eQuator.co.id – Tidak hanya barang bernilai sejarah diabadikan di museum. Tulisan-tulisan terbitan media cetak atau koran turut dikumpulkan pemerintah yang akan disimpan di Monumen Pers Nasional. Tak kecuali, terbitan Harian Rakyat Kalbar pun dianggap penting untuk diarsipkan di Monumen Pers Nasional yang didirikan pada 1978 silam tersebut.
Monumen Pers Nasional yang berkedudukan di Solo, Surakarta, Jawa Tengah tersebut saat ini tengah berkeliling ke seluruh Indonesia. Mereka mendatangi setiap media. Jumat (15/4) sore, giliran Graha Pena Equator, markas Harian Rakyat Kalbar yang dikunjungi Monumen Pers Nasional. Mereka terdiri dari Andi Prabowo, Eka Budiati, Himawan, dan Rahayu.
“Sejauh ini kegiatan sudah kami lakukan baik di ujung Sumatra sampai Papua. Saat kami melakukan pameran di seluruh Indonesia kemarin terakhir di Lombok, kami pamerkan koleksi kami ke masyarakat,” ujar Andi Prabowo, satu dari empat orang dari Monumen Pers Nasional.
Monumen Pers Nasional inidi bawah naungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI. Selama ini, pihaknya mendukung penuh apa yang disampaikan masing-masing media ke masyarakat. Terlebih informasi yang disampaikan banyak mengandung manfaat. “Kami dari Kemenkominfo yang lebih fokus dengan pelayanan masyarakat, kami bertugas mendedukasi masyarakat terkait Pers kepada masyarakat,” katanya.
Pemberitaan yang disampaikan media sangat penting. Namun, sebagus apapun informasi yang disampaikan akan bisa pudar dengan sendirinya. Di sinilah peran Monumen Pers Nasional dalam mengarsipkan berita yang menjadi informasi masyarakat agar dimuseumkan. “Teknisnya akan kita bantu dalam mengarsipkan data atau berita yang sudah ada dari mulai terbit pertama sampai saat ini,” jelas Andi Prabowo.
Tidak hanya cetakannya saja, bentuk e-peper juga bisa disampaikan ke pihaknya. Monumen Pers ini bahkan sudah memiliki koleksi-koleksi lebih dari satu juta surat kabar dan majalah sepanjang masa revolusi di Indonesia dari berbagai daerah di Nusantara. Koleksinya ada pula yang meliputi teknologi komunikasi dan teknologi reportase, seperti penerbangan, mesin ketik, pemancar, telepon dan kentongan besar. “Ada beberapa koleksi milik monumen pers yang mirip dengan museum penerangan di Jakarta yaitu pahatan kepala tokoh-tokoh penting dalam sejarah jurnalisme Indonesia, seperti Djokomono (RM.Tirto Hadhi Soerjo) yang merupakan pelopor dalam lapangan jurnalistik modern, lalu ada Djamaluddin Adinegoro, seorang tokoh yang membuat peta ATLAS Indonesia maupun dunia, dan Dr. Sam Ratulangi, yang selalu memberitakan tentang penindasan-penindasan yang dilakukan penjajah terhadap rakyat Indonesia melalui majalah Nationale Commentaren, juga ada di Museum penerangan,” paparnya.
Menurut Andi Prabowo, kesamaan dengan Museum Penerangan di Jakarta, Monumen Pers Nasional juga memiliki pusat media, sehingga pengunjung dapat mengakses Internet gratis melalui komputer yang tersedia. Ada pula perpustakaan dengan koleksi sekitar 12.000 buku, ruang baca koran dan majalah lama yang sudah didigitalisasi, serta ruang mikrofilm yang sudah tidak digunakan lagi. “Kami berharap setiap media termasuk Rakyat Kalbar dapat mengirimkan edisi baik cetak maupun digital,” serunya.
Ini, katanya penting untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran yang memungkinkan menghanguskan data-data milik media itu sendiri. Namun jika sudah tersimpan di Monumen Pers Nasional, data tersebut sudah ada tersimpan rapi. “Selanjutnya sebagai backup data, karena ada kasus di Bandung ketika kebakaran dan aspek datanya habis. Ternyata kita sudah melakukan kerjasama arsip dengan media tersebut, sehingga kami meminta softcopy-nya” demikian Andi Prabowo. (*)
Gusnadi, Pontianak