eQuator.co.id – Pemerintah tampaknya tak mau lagi kejadian penyanderaan anak buah kapal warga negara Indonesia (ABK WNI) yang bekerja di Malaysia menjadi sandera. Menteri Luar Negeri (Menlu) RI terbang ke Malaysia untuk bertemu dengan Menlu Malaysia Dato’ Sri Anifah Aman kemarin (7/11). Dia meminta agar Malaysia memperketat pengawalan wilayah Sabah.
Dalam pertemuan tersebut, Retno Menlu RI menyampaikan keprihatinan yang mendalam terhadap terulangnya kejadian penculikan nelayan WNI di perairan Malaysia. Menurutnya, pihak Malaysia diharpkan memberikan perhatian khusus terhadap keamanan sekitar 6 ribu ABK WNI kapal penangkap ikan Malaysia yang bekerja di sekitar perairan Sabah.
’’Pasca implementasi Perjanjian Trilateral, tidak ada lagi penyanderaan WNI di Perairan Sulu. Namun sejak Juli 2016, lokasi penyanderaan bergeser ke perairan Malaysia dekat perbatasan dengan Filipina,’’ ungkapnya dalam pernyataan resmi kemarin (7/11).
Rawannya lokasi tersebut karena wilayah sabah memang berada diluar koridor penjagaan pada perjanjian trilateral Mei 2016 lalu. Karena itu, penjagaan di wilayah tersebut perlu menjadi perhatian khusus. Terhadap permintaan tersebut, Anifah memahami keprihatinan Indonesia. Malaysia menegaskan juga memiliki keprihatinan yang sama.
’’Malaysia sepakat memperkuat kerjasama dengan Indonesia dan Filipina untuk mencegah hal serupa terjadi lagi mendatang,’’ ujar Retno.
Terkait perkembangan kasus dua kapten kapal nelayan yang diculik, Juru Bicara Arrmanatha Nasir mengatakan bahwa saat ini kedua pemerintah masih standby. Pasalnya, pihaknya masih belum mendapatkan kabar dari pihak penyandera. ’’Masih belum ada perkembangan untuk saat ini. Pihak Filipina belum menemukan informasi,’’ jelasnya.
Namun, pria yang akrab disapa Tata itu meyakinkan bahwa tak perlu ada kekhawatiran. Pasalnya, pemerintah Indonesia juga sudah mempunyai pengalaman dua kali terkait kasus penyanderaan WNI yang bekerja di Malaysia. Pertama, kasus penculikan tiga WNI ABK LD/113/5/F pada 9 Juli lalu. Mereka akhirnya dibebaskan pada 19 September 2016.
Kedua, kapten kapal penangkap udang Herman bin Manggak yang diculik 5 Agustus dan bebas 22 September. Dari pengalaman tersebut, pihak penyandera baru menghubungi majikan pemilik kapal tiga sampai empat hari setelah pembajakan. ’’Kami sedang menunggu kabar dari majikan terkait kontak pertama oleh pihak penyandera,’’ ungkapnya.