Masalah Jakarta Jangan Buat Pontianak Pecah

BELA ISLAM. Aksi Bela Islam II menuntut Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dijebloskan ke Penjara atas penistaan agama, Jumat (4/11) lalu di Masjid Raya Mujahidin Pontianak. OCSYA ADE CP-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Semua elemen masyarakat Kota Pontianak mesti cerdas menyikapi kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur nonaktifnya Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Jangan sampai permasalahan di ibu kota tersebut ditarik-tarik ke Bumi Khatulistiwa.

“Pontianak dibangun nenek moyang saya. Jika ada apa-apa ini jadi tanggung jawab saya. Saya ingin Pontianak dalam keadaan kondusif. Jangan ada kericuhan,” tegas Sultan Pontianak Syarif Abubakar Mahmud Alqadrie usai melakukan silaturahmi ke Yayasan Bhakti Suci Pontianak, Rabu (9/11) kemarin.

Sultan menekankan bahwa Pontianak merupakan kota yang  heterogen. Selama ini keanekaragaman agama, budaya, suku, berjalan seiringan dan hidup berdampingan dengan aman dan damai. Dengan demikian dia menegaskan jangan sampai ada pihak-pihak yang mencoba mengganggu ketentraman yang sudah terbina dengan baik selama ini.

“Semua warga Pontianak tidak boleh terpancing dengan kabar yang belum diketahui kebenaranya. Kita semua harus jaga dan pertahankan NKRI. Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” jelas Sultan.

Sementara itu, Ketua Yayasan Bhakti Suci Pontianak Tjioe Kui Sim menyampaikan, pihaknya mendukung penuh upaya bersama menciptakan iklim yang kondusif dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan.

“Yang dikatakan Sultan Pontianak itu benar. Mari kita jaga Pontianak supaya tetap kondusif,” katanya.

Sim sepakat, agar masyarakat tidak mudah terpancing dengan isu-isu yang belum jelas kebenarannya, apalagi sampai membuat keamanan dan kenyamanan warga kota menjadi terusik.

“Masyarakat jangan terpancing dengan postingan berita di media sosial. Pengguna medsos mesti cerdas. Jangan menebar berita yang tak bertanggung jawab. Dampaknya bisa mengacaukan suasana. Saya ingin pengguna medsos cerdas menyikapinya,” ujarnya.

 

Laporan: Fikri Akbar

Editor: Arman Hairiadi