Midji Pengin PKL Jadi UMKM

Catatan Diskusi Titik Temu, Setiap Masalah Ada Solusi, ke-7

AWARD. Orang nomor satu di Pemkot Pontianak, Sutarmdji (kanan), menerima penghargaan dari Rakyat Kalbar, Pon TV, dan Hipmi Kalbar, atas dukungannya kepada pelaku UMKM dan koperasi, di rumah dinasnya, Jalan Abdurrahman Saleh (BLKI) No. 58 usai diskusi Titik Temu: Setiap Masalah Ada Solusi, Rabu (14/9). Penghargaan diserahkan Manager Pemasaran Rakyat Kalbar, Muhammad Qadhafy. Iman Santosa-RK

eQuator.co.id-Pontianak-RK. Bagaimana sebenarnya cara membangun usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi yang mandiri? Tentu saja, pertanyaan ini tidak bisa dijawab oleh satu pihak.

Setakat ini, beragam problem dihadapi pelaku usaha yang notabene disebut orang Pontianak sebagai pengusahe kecik. Sinergisitas semua pihak sangat dibutuhkan untuk menjadikan UMKM mampu bersaing secara mandiri.

Masalahnya, meski diakui memiliki peran tidak sedikit dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Kota Pontianak, tantangan yang harus dihadapi oleh UMKM serta koperasi tidak sedikit. Mulai dari lama perizinan yang tidak sebentar, permodalan yang susah didapat, hingga mindset alias cara berpikir para pelaku usaha itu sendiri yang dianggap kurang tepat.

Demikian tajuk diskusi Titik Temu: Setiap Masalah Ada Solusi yang digelar untuk kali ketujuh. Acara yang dihelat Rabu (14/9) malam di aula rumah dinas Wali Kota Pontianak, Sutarmdji, SH, Mhum, ini dihadiri berbagai stakeholder perekonomian dan UMKM. Mulai dari perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Himpunan Pengusaha Muda Indoensia (HIPMI), perwakilan sejumlah UMKM, dan beberapa pelaku start-up (bisnis online) lokal.

Bang Midji, karib Sutarmidji disapa, yang tahu seluk beluk kondisi UMKM serta koperasi di Kota Pontianak merupakan pembicara utama sekaligus pembuka. Diakuinya, dua sektor tersebut penopang perekonomian negara. Bahkan dalam kondisi perekonomian yang tidak menguntungkan, UMKM plus koperasi tampil untuk menyelamatkan perekonomian.

Untuk mendorong pertumbuhan UMKM, Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak punya satu inovasi yang tidak dilakukan oleh daerah lainnya di seluruh Indonesia. Pemkot memberikan kemudahan bagi para pelaku UMKM untuk mengantongi Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) tanpa perlu mengurus persyaratan administrasi sepanjang memiliki Surat Penunjukkan Tempat Usaha (SPTU). Sasarannya adalah para pelaku UMKM di tujuh pasar tradisional yang sebelumnya sudah punya SPTU.

Saat ini, tercatat lebih dari 4.000 IUMK yang sudah diterbitkan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Pontianak. “SPTU-SPTU itu kita konversikan menjadi IUMK tanpa perlu mengurus persyaratan administrasi lainnya,” ujar Bang Midji.

Demikian pula Izin Hinderordonnantie (HO), kata wali kota dua periode ini, bisa selesai sehari bahkan dalam hitungan jam. Waktu proses sesingkat itu bisa diterapkan lantaran pihaknya mengimplementasikan self assesment sebagaimana yang diterapkan dalam perpajakan. Mekanismenya, setiap pelaku usaha yang memohon izin apapun akan diterbitkan berdasarkan permohonannya. Namun, apabila ketika dilakukan pengecekan lapangan ditemukan fakta tidak sesuai permohonan, maka yang bersangkutan akan dikenakan denda sangat besar.

“Misalnya, tempat usaha yang digunakan berdasarkan permohonan atau pengakuan si pemohon hanya 100 meter persegi, padahal kenyataannya 500 meter persegi. Begitu dicek di lapangan, luas yang digunakan tidak sesuai maka yang 400 meter persegi dikenakan denda 400 persen dari nilai retribusi yang dikenakan,” terangnya.

Selain itu, Pemkot juga berupaya menyediakan sarana dan prasarana usaha bagi UMKM supaya mereka berkembang pesat. Pasar-pasar dibangun, seperti pembangunan Pasar Tengah yang saat ini tengah dikerjakan, sebanyak tujuh titik. Tahun depan, menyusul Pasar Kapuas Indah dan Pasar Beras.

Upaya tersebut untuk mengakomodir para Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi UMKM dengan menyediakan tempat dan lokasi berjualan yang representatif. “Selama ini susah membedakan mana PKL, mana yang UMKM. Saya maunya tidak ada lagi PKL, yang ada UMKM. Saya ingin kedepan para pelaku bidang koperasi dan UMKM itu bisa cepat tumbuh dengan mempunyai daya saing,” ungkap Bang Midji.

Mengajak para pelaku UMKM untuk maju, menurut wali kota yang dianugerahi penghargaan Bakti Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari Menteri Koperasi dan UKM ini, merupakan tantangan. Sebab itu, perlu dilakukan pembinaan secara terus-menerus agar mereka mendapatkan penghasilan yang besar.

Para pelaku UMKM juga diminta tidak hanya terpaku menjadi mikro selamanya, tetapi sudah harus mulai berpikir naik ke tingkat yang lebih tinggi, yakni level menengah bahkan besar. “Harusnya mereka bergabung dalam satuan organisasi dan sejenisnya untuk bisa menghasilkan produk, bisa juga sebagai distributor dan lain sebagainya. Tidak hanya tergantung dari yang lain,” ulasnya.

Hal lain yang dia sorot adalah belum maksimalnya peran koperasi. Kelahiran Pontianak, 29 November 1962 ini memaparkan, berdasarkan data yang dipegangnya, koperasi di Ibukota Provinsi Kalbar berjumlah 800. Dari jumlah tersebut, yang aktif lebih dari separuhnya dengan anggota mencapai 47.998. Ia menilai, pertumbuhanya sudah cukup bagus, meski belum maksimal.

“Modal sendiri Rp248 miliar lebih, kemudian modal di luar koperasi itu Rp187 Miliar. Nah, omzet koperasinye, dengan modal Rp248 miliar tadi, hanya Rp143 miliar. Ini perlu kajian lagi, karena aset mereke itu Rp415 miliar, sementara SHU (sisa hasil usaha) cuma Rp32 miliar. Ini kalau dari sisi bisnis, ndak baik,” paparnya Bang Midji.

Menyambung yang disampaikan wali kota, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM (Desperindagkop-UMKM), Haryadi S. Triwibowo menyatakan terjadi tren peningkatan jumlah anggota koperasi.

“Dan alhamdulillah, dari tahun 2014 sampai 2015, bertambah kurang lebih 15.000, dari 22.467 ke 43.968. Ini seperti yang diminta oleh Kementerian Koperasi dan UKM bagaimana menambah anggota koperasi itu sebanyak mungkin,” jelas Haryadi.

Tren lainnya, menurut Haryadi, koperasi sekarang tidak hanya simpan pinjam. Kini juga mengarah ke koperasi produsen, koperasi konsumen, koperasi jasa, dan koperasi pemasaran.

URUS IZIN

SEHARI SAJA

Lebih kurang senada dengan bosnya, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kota Pontianak, Junaidi menyatakan, persoalan perizinan kadang sering disebut sebagai penghambat tumbuhnya dunia usaha. Tapi, itu dulu. Sekarang, hal tersebut tidak terjadi lagi di Pontianak.

“Izin usaha mikro ini berdasarkan Keppres No. 98 tahun 2014, mulanya memang dilimpahkan ke kecamatan, tetapi kota Pontianak ini adalah salah satunya yang penerbitan izinnya ada di BP2T. Dan, hingga 14 September 2016 ini, kita telah menerbitkan 4871 izin untuk UMK,” ujar Junaidi.

Ia juga menjelaskan, rata-rata lama pengurusan izin hanya memakan waktu sehari. Kinipun, menurut Junaidi, bisa dilakukan secara online.

Kedepannya, BP2T berencana meluncurkan aplikasi android untuk perizinan. Dengan segala kemudahan ini, ia berharap masyarakat mengurus sendiri perizinan usahanya.

“Jangan biasakan kita menggunakan pihak ketiga, karena mereka ini yang biasanya memberikan cerita yang negatif dan tidak benar soal perizinan,” tutur Junaidi.

SERAPAN KREDIT

UMKM BARU 24 %

Untuk permodalan, Kepala Divisi Kredit Bank Kalbar, Heri Wintoro punya solusi. Meski mengaku program Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Kalbar sempat dihentikan karena masalah dalam pencairan subsidi bunga dari pemerintah, ia meyakinkan keberpihakan Bank Kalbar kepada UMKM tidak berkurang.

“Di luar KUR misalnya, kami juga ada kredit UMKM, sampai lima juta rupiah tidak kita wajibkan agunan. Bahkan dana CSR kita itu ada yang kita berikan kepada pengusaha pemula atau startup-startup ini,” jelas Heri.

Pemanfaatan program-program Bank Kalbar ini, lanjut dia, sudah mencapai ratusan juta rupiah dalam bentuk dana bergulir. Dan, plafon untuk tahun inipun masih cukup tinggi.

Mohamad Fahmi Prihandani, perwakilan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalbar menyatakan, bahwa saat ini pihaknya sudah mendorong terbentuknya Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD). Tim tersebut terdiri dari berbagai stakeholder dunia keuangan di daerah.

Ia menjelaskan, baru 20% masyarakat Indonesia yang mengakses Perbankan. Untuk UMKM sendiri, dipaparkan Fahmi, jumlah serapan kreditnya baru sekitar 24% dari total kredit di Kalbar. Fungsi OJK adalah mendorong agar masyarakat dapat mengakses lembaga-lembaga keuangan tanpa mengurangi prinsip kehati-hatiannya.

“Kita akan dorong industri keuangan lainnya agar dapat membuat suatu produk yang memang sustainable dengan program mikro ini,” jelasnya.

UBAH CARA BERPIKIR

Di sisi lain, kemudahan mengurus izin usaha dan mendapatkan modal tak akan ada artinya jika tak dibarengi mindset yang tepat. Hal ini juga jadi sorotan Wali Kota Sutarmidji. Menurut dia, para pengusaha mikro, kecil, dan menengah, harus memiliki mental pantang menyerah dan terus mencari peluang.

“Ndak ade yang ndak bise, semangat. Kalau kite sebelum memulai dengan kate tak mungkin, susah, maka kite tak akan bise,” tuturnya.

Ia memberikan contoh, bagaimana para pedagang di Taman Alun-alun Kapuas yang dilarangnya berjualan di areal tersebut. Ternyata, mereka kemudian menemukan solusi dengan berjualan menggunakan sampan.

“Akhirnya omzet mereka justru meningkat,” beber Bang Midji.

Hanya saja, mengubah mindset para pelaku UMKM bukan perkara mudah. Hal ini diakui langsung oleh Hatta Siswa Mahyahya, trainer Inkubator Bisnis Bank Indonesia perwailan Kalbar. Merubah mindset pelaku usaha, dikatakannya, tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.

“Secara perlahan mereka kita ajak untuk merubah pandangan, meyakini bahwa lebih mudah sukses daripada gagal. Lalu, baru kita kasih contoh-contoh bagaimana dengan modal kecil bisa untung besar,” terangnya.

Selain itu, ia juga menginginkan kedepannya ada sebuah aplikasi yang menghubungkan antarpelaku UMKM ini. “Kota Pontianak ini kan kota jasa, alangkah baiknya jika suatu saat nanti ada aplikasi yang begitu dibuka bisa memperlihatkan jasa apa aja yang ada di Pontianak. Mau cari apa saja sudah ada di situ,” ujar Hatta.

Soal aplikasi online ini, Bang Midji sudah punya konsep Pontianak Smart City (kota pintar). Ia menyatakan semua sudah disiapkan. Contohnya, beberapa instansi sudah memiliki sistem online yang terintegrasi. Salah satunya, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Khatulistiwa.

“Di PDAM itu tiap menitnya uangnya itu bise saye kontrol. Semue bise diliat, air yang dialirkan berape, sampai duitnye berapepun bise. Nah, itu yang sudah, nanti mau kite integrasikan semue seperti itu,” jelasnya.

Tapi, ia melanjutkan, yang dinamakan kota pintar itu bukan soal lomba banyak-banyakan membuat aplikasi. Namun, bagaimana membuat masalah bisa diselesaikan dengan mudah.

“Tidak semue harus berbentuk aplikasi, yang penting adalah masalah itu bise selesai dengan lebih mudah dan lebih cepat. Jadi itu intinya kota pintar,” tandas Bang Midji.

PROFESOR MALAYSIA KAGUM

KEMAJUAN PONTIANAK

Diskusi besutan Rakyat Kalbar, Pon TV (Jawa Pos Group), equator.co.id, dan HIPMI Kalbar, dengan dukungan Pemkot Pontianak ini juga dihadiri Prof. Dr. Jamal Abdul Nasir. Dia akademisi dari University Sains Islam Malaysia.

Dalam kesempatannya berbicara, Jamal mengakui kemajuan Kota Pontianak. Ia baru tiga kali berkunjung dan menyatakan happy dengan perubahan Kota Khatulistiwa ini.

“Saye pertame kagum, jadi memang kalau Pontianak nak jadikan visi Pontianak menyapa dunie, yang pertama sekali adalah tempat pesawat nak turun (bandara). Saye lihat airportnye sudah diubah. Dan saye tengok dalam perjalanan ke hotel sudah banyak shoping mall,” ujarnya.

Jamal menegaskan bahwa pemerintah setempat harus memaksimalkan potensi yang dimiliki Pontianak. “Pontianak punye kekuatan pade Aloevera (tanaman lidah buaya,red), juge Khatulistiwa. Dan yang paling penting juge adalah tourism, perlancongan,” tambahnya.

Ia mencontohkan bagaimana kota di Thailand selatan, Hat Yai mengemas floating market (pasar terapung), sesuatu yang menurutnya biasa namun ketika dikemas dengan baik bisa menjadi objek wisata menarik. “Ini bise diterapkan di Pontianak yang punye potensi serupe dengan menggunakan jase para pebisnis lokal,” tutup Jamal. Acara diskusi selengkapnya bisa disaksikan di Pon TV pekan depan.

Laporan: Iman Santosa dan Marselina Evy

Editor: Mohamad iQbaL