eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Peluang bisnis waralaba (franchise) di Indonesia masih terbuka lebar. Sayang, kinerja waralaba tanah air belum mampu mencatatkan pertumbuhan yang positif.
Ketua Kehormatan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukandar mengatakan, jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Singapura, bisnis waralaba dalam negeri belum maksimal.
”Bahkan, franchise asli Indonesia tidak ada growth alias stagnan. Yang miris justru pasar waralaba domestik sekarang dipenuhi pemain asing,” tuturnya di sela pameran Info Franchise dan Business Concept (IFBC) 2019 di Surabaya, kemarin.
Sampai sekarang jumlah waralaba asing yang masuk ke Indonesia mencapai 480–500 merek dengan pertumbuhan 5 persen tiap tahun.
Sedangkan yang asli lokal hanya 120 merek dan tidak tumbuh. Kemudian, dari 120 itu, yang berhasil ekspansi ke luar negeri baru 15 merek. ”Padahal, maunya kami kalau bisa minimal 300 merek Indonesia bisa ekspansi ke mancanegara. Kenapa harus kalah dengan negara lain?” jelasnya.
Menurut Anang, pertumbuhan franchise lokal minim sebenarnya tidak hanya karena dipengaruhi persaingan dengan asing. Tetapi, juga disebabkan faktor sikap cepat puas dan tidak sabar dari para pelaku usaha domestik. Secara garis besar, karakter masyarakat Indonesia adalah ingin cepat sukses dan untung, tapi tidak mau belajar. Sejauh ini jenis waralaba Indonesia dipenuhi sektor kuliner. Kontribusinya mencapai 50 persen. Kemudian, sisanya diisi jasa kurir, kopi, cleaning service, hingga budi daya bibit bunga.
Sementara itu, PT Baba Rafi Indonesia, waralaba pemegang merek Kebab Turki Baba Rafi, gencar menggaet investor pada semester kedua tahun ini. CEO dan founder PT Baba Rafi Indonesia Hendy Setiono mengatakan, persaingan bisnis makanan dan minuman yang ketat menuntut para pengelola usaha selalu inovatif. ”Kami selalu mengedepankan inovasi sekaligus mempertahankan tradisi kualitas produk,” katanya kemarin. (Jawa Pos/JPG)