eQuator.co.id – JAKARTA – RK. Sejumlah perwakilan dari biro travel penyedia layanan umroh mendatangi Komisi VIII DPR kemarin siang (19/7). Mereka mengajukan keberatan terhadap rencana pelaksanaan layanan umroh digital yang akan digarap oleh 2 unicorn digital yakni Traveloka dan Tokopedia.
Ketua Dewan Kehormatan Himpunan Penyelenggaran Umroh dan Haji (Himpuh) Rustam sumarna mengkritik Menkominfo Rudiantara yang pergi ke Arab Saudi dan membuat MoU tanpa koordinasi.
Menurut Rustam, tidak ada perjelasan apakah Traveloka dan Tokopedia akan berfungsi sebagai marketplace, atau malah membuat produk layanan umroh yang baru. “Kalau cuma marketplace, tidak usah mereka dibawa kesana tidak usah membuat MoU. Panggil saja kami dan ajaklah kami untuk jualan di lapak mereka,” katanya.
Rustam menampik bahwa para biro travel umroh tidak mau terhadap digitalisasi. Ia menyebut, para biro travel sudah beberapa tahun terakhir melakukan digitalisasi layanan. Hanya saja tidak sepopuler platform besar.
Rutam menyebut, biro travel sudah dibuat kerepotan dengan regulasi yang semakin ketat yang dibuat kementerian agama. “Jangan sampai kita yang disini dikerangkeng aturan. Sementara 2 unicorn ini Dengan bebas merdeka berhubungan langsung dengan hotel di Saudi. Kalau mereka bisa mengakses penerbangan dan visa, tamatlah kita (biro travel,red),” kata Rustam.
Pengurus Forum Komunikasi Biro Travel Umroh Rizal Fadillah menyebut bahwa apa yang dilakukan oleh Rudiantara menyalahi kewenangan. Umroh merupakan kewenangan Kementerian Agama. Maka yang seharusnya meneken MoU adalah Kemenag.
Selain itu, Rizal menyebut banyak potensi pelanggaran UU. Bukan hanya melanggar UU nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan haji dan umroh. Menkominfo juga menerobos UU nomor 5 tentang larangan praktek monopoli dengan menunjukkan keberpihakan pada 2 unicorn saja. “Kenapa harus Tokopedia dan Traveloka? Kami yakin start up lain juga bisa melakukan layanan ini,” jelasnya.
UU lain yang berpotensi dilanggara adalah UU nomor 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional. Dalam MoU tersebut, tidak jelas apakah konteksnya antar pemerintah (G to G) atau antar bisnis (B to B). Atau B to B yang dilindungi oleh G to G. Rizal bahkan menuding ada kemungkinan praktek kolusi antara Kominfo dengan dua unicorn ini. “Pasti ada take and give,” sebutnya.
Menkominfo juga kata Rizal melanggar asas kepatutan yang bisa membunuh bisnis milik pribumi. Jika umroh diserahkan pada perusahaan digital, maka dikhawatirkan nilai sakralitas ibadahnya akan berkurang dan akan menjadi tidak lebih dari bisnis wisata. “Karena kita tahu Traveloka dan Tokopedia itu non muslim dan non pribumi,” jelasnya.
Di ruangan sebelah Komisi VIII, Pejabat Kominfo juga dikritik habis habisan oleh anggota Komisi I DPR. Menurut anggota Komisi 1 Evita Nursanty mengungkapkan, MoU yang dilakukan oleh Kominfo berpotensi membunuh perusahaan dan bisnis-bisnis travel umroh yang sudah ada. “Mereka jadi Tarvel umroh itu ndak gampang. Juga berdasar aturan. By law,” jelasnya.
Selain itu, kata Evita, jangan sampai pemerintah justru mendorong adanya ksempatan untuk monopoli bisnis. “Seperti bisnis umroh ini harus terbuka untuk semuanya. Kalau tidak nanti ada konglomerasi bisnis” katanya.
Evita mengatakan pemerintah harusnya mampu membina start up start up kecil yang baru tumbuh. Bukannya semakin menguatkan yang sudah besar. “Senin akan kita panggil Kominfo. Kita minta mereka untuk paparkan. Berapa banyak start up yang sudah ditumbuhkan. Kalau sedikit ya sama saja gagal mereka,” jelasnya.
Sekjen Kominfo Niken Widiastuti menolak untuk memberikan komentar lebih jauh terhadap kritikan yang diajukan padanya. “Nanti kita tunggu RDP selanjutnya. Nanti akan kami berikan jawaban disitu,” jelasnya sambil buru buru pergi. (Jawa Pos/JPG)