eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Perambahan hutan akan terus menjadi ancaman apabila kesejahteraan petani rendah. Tak terkecuali di Kalimantan Barat (Kalbar).
Kalbar sendiri kini tengah menghadapi persoalan rendahnya kesejahteraan petani. Ini tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang dinilai terus merosot.
“Untuk indeks NTP mestinya di atas 100 persen, karena kalau masih di bawah, masih akan timbul perambahan hutan,” ungkap Kepala Dinas Kehutanan Kalbar, Marius Marcellus, kemarin.
Pada Februari 2019 misalnya, NTP di Kalbar tercatat sebesar 93,28 poin atau turun 0,67 persen dibanding NTP bulan Januari 2019 yaitu 93,91 poin.
Jika dilihat lebih jauh, NTP di tahun 2018 cenderung mengalami penurunan. Pada Januari 2018, NTP tercatat sebesar 98,39 persen. Angka ini terus mengalami penurunan, terutama sejak Juni 2018, yang mana NTP tercatat tidak pernah pernah tembus 96 poin.
“Sementara, dalam kurun waktu dua tahun terkahir, NTP tercatat tidak pernah penyentuh angka 100 poin. NTP tertinggi tercatat pada Januari 2018 yang lalu,” ucapnya
Marcellus menilai, apabila kesejahteraan petani masih rendah, kecenderungan akan memanfaatkan hutan sebagai tumpuan hidup semakin besar. Akan tetapi kurang dalam memperhatikan kelestarian hutan.
“Mereka (petani) pasti juga butuh penghasilan,” katanya.
Oleh sebab itu, dia memandang perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani, dengan melibatkan semua sektor yang berkaitan.
Menurutnya dalam membangun sektor kehutanan, tidak dapat dilepaskan dari peran sektor-sektor lainnya yang terkait.
“Sesuai dengan keinginan gubernur yang tercermin dari indeks desa membangun, maka faktor yang menjadi kriteria yang mesti dicapai adalah kelestarian lingkungan, melalui tata kelola hutan yang lebih baik, dan terhindar dari pencemaran,” terangnya.
Namun demikian, dalam memastikan kelestarian hutan, kata dia, bukan berarti menjadikan hutan sebagai wilayah yang tidak boleh dimanfaatkan hasilnya.
Bahkan menurutnya, hutan semestinya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Tentu saja dalam hal ini, dengan memperhatikan keberlanjutan dari hutan tersebut.
“Seperti program perhutanan sosial, yang kami harapakan dapat memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat, namun dengan program itu pula kelestarian hutan tetap terjaga,” kata dia.
Menurutnya, sejumlah kawasan hutan yang berdampak positif bagi masyarakat. Sebut saja kawasan hutan mangrove yang di beberapa daerah sudah dimanfaatkan untuk menopang ekonomi masyarakat pesisir.
Banyak pula hasil hutan yang dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi produk yang bernilai ekonomis, seperti yang saat ini tengah dikembangkan, yakni tanaman kaliandra.
“Seperti daun kaliandra bisa untuk peternakan, batangnya energi, bunganya bisa dimanfaatkan untuk budi daya lebah madu. Kami dorong agar hasil hutan dimanfaatkan oleh masyarakat dan dikembangkan,” tandasnya.
Laporan : Nova Sari
Editor : Andriadi Perdana Putra