Menhan Minta WNI di Syria Janji Setia Pada Pancasila

Izinkan Pulang dengan Syarat

RAKER: Menhan Ryamizard Ryacudu menghadiri rapat kerja dengan Komisi I DPR di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (4/12). Hendra Eka/Jawa Pos

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Persoalan terorisme masih jadi sorotan Kementerian Pertahanan (Kemhan). Dalam Simposium Penataan Wilayah Pertahanan yang dilaksanakan di Jakarta kemarin (9/7), Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu kembali menyinggung masalah tersebut. Termasuk di antaranya soal keinginan ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) di Syria pulang ke tanah air.

Sebagai Menhan, Ryamizard menyatakan bahwa tidak menjadi soal apabila ratusan WNI tersebut pulang ke Indonesia. Hanya, mereka harus berjanji untuk meninggalkan semua ideologi lain selain Pancasila.

“Janji dulu, kalau di sini jadi ISIS nggak usah saja. Kalau insaf, kalau orang baik-baik ya nggak apa-apa (pulang ke Indonesia),” ungkap dia kemarin.

Bukan hanya pria, itu juga berlaku untuk anak-anak dan perempuan. Janji tersebut harus disampaikan secara lisan serta dibuat dalam perjanjian tertulis. Janji yang dimaksud Ryamizard tidak lain adalah setia kepada NKRI dan Pancasila.

Itu penting lantaran Ryamizard tidak ingin begitu kembali ke tanah air, mereka malah berulah serta menebar teror kepada masyarakat. “Kalau melanjutkan perjuangannya di sini bahaya dong. Janji dulu nggak berbuat macam-macam,” tegasnya.

Ryamizard mengakui, saat ini terorisme menjadi salah satu ancaman nyata yang berpotensi mengganggu keamanan negara. Karena itu, instansinya juga memberi perhatian lebih terhadap ancaman tersebut. Selain penindakan, dia menyampaikan bahwa pendekatan secara preventif, koersif, dan preemptive juga dibutuhkan dalam mengatasi masalah itu. “Yang disesuaikan dengan perkembangan situasi,” jelasnya.

Karena itu, Ryamizard mengungkapkan, aparat teritorial perlu berperan aktif. Khususnya dalam melaksanakan pendekatkan-pendekatan preventif. Itu bisa dilaksanakan dengan cara mengintensifkan fungsi intelijen. “Baik dalam wujud intelijen manusia maupun intelijen teknik,” imbuhnya. Dengan begitu, jaringan teroris yang ada di dalam negara tidak punya ruang untuk bergerak. Sedang yang di luar tidak akan bisa masuk.

Di samping itu, peran masyarakat juga penting. Ryamizard menyatakan, terorisme yang saat ini menjadi musuh negara juga harus menjadi musuh rakyat. Sebab, masalah tersebut tidak akan selesai apabila pemerintah hanya mengandalkan aparat keamanan. Baik Polri maupun TNI.

“Sekarang teroris itu tidak bisa diatasi (hanya) oleh polisi dan tentara,” imbuhnya. Dia pun menyebut, kekuatan Polri dan TNI kalah jauh dibanding rakyat.

“Tidak bisa satu negara menyelesaikan masalah teroris. Harus bersama-sama seluruh rakyat. Kita jadikan teroris musuh bersama,” tegas Ryamizard.

Karena itu, Kemhan juga mengandalkan strategi pertahanan negara yang berbasis perang semesta atau total warfare. ”Yang merupakan kombinasi sinergis antara pembangunan kekuatan hard power dan kekuatan soft power,” jelasnya.

Hard power terdiri atas kekuatan rakyat dan TNI berikut alat utama sistem persenjataan (alutsista). Sementara itu, soft power meliputi mindset serta diplomasi pertahanan kawasan. Semua itu dibutuhkan untuk menghadapi ancaman fisik, nyata, dan belum nyata. Termasuk di antaranya terorisme. ”Kita sudah ada wadahnya yaitu bela negara, itu total warfare,” terang Ryamizard. (Jawa Pos/JPG)