eQuator.co.id – Pontianak-RK. Frantinus Nirigi, penumpang pesawat Lion Air JT 687 sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana penerbangan. Penetapan status ini menyusul setelah alumni Fisipol Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak itu mengakui perbuatannya menyebut ‘ada bom’.
“Hasil pemeriksaan begitu. Dia bercanda (sebut bom),” kata Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono ditemui di Polda Kalbar, Rabu (30/5) siang.
Penetapan tersangka terhadap pemuda 26 tahun asal Wamena yang biasa disapa Frans ini setelah melalui gelar perkara di ruang kerja Kasat Reskrim Polresta Pontianak Kompol M Husni Ramli, Selasa (29/5) malam.
Gelar perkara melibatkan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Dalam gelar perkara tertutup itu dihadiri Budianto, Kasubdit PPNS Penerbangan Ditjen Hubungan Udara Kemenhub bersama tiga anggotanya; M. Anshar, Nursyamsu dan Aditya P.R, serta AKP Efadhoni, Wakasat Reskrim Polresta Pontianak dan jajaran kepala unitnya.
Setelah penetapan status ini, Frans resmi menjadi tahanan kepolisian. Saat ini kasusnya ditanggani Polresta Pontianak. Polisi bersih keras menahan Frans, karena dikhawatirkan akan melarikan diri. “Kalau tidak salah prosesnya akan ditindaklanjuti oleh PPNS dari Kementerian Perhubungan,” ujar Didi.
Dari gelar perkara tersebut, disimpulkan bahwa perbuatan Frans melanggar Pasal 437 ayat (1) dan (2) UU RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Frans berurusan dengan polisi karena perbuatannya dengan mengucapkan ‘Awas jangan kasar-kasar menyimpan tasnya. Ada bom,’ kepada salah seorang pramugari yang sedang merapikan bagasi.
Kala itu Fran akan pulang kampung ke Wamena dari Bandar Udara Internasional Supadio Kubu Raya dengan tujuan transit di Jakarta. Ia dijadwalkan terbang pada Senin (28/5) pukul 18.40 Wib.
Akibat ulahnya, penerbangan ditunda karena terjadi kegaduhan dan kepanikan luar biasa di dalam pesawat. Sebagian penumpang cedera setelah terjun dari jendela darurat. Adanya aksi pembukaan pintu darurat secara paksa ini, pihak Lion Air menganggap sudah menyalahi aturan. Sehingga pihak Lion Air melaporkan penumpang yang membuka pintu darurat itu. Menanggapi hal ini, Didi mengatakan, bahwa pihaknya menunggu laporan.
Kasus informasi bom ini menjadi sorotan publik. Bahkan mencuat ketika foto dan video kegaduhan penumpang beredar secara berantai di media sosial. Ada pula warganet dan kerabat Frans yang berspekulasi bahwa kemungkinan pramugari salah dalam mendengar ucapan Fran. “Itu semua dalam proses. Sekarang ini kan dalam penyelidikan,” ujar Didi.
Dalam kasus ini, dua pramugari dijadikan sebagai saksi. Tersangka baru Frans. Sedangkan bukti dalam perkara ini, barang-barang Frans yang diakuinya ada bom. “Untuk saksi nanti bisa (penumpang) sebelah kiri kanannya. Termasuk pramugari,” tuturnya.
Didi masih belum bisa secara detail menjelaskan hasil pemeriksaan terhadap pramugari. Sebagaimana diketahui, pramugari sempat memberikan pengumuman berulang kali, sehingga terjadi kepanikan yang luar biasa.
“Ini masih dalam proses pendalaman. Kita melihat dari unsur-unsur yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,” ujar dia.
Didi mengajak semua masyarakat untuk bercermin dari kasus Frans ini. Tidak bercanda dan membuat panik warga. “Mudah-mudahan ini bisa menjadi pelajaran buat kita semua, bahwa di area-area seperti di Bandara, terbuka dan publik lainnya, tidak boleh bercanda dengan membuat kepanikan,” imbau Kapolda.
Dukungan Almamater
Ikatan Alumni (IKA) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Untan Pontianak, mengakui bahwa Frantinus Nirigi adalah alumni Fisip Untan. Sebagai bentuk solidaritas, IKA Fisip siap memberikan support moral dan mengawal kasus ini. “IKA Fisip Untan akan berusaha memberikan dukungan terhadap saudara kami. Ini sebagai solidaritas sesama alumni,” ujar Sekjen IKA Fisip Untan, Deden Ari Nugraha ditemui di Polresta Pontianak usai membesuk Frans, Rabu (30/5).
Deden mengatakan, apabila terbukti secara sah melakukan tindakan Frans melawan hukum, maka pihaknya mendukung kepolisian untuk memprosesnya. “Kami mendukung kepolisian, agar dapat berjalan dengan lancar dan baik. Namun apabila tidak terbukti seperti apa yang disangkakan, maka kepolisian harus segera melepaskan Frans dari jeratan hukum,” tegasnya.
IKA juga mendukung Polri untuk mengusut tuntas setiap kasus serupa. Karena sebagaimana diketahui, banyak kasus serupa, namun yang dirasa heboh adalah kasus Frans.
Deden dan rekan alumni Fisip Untan lainnya sempat berbincang dengan Frans. Dalam percakapan yang ditangkap Deden, bahwa Frans tidak pernah menyebut ‘ada bom’ dengan tegas. “Bahkan, kita ketahui semua, tadi Frans bicara pelan. Memang rada tidak kedengaran dia kalau bicara. Nah, bagaimana mungkin penumpang bisa panik mendengar yang ucapan Frans secara langsung. Ini saya rasa, perlu dikaji kembali,” ujar Deden.
Bantuan Hukum
Terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Erma Suryani Ranik, ternyata ikut memantau kasus ini. Atas andilnya, Frans kini mendapat dampingan pengacara. Meski begitu, Erma menegaskan, tetap menghormati proses hukum yang berlaku. “Prinsipnya, saya hanya bantu siapkan pengacara. Apakah nantinya dia bersalah atau tidak, biar putusan pengadilan yang menentukan,” ujarnya.
Sebagai wakil rakyat, Erma mengimbau agar semua dapat mengambil pelajaran dari peristiwa yang menimpa Frans ini. Menurutnya, keselamatan penerbangan menjadi tugas bersama untuk menjaganya. “Jangan dianggap enteng. Apalagi dijadikan bahan bercanda,” pesan Erma.
Rakyat Kalbar sempat menghubungi pihak Lion Air di Pontianak. Namun, tidak bisa memberikan komentar.
“Mohon maaf, semua klarifikasi dirilis langsung dari pusat. Kita masih masih belum bisa ngasih keterangan lebih lanjut,” ucap Yana, pihak Lion Air Pontianak.
Laporan: Ocsya Ade CP
Editor: Arman Hairiadi