-ads-
Home Headline Miliaran Calon Kepiting Baru Terselamatkan

Miliaran Calon Kepiting Baru Terselamatkan

Kepolisian Gagalkan Penyeludupan Kepiting ke Malaysia

KEPITING BERTELUR. Irjen Pol Didi Haryono dan institusi terkait menunjukkan kepiting betina bertelur hasil tangkapan Direktorat Kepolsian Polair Polda Kalbar yang rencananya diselundupkan ke Malaysia, Rabu sore (14/11). Ambrosius Junius-RK

eQuator.co.idPONTIANAK-RK. Direktorat Kepolisian Perairan (Dit Polair) Polda Kalbar menggagalkan penyelundupan kepiting betina sedang bertelur sebanyak 2607 ekor, Selasa (13/11). Ribuan kepiting ini rencananya akan dibawa ke Malaysia.

Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono menuturkan, pengungkapan ini menindaklajuti informasi masyarakat. Berdasarkan informasi akan ada pengiriam kepiting betina yang sedang bertelur dalam jumlah besar. Kepiting-kepiting itu diduga akan diselundupkan ke negeri jiran melalui jalur tikus di Desa Jagoi Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang.

Menindaklanjuti informasi tersebut unit tindak 2 Subdit 2 Gakkum Dit Polair melakukan penyelidikan sebagai upaya pencegahan dan penindakan di lapangan. Sekira pukul 00.30 WIB sebuah mobil Grand Max Daihatsu KB 1937 WK, di Jalan Raya Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang membawa kurang lebih 16 keranjang kepiting. Kemudian pagi harinya, sekira pukul 05.30 WIB, berhasil menemukan rumah yang dijadikan gudang penyimpanan kepiting di Komplek BTN Bali Permai, Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak. Di lokasi ini didapati 24 keranjang kepiting siap kirim.

-ads-

“Dari 2607 ekor itu, 30 ekor kondisinya sudah mati, ini bukan pertama,” jelas Didi saat memberikan keterangan persnya terkait kasus ini di Mako Dit Polair Polda Kalbar, Rabu sore (14/11).

Ternyata ini bukan pengiriman kepiting untukm pertama kalinya. Sebelumnya, Juli itu lebih banyak lagi yang telah diseludupkan ke Malaysia. Yaitu sebanyak 3763 ekor kepiting.

Didi mengatakan, upaya yang dilakukan jajarannya berhasil menyelamatkan terjadi potensi kerugian negara. Seekor kepiting betina bertelur dapat menghasilkan 1-2 juta telur. 2607 ekor tangkapan kemarin dapat menyelematkan potensi 3,9 miliar calon kepiting baru.

“Ini menjadi atensi kita semua khusus bagi warga Kalbar setidaknya menjadi suatu evaluasi di wilayah ini, banyak sekali kepiting ini disalahgunakan, dilarang itu dilindungi untuk menjaga ekosistem,” terangnya.

Seekor kepiting dengan berat rata-rata 400 gram dibeli pelaku sekitar Rp120 ribu. Kemudian dijual ke Malaysia dengan harga sekitar RM 55 (Rp192.000). Maka potensi kerugian negara yang dapat diselamatkan sekitar Rp182 juta. “Di samping kerugian negara miliaran telur kepiting diselamatkan,” jelasnya.

“Tentunya ini kita selamatkan, akan dilepaskan ke habitatnya, yang sudah mati untuk barang bukti,” timpal Kapolda.

Terkait kasus ini, kepolisian mengamankan seorang pria berinisial LT. Ia merupakan pengurus operasional perdagangan gelap tersebut. Tersangka akan dijerat Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar. “Ini harus dihukum berat. Mari kita jaga ekosistem kita,” serunya.

Didi menuturkan, kepiting yang diselundupkan melalui jalur darat tersebut berasal dari Balikpapan, Kaltim. Jika dilihat jumlahnya, ini merupakan jaringan besar. “Informasinya di Malaysia hanya transit, dikirim lagi ke negara lain,” tutur Kapolda.

Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kota Pontianak, Miharjo menjelaskan,  kepiting bertelur dilarang diperjualbelikan. Ini berdasarkan Peraturan Menteri Kalautan dan Perikanan Nomor: 56/PERMEN-KP/2016 tentang Larangan Penangkapan dan peredaran Lobster, Kepiting dan Ranjungan.

“Dalam kondisi tertentu, artinya tidak boleh under size dan tidak boleh dalam kondisi bertelur. Larang terbatas, kalau yang 200 gram ke atas boleh, tetapi tidak dalam keadaan bertelur,” jelasnya.

Pelarangan tersebut erat kaitannya dengan menjaga habitat kepiting betina atau petelur. Jika tidak dilakukan pembatasan atau pengendalian dalam penangkapan dan pengiriman, maka kepiting akan punah. “Tujuannya adalah untuk menjaga sumber daya kelautan dan perikanan kita,” ujarnya.

Miharjo menuturka, seekor kepiting  betina bertelur memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Setelah sampai ke Malaysia, kepiting ini akan dikirim ke negara lain lagi.

“Di Malaysia nanti hargannya cuma 55 ringgit, Malaysia akan menjual lagi ke negara tujuan dengan nilai yang lebih besar. Sekitar Rp800 ribu, padahal dibeli d ikita cuma harga sekian,” ungkapnya.

Jika di jalur resmi, pengiriman ke luar negeri bisa melewati Entikong dan melalui Kota Pontianak. “Tetapi kita harus cek, kondisinya tidak boleh bertelur,” ucapnya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan terus menggalakan pelarangan ini di seluruh Indonesia. Jajaran kementerian berkerjasama dengan kepolisian telah banyak menggagalkan upaya penyelundupan kepiting. “Di daerah asalnya, ini sudah sangat ketat. Kalbar ada jalur tembus ke Malaysia, ini merupakan titik rawan,” imbuhnya.

Selain kepiting, yang dilindungi termasuk hiu, ikan napoleon dan penyu. Dia berharap tidak ada lagi penyeludupan terhadap satwa dilindungi.  Untuk itu, ia mengajak masyarakat sadar akan pentingnya menjaga plasma nutfah tersebut. Karena di negara tujuannya, sekian persen untuk dikonsumsi dan sekian persen untuk dilepaskan ke alam. “Jangan sampai anak cucu kita tidak makan kepiting, tetapi impor dari negara yang dikirim kepiting ini,” tutup Miharjo.

Kepala Badan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Kota Pontianak, Getreda Melsina Hehanusa menuturkan, pihaknya telah mensurvei  ke beberapa lokasi di Kalbar untuk melepasliarkan kepiting ke habitatnya. Untuk referensi yang akan dilepasliarkan rencananya di Desa Bakau Laut Kabupaten Mempawah.

“Memang habitat yang cocok adalah yang ada mangrovenya. Di situ juga ada beberapa kriteria ekosistem yang harus diperhatikan seperti suhu, salinitas, PH, genangan air, kemarin tim sudah disurvei,” tuturnya.

Dia menjelaskan, potensi kepiting di Kalbar sangat besar. Hal ini dilihat di beberapa lokasi di wilayah Kalbar didominasi tanaman mangrove. Namun masyarakat harus memperhatikan waktu  pengambilan. “Ini menandakan memang potensinya sangat besar, ada berapa upaya yang kami lakukan, sosialisasi ke masyarakat,” tutup Getreda.

 

Laporan: Ambrosius Junius

Editor: Arman Hairiadi

Exit mobile version