eQuator – Putussibau-RK. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Kapuas Hulu memastikan bulan Oktober tahun ini akan digelar Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak untuk 74 Desa. Pernyataan tersebut menyusul disahkannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pilkades Serentak oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 17 November 2015 lalu.
“Perda tersebut merupakan turunan dari Permendagri Nomor 112. Kita sudah melakukan persiapan untuk sosialosasi kepada panitia Pilkades dan sambil menunggu pelantikan bupati Kapuas Hulu terpilih,” kata Lamun, Kasubid Adminstras Pemerintahan Desa, BPMPD Kapuas Hulu di kantornya, Kamis (7/1).
Dijelaskan Lamun, jika mengacu pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, setiap Kabupaten dan Kota hanya boleh melaksanakan Pilkades serentak sebanyak tiga kali dalam enam tahun ke depan, yakni 2015, 2018 dan 2020. “Dalam kurun waktu tersebut boleh. Dimaksud serentak dan bergelombang yakni dikelompokan yang habis masa 2015 berapa orang dan 2016 berapa orang. Dari 278 Desa se Kapuas Hulu, 74 Desa yang melaksanakan Pilkades ini hampir rata-rata Desanya masih dipimpin pejabat Kades,” terangnya.
Biaya pelaksanaan Pilkades serentak itu dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten. Besaran anggaran diperkirakan Rp1,7 milyar. “Seperti untuk pengadaan surat suara, kotak suara, honor panitia Pilkades, dana monitoring dan sosialisasi. Pembiayaan yang besar memang pada kotak dan surat suara, itu hampir mencapai Rp1,4 milyar,” ungkap Lamun.
Dalam beberapa bulan ke depan, BPMPD Kapuas Hulu sudah mulai melaksanakan sosialisasi kepada panitia Pilkades di 74 Desa tersebut. “Sekitar bulan Maret kita panggil panitia untuk laksanakan sosialisas,” kata Lamun.
Pelaksanaan Pilkades serentak tujuannya untuk efesiensi anggaran. Selain itu, dengan dibebankannya anggaran pada APBD, potensi politik transaksional di desa tidak akan terjadi. “Saya kira mekanisme Pilkades yang dulu hampir sama dengan sekarang, tidak ada transaksional. Maka Kemendagri melarang desa mengeluarkan keuangan desa untuk biaya Pilkades,” tegas Lamun.
Secara teknis lanjut dia, sistem pelaksanaan Pilkades sudah diatur dalam Perda, mulai dari Kriteria calon, tahapan penjaringan, penyaringan, penetapan calon, kampanye hingga pencoblosan. “Panitia membuka lowongan bahwa di Desa A, dibuka kesempatan untuk melamar sebagai Kades. Setelah masuk lamarannya, dilakukan seleksi administrasi. Setelah memenuhi syarat baru penetapan calon yang berhak maju. Kemudian panitia membuat daftar pemilih sementara, baru ada DPT, setelah ada DPT baru diumumkan. Kades harus paham penyelenggara pemerintahan, maka pendidikan serendah-rendahnya SLTP,” paparnya.
Lamun berharap tidak ada calon Kades tunggal, karena belum diatur ketentuan di Perda. Jika terjadi, Pemda harus menggodok kembali dalam Peraturan Bupati maupun Keputuan Bupati. Namun, seandainya terjadi perselisihan perhitungan suara, maka masalahnya akan diselesaikan oleh pemerintah daerah. “Kita ditingkat Kabupaten memfasilitasi. Prinsipnya satu suara selesih tetap terpilih.
Setelah terpilih, BPD (Badan Pemusyawarahan Desa) membuat keputusan penetapan Kades terpilih untuk dilantik oleh Bupati,” jelasnya.
Jika Pilkades dilakukan secara transparan dan setiap calon yang berkompetisi bisa memberikan sesuatu yang baik kepada masyarakat, maka pelaksanaannya akan berjalan lancar. “Kita ingin demokrasi di desa berjalan demokratis, sesuai ketentuan. Silakan berkompetesi dengan baik, ajak dan tawarkan program pembangunan Desa,” demikian Lamun.
Laporan : Andreas
Editor : Arman Hairiadi