eQuator.co.id – Pontianak-RK. Perayaan kulminasi di Pontianak dan sekitarnya, terutama di Tugu Khatulistiwa, berlangsung semarak. Tidak hanya disambangi wisatawan domestik saja, turis mancanegara asal RRC pun ingin merasakan sensasi bayangannya menghilang pada sekitar pukul 11.49, Kamis (23/3).
Para wisatawan ini berbaur bersama warga setempat. Pada pukul 11:45, berangsur-angsur bayangan mereka mulai tak tampak. Ratusan pengunjung juga melakukan eksperimen, berupaya menegakkan telur.
“Ini sangat bagus sekali, dan saya senang sekali hadir dalam kegiatan ini. Saya datang dari tempat asal saya (RRC/China, red) memang ingin melihat langsung momen ini,” ungkap Yuan, menjelang kulminasi di Tugu Khatulistiwa, Pontianak Utara, Kamis (23/3). Omongan berbahasa Koi (Mandarin) dari pria berusia 57 tahun ini diterjemahkan seorang penerjemah.
Seorang warga Pontianak, Heri, mengaku dua tahun terakhir selalu ikut meramaikan perayaan kulminasi di Tugu Khatulistiwa. Kata dia, keunikan yang terjadi dua kali dalam setahun ini merupakan fenomena langka.
“Di daerah lain tidak ada, hanya di Pontianak saja. Makanya saya selalu datang kalau event ini digelar,” tuturnya.
Event tersebut juga mendapat perhatian dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar) RI. Waty Muriani, Asisten Deputi Strategi Pemasaran Pariwisata Kemenpar, menyebut momentum ini bisa dikemas dengan lebih baik.
“Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan (kulminasi) ini. Misalnya, maskotnya seperti apa, rangkaian kegiatannya juga seperti apa. Termasuk pula pembawa acara atau MC-nya harus benar-benar disiapkan secara matang,” kritiknya.
Mengenai MC, lanjut dia, sebenarnya sudah sangat kooperatif dengan audiens yang hadir. Hanya saja, pengusaan beragam bahasa oleh si MC harus lebih diperhatikan lagi. Lantaran yang hadir tidak hanya masyarakat lokal dan nasional saja.
“Minimal berbahasa Inggris, jadi wisatawannya tidak bengong seperti tadi. Pembawaan MC sudah bagus, humoris dan lain sebagainya. Tapi karena turis tidak mengerti artinya, ujung-ujungnya muka mereka datar saja,” papar Waty.
Ia juga menilai sosialisasi event kulminasi ini belum cukup. “Buktinya spanduk-spanduk di jalan saya lihat kurang, tapi kita gencar aktif di Sosmed, saya rasa ini cukup berhasil,” ulasnya.
Kemudian, masih banyak yang perlu dimantapkan. Kata dia, alangkah baiknya jika ingin membuat suatu event besar, dipersiapkan maksimal tiga bulan sebelumnya.
“Masih banyak atraksi menarik yang bisa ditampilkan. Tak hanya fokus pada satu titik acara saja, sehingga lebih bisa menarik minat wisatawan untuk berkunjung,” pesan Waty.
Menurutnya, kegiatan Pesona Kulminasi Matahari yang diselenggarakan itu, dari sisi industri kreatif masih kurang. Padahal, bagi Waty, ini sebuah momentum yang sangat besar. Seluruh orang dari berbagai belahan dunia harus datang ke Tugu Khatulistiwa untuk dapat menyaksikan fenomena kulminasi ini.
“Saya harapkan dari Kalbar, Equator ini adalah potensi. Kalau di luar negeri tak sehebat kita, tapi berkat pengemasannya yang apik bisa mendatangkan banyak pengunjung,” imbuhnya.
So, untuk promosi kegiatan serupa September nanti, Waty meminta harus lebih mantap. Sosialisasi tak hanya fokus di Kota Pontianak, namun juga ke seluruh daerah di Kalbar.
Sementara itu, Kepala Dinas Kepemudaan dan Pariwisata (Disporapar) Kota Pontianak, Syarif Saleh mengatakan, kegiatan Pesona Kulminasi Matahari di Tugu Khatulistiwa untuk mengingatkan masyarakat betapa pentingnya menjaga salah satu kebudayaan Indonesia yang ada di Kalbar, khususnya Kota Pontianak. Kegiatan tahunan ini memang selalu diselenggarakan Pemkot melalui Disporapar Kota Pontianak.
“Pesona Kulminasi Matahari ini diselenggarakan dua kali dalam setahun, yaitu di tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September mendatang,” terangnya.
Untuk kegiatan kali ini, pihaknya banyak melibatkan para pelaku industri kreatif dan komunitas. “Kegiatan pertama di tahun ini kita mencoba promosi melalui dunia maya. Rupanya respon yang didapat tak kalah hebat,” klaim Saleh.
Selama penyelenggaraan Pesona Kulminasi Matahari terjadi peningkatan jumlah pengunjung dari tahun sebelumnya. Oleh karena itu, dirinya berharap kegiatan ini akan semakin baik dan meriah di tahun-tahun berikutnya.
“Yang terpenting adalah partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, untuk terus mengingat dan tidak melupakan budaya kita ini,” tandasnya.
“Sebab, Tugu Khatulistiwa ini bukan hanya milik Pemerintah, akan tetapi, milik seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat Kota Pontianak,” sambung Saleh.
Ditambahkan Kepala Seksi Promosi dan Pemasaran Disporapar Kota Pontianak, Hendra Feilani, pihaknya akan menjadikan kegiatan pertama dalam tahun ini sebuah bahan evaluasi untuk semakin mantap pada periode depan. “Rencananya september nanti kami akan adakan lomba sampan tradisional dan lomba kano supaya lebih meriah,” ujarnya.
Mengangkat budaya tradisional sebagai bagian di dalam agenda mendatang dianggap bisa menambah semarak kegiatan. Selain itu, mengangkat budaya tradisional Pontianak akan semakin menambah daya tarik wisatawan dalam negeri maupun luar negeri.
“Supaya turis-turis asing tau ini loh budaya kota Pontianak, ini loh olahraga tradisionalnya, dan semua itu unik serta memanfaatkan aset berupa sungai kapuas yang sangat luas ini,” jelasnya.
Mulai dari saat ini hingga menjelang September nanti, Disporapar Pontianak selaku penyelenggara acara sudah mulai mempublikasikan. Sehingga, diharapkan angka wisatawan bisa membeludak nantinya.
Di tempat terpisah, Warga Sungai Putat, Pontianak Utara, turut merayakan kulminasi ini. Mereka bereksperimen dengan mendirikan 500 telur di Sungai Putat.
“Ini kebetulan kita mengadakan tentang paret, event ini kebetulan juga waktu kita membersihkan parit. Tapi ternyata ada titik nol juga hingga kita berekperimen,” kata Damhuri, salah seorang warga Sungai Putat.
Diketahuinya titik nol ini, lanjut dia, bermula dari uji coba yang dilakuan menggunakan Google Map. Damhuri meminta bantuan salah seorang warga setempat yang mengetahui cara menggunakan GPS.
“Dan tidak meleset. Tingkat akurasinya mencapai 2 meter. Biasanya 4 meter sehingga ini diinisiasi masyarakat dengan mendirikan 500 telur,” pungkasnya.
Laporan: Gusnadi, Rizka Nanda
Editor: Mohamad iQbaL