mengemuka karena negara-negara tetangga memulai proyek pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Misalnya, PLTN Rooppur di Bangladesh yang ditargetkan selesai 2023.

PLTN dengan tenaga 2,4 gigawatt itu dinilai berpotensi menyebarkan radiasi nuklir sampai ke Indonesia jika terjadi kebocoran. ’’Arah angin dari Bangladesh sering mengarah ke Indonesia. Setidaknya, Aceh bisa terdampak dan masyarakat tidak sadar,’’ katanya setelah Geladi Lapang Nasional Penanggulangan Kedaruratan Nuklir di kawasan Puspitek, Tangerang Selatan, kemarin (9/11).

Vietnam juga berencana membangun PLTN yang beroperasi pada 2030. Artinya, kemungkinan penyebaran radiasi nuklir lebih tinggi. Bapeten mengajukan pembangunan detektor radiasi di berbagai penjuru Indonesia. Targetnya, 140 detektor dipasang dalam 10 tahun mendatang.

’’Memang, pengawasan bahaya nuklir masih kurang. Dari 126 pelabuhan, hanya enam yang dipasang RPM (radiation portal monitor). Apalagi detektor yang menganalisis radiasi nuklir,’’ ungkap Jazi.

Proyek pemasangan dimulai tahun depan. Lokasi-lokasinya memanfaatkan stasiun milik BMKG yang tersebar di daerah-daerah. ’’Bapeten tidak punya cabang. Karena itu, kami memanfaatkan fasilitas instansi lain secara maksimal,’’ katanya.

Saat ini ada tiga reaktor nuklir di Indonesia. Yakni, Triga Mark II kapasitas 3 mw di Bandung; Reaktor Kartini berkapasitas 100 kw di Jogjakarta; dan Reaktor MPR RSG-GA Siwabessy dengan kapasitas 30 mw.

Pengawasan terhadap tiga reaktor penelitian tersebut sangat ketat. Setiap fasilitas reaktor wajib mengadakan simulasi bencana nuklir setiap tahun. Daerah-daerah yang menjadi lokasi reaktor harus mengadakan simulasi terpadu setiap dua tahun. Secara nasional, Bapeten melaksanakan simulasi bencana nuklir setiap empat tahun.

Ancaman radiasi nuklir dari tiga reaktor tersebut kecil karena daya kapasitasnya tak seperti PLTN yang mencapai skala ribuan mega. Bapeten hanya menemukan anomali kecil selama sejarah pengoperasian tiga reaktor itu. (bil/c10/ca)