eQuator – Pontianak-RK. Menteri Keuangan (Menkeu) RI Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menyebut kondisi perekonomian dunia sedang lesu. Parahnya lagi, investasi pihak swasta di negeri ini juga masih terbatas. Indonesia memerlukan terobosan menumbuhkan ekonomi nasional.
“Kita dorong pertumbuhan ekonomi nasional dan regional dengan belanja pemerintah,” ucap Menteri Bambang Brodjonegoro usai menghadiri seminar nasional dan kongres ke-3 Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Indonesia (AFEBI) di Bank Indonesia Perwakilan Kalbar, Kamis (19/11).
Menteri Bambang menjelaskan, belanja pemerintah itu didukung penerimaan dan pembiayaan. Penerimaan yang dimaksud adalah pajak. Sedangkan pembiayaan ialah pinjaman uang ke negara lain.
“Kalau penerimaan ada di bawah perkiraan, karena kondisi dunia tidak memungkinkan. Kita akan biayai belanja pemerintah dengan pembiayaan. Artinya utang kita akan bertambah. Tapi terobosan ini harus tetap dengan batasan dan terkendali,” jelasnya.
Menkeu berharap, pemerintah daerah bisa mengikuti jurus pemerintah pusat dalam menumbuh perekonomian. Di pusat pemerintah memberikan insentif untuk para pengusaha soal perizinan. Misalnya, mempersingkat waktu kepengurusan perizinan.
“Daerah harus seirama dengan pusat. Kalau pengusaha dipermudah, mereka akan berinvestasi di daerah. Jadi pemerintah daerah harus welcome terhadap investor,” ingat Bambang.
Insentif lain yang bisa dirasakan pemerintah daerah, kata Menkeu, kalau banyak investor yang berinvestasi di daerah, maka ekonomi akan tumbuh dan tenaga kerja lokal bisa terserap. “Menurut saya itu merupakan insentif yang luar biasa untuk Pemda,” tuturnya.
Pemerintah, kata Bambang, tengah berupaya mensupport pengusaha di Indonesia, supaya bangkit melawan lesunya perekonomian. Salah satunya insentif dari sisi pajak.
“Pengusaha serta investor dari dalam maupun luar negeri diharapkan bisa membangun hilirisasi industri yang mengelola hasil alam. Apakah itu perkebunan atau pertambangan,” ungkapnya.
Pengusaha Kalbar diminta melakukan manufaktur terhadap produk. “Sekarang sudah ada larangan expor hasil tambang mentah. Nah, mau tidak mau pengusaha harus fokus membangun smelter dan pengolahannya,” terangnya.
Menkeu mengatakan, pertambangan bakal menjadi sektor unggulan Indonesia. Karena menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Ia berharap pengusaha domestik mampu memaksimalkan hasil bumi di nusantara ini.
“Industri pengolahan berbasis sumber daya alam harusnya menjadi keunggulan Indonesia, apalagi menjelang MEA. Karena hanya Indonesia yang punya sumber daya alam dalam jumlah cukup besar,” serunya.
Ia menilai, Kalbar sudah mampu melakukan manufaktur produk. “Buktinya, smelter untuk hasil tambang sudah semakin banyak. Pabrik untuk mengelola hasil perkebunan kelapa sawit juga semakin banyak. Jadi menurut saya, semangat untuk pengolahan hasil alam sudah semakin tinggi,” ulas Bambang.
Jauh Panggang dari Api
Sekretaris Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kalbar, Mohamad Qadhafy mengatakan, upaya pemerintah pusat menumbuhkan angka persentase perekonomian Indonesia, dengan cara mengoptimalkan belanja pemerintah sudah baik. Namun pemerintah daerah khususnya di Kalbar, belum mampu menjalankan terobosan itu.
“Memang sudah sepatutnya kita medukung program pemerintah. Namun nyatanya, pelaksanaan terobosan itu di Kalbar masih belum berjalan maksimal. Sama saja pemerintah pusat ingin berlari kencang, tetapi di daerah malah jalan santai,” tegas Qadhafy, kemarin.
Menurut Davy—panggilan akrab Qadhafy, pengusaha Kalbar harus jeli menyikapi masa sulit perekonomian nasional. Ia berpendapat, paket kebijakan ekonomi Presiden Jokowi dari jilid satu sampai enam harus berjalan. “Semestinya dapat segera diaplikasikan oleh pemerintah daerah hingga ke tingkat desa,” ucap Davy.
Dikatakan Davy, bagaimana mau mengimplementasikan keinginan pemerintah pusat (sebagaimana dituturkan Menteri Bambang), apabila penyerapan anggaran masih jauh panggang dari api.
“Saya pikir untuk langkah jangka pendek, lebih baik pemerintah fokus pada distribusi penyerapan anggaran. Karena masih ditemukan beberapa instansi di lingkungan Pemkab di Kalbar yang distribusi anggarannya masih di bawah 50 persen,” ujar Davy.
Davy menjabarkan, keinginan Menteri Bambang supaya pemerintah daerah bisa berjalan seirama dengan pemerintah pusat, sepertinya belum optimal. Pusat berkeinginan, waktu kepengurusan izin dipersingkat supaya pengusaha bisa bertindak cepat.
“Hingga semester II tahun ini harapan pemerintah pusat sepertinya akan sirna. Menurut saya, Pemerintah daerah belum mampu mewujudkan keinginan itu. Buktinya, pengusaha property di Kalbar saja masih mengeluhkan soal lambannya kepengurusan izin yang ditangani pemerintah daerah. Ada yang selesai dalam waktu dua bulan. Bahkan ada yang tujuh bulan belum beres,” ungkapnya.
Reporter: Deska Irnansyafara
Editor: Hamka Saptono