eQuator – Nanga Pinoh-RK. Pelaksanaan perdagangan bebas atau dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah diberlakukan sejak tahun ini. Berkaitan dengan itu, petani karet di Melawi menaruh harapan MEA mampu memberikan peningkatan atau mendongkrak harga karet 2016. Seperti yang disampaikan, Dea, salah seorang pemilik perkebunan karet di Desa Senain.
Menurutnya, berjalannya MEA tentu akan memotong rantai perantara terhadap jual beli karet tersebut, karena bisa berhubungan langsung. Ia meyakini bahwa harga karet tersebut merosot, karena banyaknya penampung yang hanya berani mengambil dengan harga murah supaya bisa untung banyak.
“Pembeli karet dari China bisa langsung menjalin kerjasama dengan para petani karet di daerah,” ucap Dea, Jumat (8/1).
Dea menambahkan, harga karet di Desa Senain, Kecamatan Sayan, Kabupaten Melawi hanya mencapai Rp4.300. Sementara di dalam kota Nanga Pinoh hanya Rp5.300 sampai Rp5.500. Tentu tidak sesuai dengan harga sembako yang semakin hari semakin naik.
“Tahun ini dengan berjalannya MEA, bisa diprediksi harga karet di tingkat petani bisa naik menjadi sekitar Rp15.000 sampai dengan Rp20.000 per kilogram. Akan meningkat dari harga saat ini yang rata-rata hanya Rp4.000 sampai Rp5.500 per kilogram,” ujarnya.
Harga karet belakangan ini yang dianggap sangat murah, tentu salah satu penyebabnya. Karena adanya pungutan ekspor karet, dimana mereka dikenakan bea keluar (BK) 10%. Sementara itu, pemerintah mendapatkan pemasukan sekitar Rp100 triliun per tahun dari ekspor karet, tapi hal itu tidak dikembalikan kepada petani.
“Itulah sebabnya, para petani karet menyambut positif adanya MEA. Sebab selama ini, pengusaha dalam negeri dan para tengkulak yang lebih banyak menikmati harga karet ketimbang petani. Namun petani karet juga harus terus memperbaiki kualitas produksinya. Jangan bercampur dengan sampah pohon dan akan lebih baik bila tempat penampung getah karet menggunakan bambu,” ulasnya. (aji)